sun
moon
Premium Partner :
  • partner tek.id acer
  • partner tek.id samsung
  • partner tek.id telkomsel
  • partner tek.id poco
  • partner tek.id realme
Kamis, 19 Jul 2018 13:39 WIB

Uni Eropa denda Google Rp73,5 triliun akibat praktik monopoli

Google dikatakan menggunakan dominasinya di pasar smartphone untuk mencegah perusahaan lain berkompetisi dari sisi software dan layanan digital

Uni Eropa denda Google Rp73,5 triliun akibat praktik monopoli
Foto: Quartz

Uni Eropa baru saja dilaporkan telah memberikan sanksi kepada Google berupa denda sebesar USD5,1 miliar atau sekitar Rp73,5 triliun. Denda tersebut dijatuhkan karena Google terbukti bermain curang dalam operasi dagangnya di Eropa. Hasil investigasi pihak Uni Eropa mengatakan Google menggunakan dominasinya di pasar smartphone untuk mencegah perusahaan lain berkompetisi dari sisi software dan layanan digital.

Menurut New York Times, kasus kali ini merupakan denda terbesar yang pernah dialami oleh perusahaan teknologi Amerika Serikat di Eropa. Selain itu, denda ini juga hampir dua kali lipat dari denda yang tahun lalu juga dijatuhkan Uni Eropa kepada Google akibat praktik serupa.

Kali ini pihak Uni Eropa juga bertindak tegas dan meminta Google membuka platform Android-nya agar software dan layanan pihak ketiga lainya bisa benar-benar berkompetisi dengan layanannya di platform Android. Dengan demikian, otomatis Google akan kehilangan "kontrol penuh" dari platform Android yang saat ini digunakan lebih dari 80 persen smartphone di seluruh dunia.

"Google menggunakan Android untuk mendominasi layanan pencarian dan layanan digital lainnya," kata perwakilan komisi dagang Uni Eropa, Margrethe Vestager. "Praktik kecurangan Google telah membatasi pesaingnya untuk berinovasi dan tumbuh berkembang. Google telah mengabaikan konsumen di Eropa dari praktik monopolinya kali ini."

Vestager juga mengatakan jumlah denda tersebut mencerminkan keseriusan pihak Uni Eropa dalam mencegah praktik monopoli bisnis.

Google sendiri mengatakan akan mengajukan banding atas keputusan ini, sehingga kasus ini kemungkinan besar tidak akan selesai dalam waktu dekat. Sementara itu, Google harus menyimpan uang dendanya di Uni Eropa. Jika Google kalah, maka uang denda tersebut akan didistribusikan kepada seluruh anggota uni Eropa.

Google juga diharuskan mengakhiri praktik kecurangannya dan mengikuti hukum anti-monopoli Uni Eropa dalam kurun waktu 90 hari. Jika tidak, raksasa teknologi tersebut harus membayar sejumlah uang penalti sebesar 5 persen pendapatan harian perusahaan induknya, yaitu Alphabet.

Sejak perang dagang dengan AS memanas, Uni Eropa gencar melakukan "razia" terhadap berbagai perusahaan besar AS yang beroperasi di wilayahnya. Google adalah salah satunya. Meski demikian, sanksi yang dijatuhkan kepada Google tampaknya tidak akan membuat perusahaan tersebut bergeming. Pasalnya, pasar Uni Eropa juga sudah dikuasai mereka.

Tidak hanya itu, sejak pihak Uni Eropa melakukan investigasi tiga tahun yang lalu hingga saat ini, pendapatan Alphabet terus meroket dari USD75 miliar ke USD111 miliar. Google yang berada di bawah Alphabet juga masih mendominasi pasar smartphone dengan jumlah perangkat Android terjual mencapai 1,25 miliar unit secara global tahun lalu menurut IDC. Dominasi Google dan Alphabet seakan tidak terbendung.

Google pernah diduga telah memberikan insentif khusus kepada para produsen smartphone untuk menanamkan 11 aplikasi Google ke setiap handset yang diproduksi. Produsen smartphone tentu tidak keberatan dengan insentif ini, mengingat margin keuntungan mereka dari penjualan perangkat rata-rata sangat tipis.

Melalui cara tersebut, Google bisa meraup untung yang sangat tinggi dan jumlah pengguna layanan populer seperti Maps, Search, Chrome, dan YouTube mencapai lebih dari 1 miliar pengguna setiap harinya.

Hal tersebut juga membuat pembuat software kewalahan untuk bersaing dengan Google. Developer browser Firefox misalnya yang mengaku sangat kewalahan untuk bersaing dengan Google Chrome karena browser tersebut sudah sejak awal terpasang di handset Android.

Selain itu, Google juga otomatis mengalihkan pencarian ke Google Search ketika pengguna Chrome mencari sesuatu di internet. Hal tersebut menutup celah bagi pengembang layanan pencarian lainnya untuk berkembang. Hal serupa juga terjadi di layanan toko aplikasi, dimana Google Play Store masih sangat mendominasi karena pencarian aplikasi Android pasti diarahkan ke layanan Google tersebut.

Praktik Google tersebut memang tidak akan terlalu terasa merugikan bagi konsumen secara langsung, khususnya pengguna smartphone Android. Namun pihak Uni Eropa sangat tidak ingin adanya praktik monopoli pasar karena akan menghambat inovasi dan pada akhirnya bisa merugikan konsumen meski secara tidak langsung.

Share
×
tekid
back to top