sun
moon
Premium Partner :
  • partner tek.id realme
  • partner tek.id acer
  • partner tek.id telkomsel
  • partner tek.id samsung
  • partner tek.id poco

Alvin Tse, Mi gaib, dan tantangan Xiaomi di Indonesia

Sulit dimungkiri, Xiaomi bisa sukses melesat atau gagal menjadi pemimpin pasar karena satu faktor terpenting: dirinya sendiri.

Alvin Tse, Mi gaib, dan tantangan Xiaomi di Indonesia
Alvin Tse, Country Director Xiaomi Indonesia (Wahyu Kurniawan/Tek.id))

Strategi Xiaomi di Indonesia, kuat tapi gampang ditiru

Strategi Xiaomi hampir sama di setiap negara yang disambanginya. Xiaomi mengandalkan penjualan online untuk menekan harga menjadi lebih murah dari pesaingnya. Saat memulai debut di Indonesia tahun 2014, Xiaomi menggaet e-commerce Lazada. Hal ini terus berlangsung sampai saat ini dengan penambahan beberapa rekanan.

Metodenya juga masih sama, yakni flash sale. Melalui flash sale, Xiaomi hanya menjual smartphone dalam beberapa periode. Penjualan setiap batch dibatasi hingga tingkat tertentu. Waktunya juga sangat terbatas. Beberapa ahli menjuluki strategi ini sebagai Hunger Marketing.

Xiaomi dikenal sebagai merek smartphone dengan harga terjangkau, namun kualitasnya mampu bersaing dengan smartphone di atas rentang harganya. Penyebabnya jelas karena strategi pemasarannya yang mampu menekan harga sampai seminimal mungkin.

Sebagai gambaran, Redmi Note 8 Pro di Indonesia, yang diperkuat chipset Helio G90T dengan RAM 6GB dan ROM 128GB hanya dibanderol Rp3.399.000. Padahal, smartphone dengan chipset tandingannya dibanderol dengan harga yang jauh lebih mahal.

Selain menekan biaya promosi, Xiaomi memang dikenal menetapkan margin keuntungan yang sangat kecil. Xiaomi hanya mengambil keuntungan sebesar 5 persen saja dari produk smartphone yang dijual. Jumlahnya terpaut sangat jauh dengan Samsung, misalnya.

Di tahun 2017, data IDC mencatat bahwa Samsung mengambil keuntungan hingga 69,7 persen hanya dari Galaxy Note 3 saja. Perbedaannya terpaut sangat jauh dengan Xiaomi yang hanya mengambil keuntungan 5 persen.

Strategi keuntungan 5 persen itu mulai diterapkan Xiaomi ketika perusahaan itu hendak beralih menjadi perusahaan publik. Lei Jun mengungkapkan, Xiaomi ingin membuat inovasi yang terjangkau untuk semua orang.

Lalu, darimana perusahaan mendapatkan keuntungan?

Lei Jun mengungkapkan, Xiaomi mengandalkan layanan lainnya, seperti iklan dan software. Sebagai gambaran, dalam laporan Q3 2018, Xiaomi mencatat pendapatan sebesar CNY50,8 miliar atau sekitar Rp101 triliun. Itu mencakup semua lini bisnis Xiaomi. Bisnis smartphone menyumbangkan sekitar 31 persen, bisnis IoT dan perangkat elektronik rumahan menyumbang pendapatan sebesar CNY10,8 miliar, dan layanan internet sebesar CNY4,7 miliar.

Kesuksesan Xiaomi tak terlepas dari peran penggemarnya di Indonesia. Mi Fans - sebutan penggemar Xiaomi merupakan komunitas pecinta produk Xiaomi. Komunitas ini mulai terbentuk pada 2014, sejalan dengan debut Xiaomi di Indonesia. Dalam setiap acara peluncuran produk baru, Xiaomi tak pernah luput mengajak Mi Fans untuk ikut bergembira meresmikannya ke publik. Sebelum masuk ke Indonesia, Xiaomi sebenarnya sudah punya penggemar yang tergabung dalam MIUI fans.

Menariknya, Mi Fans tampak begitu setia kepada Xiaomi hingga siap berada di garda terdepan saat merek idolanya itu diterpa isu negatif.

Lantas, apa yang membuat Mi Fans begitu setia? Salah satu anggota Mi Fans, Fajar, yang kami hubungi mengatakan, Mi Fans memiliki posisi yang sangat penting bagi Xiaomi.

“Mi Fans dilibatkan dalam proses pembuatan produk baru melalui feedback yang mereka kasih. Khusus untuk Mi Fans, Xiaomi menyediakan F-Code untuk membeli produk terbaru melalui mi.com,” ujarnya.

Tak hanya itu, Xiaomi memberikan kesempatan bagi Mi Fans terpilih atau disebut Mi Explorers untuk mencoba produk terbaru Mereka, bahkan sebelum produk tersebut diluncurkan ke publik.

Jumlah Mi Fans terus bertambah setiap tahun. Mengutip Detik.com, jumlah Mi Fans Indonesia pada 2017 mencapai 300 ribu orang. Pertumbuhan Mi Fans yang eksponensial tercatat terjadi pada 2018. Fajar menyebut, jumlahnya mencapai 1.035.635 anggota, atau tumbuh lebih dari tiga kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Sementara hingga November 2019, jumlah Mi fans tercatat mencapai 1.564.243.

Mi Fans terhubung dalam berbagai kegiatan, baik offline maupun online. Mereka juga terkoneksi dalam aplikasi dan situs Mi Community. Melalui fasilitas ini, mereka bisa bertukar pikiran, mendiskusikan berbagai persoalan produk, hingga layanan Xiaomi.

Sejak awal, Xiaomi juga memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan seluruh produknya. Melalui media sosial, Xiaomi mampu menyentuh langsung para penggunanya dengan menjawab berbagai keluhan dan pertanyaan.

Xiaomi menghindari promosi besar-besaran, berkebalikan dengan semua pesaingnya, seperti Oppo, Vivo atau Samsung. Walau sukses, strategi semacam ini nyatanya amat mudah ditiru pesaing. Mau tak mau, Xiaomi akhirnya menjual produknya secara offline. Strategi penjualan online dan zero marketing cost mereka tak lagi bisa diandalkan karena dipepet ketat oleh pemain baru: realme.

    Share
    ×
    tekid
    back to top