×
Kanal
    • partner tek.id realme
    • partner tek.id samsung
    • partner tek.id acer
    • partner tek.id wd
    • partner tek.id wd
    • partner tek.id wd
    • partner tek.id wd

Perjalanan Edi Suwanto: Dari Kehilangan Penglihatan hingga Menjadi Penggerak Inklusi Digital Lewat AI di Microsoft Elevate

Oleh: Tek ID - Kamis, 11 Desember 2025 13:50

Kisah Edi Suwanto, pendidik tunanetra di Microsoft Elevate, menunjukkan bagaimana AI membuka akses kesetaraan dan peluang bagi penyandang disabilitas.

Penggerak Inklusi Digital Lewat AI di Microsoft Elevate Edi Suwanto, penyandang disabilitas yang kini menjadi edukator lewat Microsoft Elevate. dok. Microsoft

Ketika kehilangan penglihatan akibat insiden di laboratorium kimia, dunia yang selama ini dikenalnya perlahan memudar bagi Edi Suwanto. 

Namun dari titik kelam itu, teknologi aksesibel membuka jalan baru yang membuatnya kembali terhubung dengan pendidikan, kesempatan, dan komunitas. 

Kini, sebagai fasilitator penyandang disabilitas di program Microsoft Elevate, Edi bukan hanya pengajar, ia menjadi simbol bagaimana teknologi, terutama kecerdasan buatan, mampu menghapus batasan dan menciptakan ruang kesetaraan di era digital.

Momentum peringatan International Day of Persons with Disabilities mengingatkan dunia bahwa transformasi digital belum sepenuhnya merangkul semua orang. 

Di tengah pesatnya adopsi teknologi, banyak penyandang disabilitas, termasuk tunanetra, masih berjuang memperoleh akses yang seharusnya dapat memudahkan kehidupan mereka. 

Kesenjangan digital tetap menjadi hambatan utama untuk belajar, bekerja, dan berpartisipasi dalam masyarakat yang kini hampir seluruhnya berlangsung secara digital.

Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023 mencatat ada 22,97 juta penyandang disabilitas di Indonesia, dengan 17 juta di antaranya berada pada usia produktif. Namun tingkat partisipasi kerja mereka baru mencapai 45%. 

Dalam kenyataan di mana dunia kerja semakin berbasis teknologi dan AI, angka tersebut memperlihatkan perlunya akses yang lebih luas dan inklusif. Di balik tantangan itu, hadir harapan baru, teknologi kecerdasan buatan sebagai alat kesetaraan.

Berbagai penelitian internasional mendukung manfaat AI bagi inklusi. Data UNDP menunjukkan lebih dari 1,5 miliar orang hidup dengan gangguan pendengaran. 

Teknologi speech-to-text, pengenalan suara, dan pemisahan sumber audio kini membantu mereka berkomunikasi tanpa hambatan. 

Bagi penyandang hambatan penglihatan, mulai dari 43 juta orang dengan kebutaan total hingga ratusan juta lainnya yang mengalami gangguan penglihatan, AI mampu membaca ekspresi, mendeskripsikan gambar, dan memetakan lingkungan dengan akurasi tinggi, mengurangi rasa isolasi dan meningkatkan kemandirian.

Dalam kebutuhan pekerjaan, riset EY dan Microsoft menunjukkan Microsoft 365 Copilot memberikan manfaat signifikan bagi karyawan disabilitas dan neurodivergen. 

Selain meningkatkan produktivitas, Copilot mengurangi beban kognitif, membantu komunikasi, dan membuka akses pembelajaran yang lebih personal, termasuk bagi mereka yang memiliki kesulitan bahasa atau hambatan membaca dan menulis. AI bukan sekadar teknologi, tetapi menjadi assistive technology generasi baru.

Edi merasakan langsung kekuatan teknologi tersebut. Setelah kehilangan penglihatannya, screen reader, laptop berbasis audio, dan perangkat aksesibel lain mengembalikan aksesnya terhadap dunia belajar. 

Dari pengalaman itu, ia mendirikan difabelajar.id, platform pembelajaran digital khusus tunanetra yang mengajarkan pemanfaatan komputer, Microsoft 365, pembuatan konten, hingga dasar coding.

“Teknologi itu yang menyamakan posisi kami. Sekarang, dengan AI, teman-teman tunanetra bisa membuat konten, belajar keterampilan baru, bahkan mengekspresikan diri tanpa batas. Teknologi membuat kami lebih mandiri,” ujar Edi.

Melalui kelas-kelas yang ia ajarkan di pesantren tunanetra Sam’an Cinta Quran, program Microsoft Elevate, dan difabelajar.id, AI membantu peserta menjadi lebih mandiri, percaya diri, dan siap memasuki dunia digital. 

Copilot memudahkan mereka membuat content plan sebulan penuh hanya dalam 1–2 jam, menyederhanakan materi belajar, menulis artikel, hingga mendesain website yang ramah aksesibilitas.

Para peserta mulai merasakan perubahan nyata: mahasiswa tunanetra lebih mudah menyelesaikan skripsi, pelaku UMKM tunanetra dapat meningkatkan omzet berkat konten pemasaran yang lebih rapi, dan seorang dosen tunanetra di Bandung kini dapat mengelola kelas digitalnya dengan lebih efisien melalui Copilot.

Bagi Edi, kemampuan bahasa, keterampilan digital, dan keberanian untuk belajar menjadi fondasi kemandirian penyandang tunanetra. 

Dengan AI, mereka dapat bekerja dari rumah, memulai usaha, freelancing, atau sekadar berinteraksi tanpa hambatan.

“Kalau skill bahasa dan teknologi dikuasai, teman-teman disabilitas bisa berdiri sejajar dengan yang non-disabilitas. Kami hanya butuh kesempatan untuk membuktikannya,” katanya.

Dalam pandangannya, AI bukan semata alat kerja, tetapi sarana untuk hadir, berpartisipasi, menghasilkan karya, dan menjadi bagian penuh dari masyarakat digital.

Sebagai fasilitator Microsoft Elevate melalui mitra program Alunjiva, Edi memperluas dampaknya. Ia tidak hanya mengajarkan cara menggunakan AI, tetapi membantu peserta memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari. 

Dengan pendekatan empatik dan berbasis pengalaman hidupnya, Edi menunjukkan bahwa dengan dukungan yang tepat, setiap individu memiliki peluang untuk berkembang di era AI.

Melalui Microsoft Elevate dan para mitranya, Microsoft ingin memastikan komunitas disabilitas bukan sekadar mengikuti perkembangan teknologi, tetapi juga berperan aktif di dalamnya, sebagai pembelajar, kreator, profesional, dan pemimpin komunitas.

"AI bukan hanya tentang teknologi canggih, tetapi tentang membuka pintu kesempatan bagi setiap orang. Dengan AI, kita menghapus batasan, menciptakan ruang inklusif, dan memastikan bahwa siapa pun dapat hadir, berpartisipasi, dan berkembang di era digital," kata Arief Suseno, AI Skills Director Microsoft Indonesia.

Karena pada akhirnya, dunia digital yang inklusif hanya terwujud ketika semua orang benar-benar dapat bergabung di dalamnya. 

Melalui equal.elevaite.id, komunitas penyandang disabilitas kini memiliki ruang belajar AI yang dirancang inklusif, membuka kesempatan yang lebih luas untuk berkembang, berkarya, dan menjadi setara di era digital.

×
back to top