sun
moon
Premium Partner :
  • partner tek.id samsung
  • partner tek.id telkomsel
  • partner tek.id poco
  • partner tek.id realme
  • partner tek.id acer
Sabtu, 19 Des 2020 11:40 WIB

Ini tantangan operator seluler gelar jaringan 5G

Terdapat tiga operator seluler yang memenangkan lelang frekuensi, yakni PT Smart Telecom (Smartfren), PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) dan PT Hutchison 3 Indonesia.

Ini tantangan operator seluler gelar jaringan 5G
Source: Wccftech

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah mengumumkan pemenang lelang frekuensi pada rentang 2.360 – 2.390 MHz yang akan digunakan untuk penyelenggaraan jaringan 5G di Indonesia.

Terdapat tiga operator seluler yang memenangkan lelang frekuensi tersebut, yakni PT Smart Telecom (Smartfren), PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) dan PT Hutchison 3 Indonesia. Sesuai penjelasan di dalam dokumen seleksi, Objek Seleksi pita frekuensi radio 2,3 GHz pada rentang 2.360 – 2.390 MHz terdiri atas tiga blok pita frekuensi radio. Hasilnya, ditetapkan Smartfren mendapatkan blok A, 3 Indonesia blok B dan Telkomsel blok C.

Jika dibandingkan dengan jaringan 4G, 5G akan memiliki kecepatan hingga 100 kali lebih cepat pada 10Gbps. Artinya, ketika kamu mengunduh film berdurasi dua jam, akan memakan waktu enam menit dengan 4G. Namun secara teoritis, akan membutuhkan waktu kurang dari empat detik untuk mengunduhnya di atas jaringan 5G.

Tentu saja ada beberapa tantangan bagi operator untuk membangun jaringan 5G di Indonesia dan negara lainnya. Dilansir dari futurithmic (19/12), berikut adalah tantangannya:

1. Pita frekuensi

Operator masih perlu menawar untuk spektrum yang lebih tinggi saat mereka membangun dan meluncurkan jaringan 5G. Di Kanada misalnya, pemerintah federal mengadakan lelang spektrum untuk 600 Mhz pada tahun 2019, dengan 3.500 MHz berlangsung untuk tahun 2020 dan 1 GHz saat ini direncanakan untuk tahun 2021. Di AS lelang spektrum gelombang milimeter (mmWave) menghasilkan USD4,47 miliar – total tunggal terbesar dalam sejarah AS – pada musim semi tahun 2020.

2. Penerapan dan cakupan

Meskipun 5G menawarkan peningkatan kecepatan dan bandwidth yang signifikan, jangkauannya yang lebih terbatas mengharuskan operator membuat infrastruktur lebih banyak. Frekuensi yang lebih tinggi memungkinkan gelombang radio tinggi terarah, yang berarti ia dapat ditargetkan atau diarahkan (beamforming).

Tantangannya adalah antena 5G, meskipun mampu menangani lebih banyak pengguna dan data, tetapi memancarkan jarak yang lebih pendek. Bahkan dengan antena dan stasiun pangkalan yang semakin kecil dalam skenario ini, lebih banyak dari antena tersebut yang kemungkinan harus dipasang di gedung atau rumah.

Kota-kota mungkin perlu memasang repeater ekstra untuk menyebarkan gelombang dalam jarak yang lebih jauh, sembari mempertahankan kecepatan yang konsisten di daerah-daerah berpenduduk padat.

3. Biaya

Membangun jaringan adalah sesuatu yang tidak murah, dan operator akan mengumpulkan uang dengan meningkatkan pendapatan dari pelanggan. Sama seperti paket 4G dengan biaya awal lebih tinggi, 5G mungkin akan mengikuti jalur yang sama. Perlu diingat bahwa pembangunan 5G bukan hanya meneruskan di atas jaringan yang ada – ini membangun dasar untuk sesuatu yang sama sekali baru.

Menurut Mobile Operator 5G Capex, total pengeluaran global untuk 5G ditetapkan mencapai USD88 miliar (Rp1.243 triliun) pada 2023. Setelah itu benar-benar layak, segmen perangkat tertentu akan terhubung dengan cara yang sama sekali baru, terutama kendaraan, peralatan, robot, dan infrastruktur kota.

4. Peraturan dan standar

Regulator akan mempertimbangkan penyebaran 5G, terutama dengan infrastruktur tambahan yang diperlukan untuk menyebarkan jaringan. Operator perlu memasang antena, pemancar dan repeater baru.

Selain itu, regulator perlu menangani layanan 5G secara bergelombang di berbagai sektor vertikal. Ini dapat mencakup ketersediaan spektrum, peraturan radiasi EMF, pembagian infrastruktur, dan keamanan siber. Ada sebuah laporan yang mambahas berbagai aspek dan tantangan yang terlibat untuk mencapainya.

Di Indonesia sendiri sudah melalui tahap penentuan pemenang lelang frekuensi. Tentunya proses ini masih panjang mengingat penerapan dan penggunaan infrastruktur tambahan tersebut membutuhkan waktu. Regulasi terkait 5G dan ekosistemnya pun masih dalam tahap pengkajian.

5. Keamanan dan privasi

Poin ini akan menjadi tantangan dengan teknologi berbasis data. Peluncuran 5G harus bersaing dengan ancaman keamanan siber standar dan canggih. Meskipun 5G berada di bawah Authentication and Key Agreement (AKA), sistem yang dirancang untuk membangun kepercayaan antar jaringan, saat ini dimungkinkan untuk melacak orang di sekitar menggunakan ponsel. Bahkan mereka bisa menguping panggilan telepon langsung.

Tanggung jawab akan ada pada operator dan konsorsium jaringan untuk menyediakan keamanan digital bagi pelanggan. Dengan kecepatan data yang diharapkan lebih cepat dari 4G, konektivitas 5G juga akan meningkat. Ini akan memaksa layanan berbasis cloud dan virtualisasi data menjadi seketat mungkin untuk melindungi data dan privasi pengguna.

Share
×
tekid
back to top