Raine Renaldi, sosok nyentrik dibalik startup diOpentrip
Tek.id berkesempatan untuk berbincang dengan Raine Renaldi, sang Direktur diOpentrip. Dia berkisah bagaimana sepak terjangnya bergelut diberbagai bidang bisnis hingga menjamah bidang traveling.
Digitalisasi makin memudahkan masyarakat penggemar traveling atau para pelancong. Kehadiran ragam platform pendukung traveling seperti Traveloka dan Tiket.com kini memampukan para pelancong ini untuk merencanakan wisata mereka jauh-jauh hari. Ada pula Trivago yang merupakan platform agregator online travel agent (OTA), guna membantu pelancong membandingkan harga layanan dari berbagai agen travel di internet.
Layanan agregator serupa kini telah hadir di Indonesia. Startup ini bernama diOpentrip. Layanan ini dibangun oleh Raine Renaldi dibawah naungan PT Global Digital opentrip. Meski startup besutannya memiliki konsep serupa dengan Trivago, Raine optimis bisnis traveling memiliki peluang yang besar sehingga dirinya layak menjamahnya.
Kesempatan untuk berbincang dengan Raine Renaldi, sang Direktur diOpentrip, pun hadir. Sepak terjangnya cukup panjan diberbagai bidang bisnis hingga akhirnya menjamah bidang traveling.
Tanpa latar belakang akademis
Raine, pria kelahiran Bandung itu mengaku tak memiliki latar belakang teknologi secara akademis. Dia merupakan lulusan Ilmu Informasi dan Perpustakaan di Universitas Padjajaran (Unpad), Sumedang, Jawa Barat. Namun rupanya, sejak berstatus mahasiswa pria nyentrik ini memang telah memiliki jiwa wirausaha.
Kala itu Raine menjadi pendiri Federasi Pengusaha Unpad, serta presiden Bataradewa Trading Academy. Lulus dari Unpad pada 2014, Raine berkarier di dunia ekonomi sebagai trader di salah satu broker kenamaan di Indonesia serta banker di bank asing.
Akan tetapi jauh sebelum itu, Raine memulai debutnya di ranah digital sejak 2009, dimana ia menjajakan produk fashion berlabel LordraineR Stuff. Di dalam jaringan internet ia menjual produk sepatu kulit premium kala itu. Mulanya produk tersebut dijual melalui platform blogspot hingga akhirnya Raine membuat website lordrainer-stuff.com.
Siapa sangka produknya bahkan dilirik oleh netizen dari mancanegara. Dari tahap inilah kiprah Raine diranah teknologi mulai terasah. Sejatinya bisnis tersebut memiliki peluang yang besar bagi Raine. Bahkan brand besutannya itu masuk dalam daftar 5.000 brand ternama di Asia dan Eropa. Namun 'tuntutan tetangga' membuatnya terusik untuk mencari peluang di bidang yang lain. Alhasil online shop besutannya itupun agak terbengkalai meski produksinya masih berlangsung.
Tuntutan tetangga yang ia maksud itu adalah pertanyaan tetangga yang selalu bertanya perihal kejelasan pekerjaannya.
"Padahal dulu saya enggak mau kerja. Jadi saya memenuhi keinginan tetangga dengan bekerja di bank," kenang Raine.
Jadi 'makelar' hotel murah
Tuntutan pekerjaanya yang kerap bepergian ke luar kota, membuat Raine menjadi hobi melancong. Berbeda dengan pelancogn lainnya, secara khusus Raine menikmati tiap hotel yang ia tempati kala perjalanan dinas.
"Saya merasakan ternyata hotel-hotel mewah itu menyenangkan. Jadi saya punya hobi staycation, kalau orang kan vacation itu liburannya, tapi saya enggak. Saya mencari hotelnya itu," kata Raine.
Dari kegemarannya tersebut Raine menemukan kendala ketika dirinya berniat mencari hotel bintang lima dengan harga yang terjangkau. Kala itu Raine mengakui bahwa Trivago memang telah tersedia, namun harga yang ditawarkan platform agregator OTA tersebut tak sesuai dengan ekspektasinya.
Berbekal kemampuannya membuat website dan aplikasi, Raine akhirnya memutuskan untuk membuat platform agregator OTA dengan konsep beda. Raine pun mendirikan diOpentrip. Ia berambisi untuk menawarkan harga yang lebih terjangkau dan memanjakan pengguna melalui fitur nego serta fitur berbeda lainnya.
Ide diOpentrip ini sudah ada sejak tahun lalu, ketika dirinya memahami trik untuk mendapatkan hotel berharga murah. Keahlian itu pula yag membuat banyak orang penasaran untuk mengetahui triknya. Raine berkisah pada lebaran tahun lalu banyak orang menanyakan trik mendapatkan hotel maupun tiket pesawat murah.
Namun seiring waktu pertanyaan tersebut dirasa repot sehingga muncul gagasan untuk membuat sebuah layanan agregator OTA secara online. Tepat setelah lebaran 2017 atau tepatnya Juli tahun lalu, terbentuklah diOpentrip dalam bentuk website.
Menjamurnya perangkat mobile juga membuat banyak kalangan bergantung pada sebuah aplikasi. Hal inilah yang dirasakan oleh Raine ketika membangun diOpentrip.
"Saya rasa kebanyakan orang sedikit-sedikit bertanya, sudah ada aplikasinya belum? Dari situ saya (menyimpulkan) oke saat ini orang sudah lebih ke mobile. Saya lihat data, ternyata memang orang-orang lebih banyak menghabiskan waktu dengan gadget. Akhirnya dalam jarak satu bulan saya buat apliksi," ujarnya.
Aplikasi itu tak serta merta langsung tersedia di toko aplikasi. Sebagai alternatif, Raine memajangnya secara online melalui website guna mendapatkan umpan balik dari pengguna. Namun demikian, meski terbilang layanannya siap dioperasikan sejak tahun lalu, diOpentrip baru diresmikan pada awal April lalu.
Tak mau mengulang kesalahan
Secara teknis layanan diOpentrip memang siap beroperasi sejak akhir 2017. Namun berkaca pada pengalamannya saat menjalankan bisnis LordraineR Stuff, Raine mengaku ingin menyiapkan infrastuktur diOpentrip sepenuhnya.
"Saya pindahin ke sini (Jakarta) karena harus kuat. Karena dari sisi target, saya butuh orang yang banyak. Jadi saya siapin infrastrukturnya, jangan sampai seperti LordraineR Stuff yang dampaknya besar tapi sayanya enggak kuat (infrastrukturnya). Saya enggak mau itu sampai terulang," ujarnya.
Resminya, diOpentrip telah meluncur pada awal April 2018. Namun sejauh ini Raine menyebut persiapannya untuk publish masih 85 persen. Akan tetapi, layanan agregator OTA besutannya itu siap bersaing dengan platform lain terlebih ketika musim libur lebaran tiba.
Sekilas, diOpentrip memang serupa dengan Trivago. Namun tentunya, Raine memiliki strategi agar layananya memiliki ciri khas tersendiri. Beberapa fitur yang menarik dari diOpentrip yaitu fitur nego yang diklaim menjadi fitur pertama yang disediakan oleh layanan agregator OTA. Pengguna bisa memanfaatkan fitur nego melalui dua cara yaitu Nego Instan dan Nego by Chat.
Nego Instan bisa digunakan dengan menginput kode promo yang disediakan oleh diOpentrip. Sementara Nego by Chat, akan menghubungkan pengguna dengan stuff diOpentrip untuk menegosiasikan harga.
Fitur pembeda lainnya yang menarik adalah pemesanan jet pribadi dan VIP Service. Mereka memang memiliki kerjasama dengan vendor penyedia kendaraan mewah tersebut. Raine menyebut harganya berkisar Rp200 juta untuk durasi dua jam. Sementara dengan fitur VIP Service, pengguna bisa mendapatkan bantuan layanan lebih seperti pelayanan di bandara untuk proses check in, imigrasi dan proses lainnya.
Raine mengakui fitur ini memang menjadi pelengkap layanan diOpentrip. Sejauh ini banyak pengguna yang hanya penasaran pada fitur tersebut dengan mengecek harga layanan. Meski begitu, Raine tak keberatan karena fitur tersebut memang menjadi strateginya untuk memulai debut diOpentrip.
Fitur lain juga tengah ia siapkan. Sebagai bocoran, Raine menyebut bahwa ia akan menyediakan layanan booking restoran ataupun jasa fotografer di lokasi tujuan wisata melalui aplikasi diOpentrip.
Saya melihat Raine sangat besar dalam bisnis travel ini. Ia pun jeli melihat perilaku generasi millenial yang menjadi target sasar diOpentrip yang kian gemar melancong ketimbang berinvestasi jangka panjang.
Belum lagi ranah bisnis traveling yang kini semakin meluas ke bisnis kuliner hingga fotografi, sebagaimana disebutkan Raine sebelumnya. Kebutuhan pasar ini menumbuhkan kepercayaan Raine terhadap bisnis yang digelutinya ini. Memang mental baja seperti itulah yang harus dimiliki sosok pendiri startup teknologi sepertinya, dalam menghadapi persaingan yang makin terbuka di ranah digital.