sun
moon
Premium Partner :
  • partner tek.id samsung
  • partner tek.id telkomsel
  • partner tek.id acer
  • partner tek.id poco
  • partner tek.id realme
Kamis, 29 Mar 2018 11:00 WIB

Thomas Djamaluddin dan harapan besar dunia antariksa Indonesia

Prof. Dr. Thomas Djamaluddin punya banyak harapan besar soal LAPAN dan dunia antariksa nasional indonesia

Thomas Djamaluddin dan harapan besar dunia antariksa Indonesia
(Foto: Erlanmart/Tek.id)

Antariksa dan masa depannya di Indonesia

Bertahun-tahun berkarir di LAPAN membuat Thomas memahami bagaimana kondisi antariksa di Indonesia. Menurutnya meski tertinggal jika dibandingkan dengan NASA, teknologi antariksa Indonesia tergolong yang terbaik ketimbang negara-negara di Asia Tenggara.

Yang menjadi kendala yakni jumlah anggaran serta jumlah Sumber Daya Manusia (SDM). Bukan berarti minat untuk menjadi antariksawan rendah di Indonesia, melainkan dukungan yang masih kurang dari pemerintah.

"Kebijakan nasional dan keterbatasan nasional belum memungkinkan. Dari segi anggaran, di Indonesia pengembangan teknologi antariksa belum menjadi prioritas. Padahal di negara-negara seperti India yang pendapatan per kapitanya lebih rendah tapi komitmen pemerintahnya, teknologi antariksa itu mendapatkan prioritas. Karena mereka menganggap teknologi antariksa itu bisa membawa kebanggaan nasional," ujar Thomas.

Sejatinya, teknologi antariksa juga tak kalah penting dari teknologi informasi dan komunikasi yang banyak dikembangkan dan dimanfaatkan. Thomas menuturkan, teknologi antariksa menjadi salah satu dari dua teknologi yang mempengaruhi kehidupan manusia modern.

"Tanpa teknologi antariksa, teknologi informasi pun tak akan maju. Jadi manusia modern ini membutuhkan dua (teknologi). Memang ada teknologi kedokteran dan lainnya tapi yang membutuhkan adalah mereka yang sakit misalnya, yang sehat belum perlu. Kalau teknologi informasi dan antariksa semua orang perlu karena untuk komunikasi," kata Thomas.

"Untuk komunikasi orang membutuhkan teknologi antariksa, mau tidak mau harus ada satelit. Jadi kedepannya memang teknologi antariksa menjadi bagian dari teknologi yang mempengaruhi peradaban manusia. Tanpa teknologi antariksa, kehidpan manusia modern lumpuh, karena segala sesuatu saat ini membutuhkan satelit," imbuh Thomas menjelaskan.

Untuk dunia antariksa di Indonesia, Thomas berambisi Tanah Air yang mampu mandiri sebagaimana visi LAPAN "Kemandirian teknologi antariksa". Thomas sesumbar Indonesia telah memiliki dasar yang mendukung teknologi tersebut dimana keberadaannya di ekuator atau garis khatulistiwa.

Ekuator sendiri dinilai menjadi lokasi yang paling bagus untuk peluncuran wahana antariksa. Belum lagi kemampuan Indonesia yang bisa membangun satelit sendiri. Alhasil jika Indonesia mampu memanfaatkan bekal tersebut dan mandiri dalam memanfaatkan teknologi antariksa, Tanah Air akan semakin maju.

"Negara yang menguasai teknologi antariksa dianggap sebagai negara yang maju. Kita sudah mampu membangun satelit sendiri. Indonesia terbilang pelopor membangun satelit di Asia Tenggara. Di Asia Tenggara baru Indonesia yang mengembangkan teknologi roket. Kita menargetkan roket kita bukan hanya untuk jarak dekat tapi untuk meluncurkan satelit juga," terang Thomas menjelaskan ambisinya.

Lebih lanjut, Thomas menuturkan jika pemerintah menjadikan teknologi antariksa sebagai prioritas, maka pengembangan kemampuan SDM pun juga bisa dipacu. Kemampuan Indonesia untuk mandiri dalam penguasaan teknologi antariksa pun akan membuat negara tak hanya dimanjakan satelit buatan "asing", namun memberdayakan SDM sendiri, merakit hingga menikmati satelit karya bangsa.

LAPAN vs NASA

NASA kerap menjadi salah satu kiblat dalam menambang pengetahuan antariksa. Pasalnya lembaga milik pemerintah Amerika Serikat (AS) itu, kerap melangsungkan misi eksplorasi luar angkasa dengan menggunakan berbagai roket dan satelit peluncur yang dikembangkan secara mandiri maupun melibatkan perusahaan swasta.

Ambisi untuk mencapai kesuksesan layaknya NASA memang bukan hal yang terlarang. Justru ambisi tersebut akan menjadi motivasi agar LAPAN tak dipandang sebelah mata.

Ditanya kapan LAPAN setara dengan NASA, Thomas memang tak pesimis. Menurutnya, ada kemungkinan untuk LAPAN mendekati pencapaian NASA tentunya dengan dukungan dari semua pihak termasuk pemerintah. Klaim ini mengacu pada penilaian Thomas bahwa ekonomi di Indonesia sudah tergolong seperti negara maju, hanya diperlukan kebijakan dari pemerintah terkait penguasaan teknologi demi meningkatkan daya saing.

"Kalau menyetarakan NASA (dengan LAPAN) sama, susah. Tapi minimal makin lama makin mendekati. Dari segi ekonomi kita sudah masuk negara maju sebenarnya. Maka kalau kemudian kebijakan pemerintah pun diarahkan untuk penguasaan teknologi dan penyebutan 'meningkatkan daya saing' bukan hanya slogan tapi terwujud dalam kebijakan termasuk penguasaan teknologi untuk meningkatkan daya saing, saya kira gap-nya makin dekat," kata Thomas.

Kepala LAPAN itu menegaskan target terkait kemandirian antariksa yang mengantarkan LAPAN mendekati NASA bisa diwujudkan pada tahun 2040. Alhasil Indonesia sebagai negara maju yang menguasai teknologi antariksa bisa benar-benar diwujudkan jelang 100 tahun Indonesia merdeka di 2045.

"Setidaknya penguasaan tekologi antariksa kita, tingkat kemandirian kita lebih baik lagi. Kita bercita-cita mempunya bandar antariksa sendiri, roket peluncur satelit sendiri, membuat satelit sendiri. Jadi kemandirian keantariksaan 2040, menjelang 100 tahun Indonesia merdeka. 2045 Indonesia merdeka, gambaran Indonesia negara maju yang menguasai teknologi antariksa sudah benar-benar terwujud," ujar Thomas berharap.

LAPAN dalam genggaman Thomas Djamaluddin

Hampir sepanjang hidupnya setelah menempuh studi astronomi di ITB dan Kyoto University, Thomas Djamaluddin mengabdikan diri di LAPAN. Posisi kepala LAPAN sendiri telah diemban Thomas sejak tahun 2014 dengan periode kepemimpinan selama lima tahun.

Sejauh ini, Thomas menuturkan telah mengantarkan rencana strategis LAPAN dengan visi mewujudkan LAPAN sebagai pusat unggulan penerbangan dan antariksa. Dalam praktiknya, LAPAN telah memiliki 7 pusat unggulan yang tersebar di berbagai daerah.

"Dari tujuh pusat teknis yang ada di LAPAN, 3 sudah ditentukan oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) sebagai pusat unggulan IPTEK, dua sedang dibina dan dua lagi tahun ini akan didaftarkan sebagai pusat unggulan IPTEK. Jadi saya menargetkan 2019 akhir dalam tahapan rencana strategis LAPAN, itu bisa diwujudkan. Tujuh pusat unggulan IPTEK dan satu pusat unggulan kebijakan antariksa," katanya.

Selanjutnya, Thomas mengharapkan LAPAN mampu mendorong perusahaan swasta untuk turut andil di sektor antariksa. Dengan begitu, pemain di dunia antariksa Indonesia tak hanya dikuasai LAPAN namun juga pihak swasta.

Kepmimpinan Thomas Djamaluddin sebagai kepala NASA-nya Indonesia akan berakhir pada 2019. Ia menuturkan akan tetap mengabdikan dirinya di dunia antariksa baik menjadi peneliti di LAPAN maupun dosen di berbagai perguruan tinggi. Thomas juga tak menampik kesiapannya jika periode selanjutnya dirinya masih terpilih untuk menjabat kursi nomor satu di LAPAN.

Share
×
tekid
back to top