Riset Buktikan Sejumlah Pekerjaan Tidak Bisa Digantikan Oleh AI, Hambatan Nonteknis Jadi Penentu
Riset SHRM: hanya 6% pekerjaan di AS benar-benar rentan digantikan AI. Faktor manusia, regulasi, dan preferensi jadi penghalang utama.
ilustrasi AI dan pekerjaan. dok. Freepik
Kekhawatiran bahwa kecerdasan buatan (AI) akan merebut jutaan pekerjaan tampaknya tidak sepenuhnya akurat.
Sebuah survei terbaru dari Society for Human Resource Management (SHRM) menunjukkan hanya sekitar 6% pekerjaan di Amerika Serikat yang benar-benar rentan digantikan oleh AI, jauh lebih rendah dibanding prediksi industri.
SHRM mewawancarai lebih dari 20.000 pekerja AS untuk melihat seberapa besar porsi pekerjaan yang sudah diotomatisasi, baik oleh mesin maupun generative AI.
Hasilnya, sekitar 15,1% pekerjaan sudah 50% dikerjakan mesin, dan 7,8% dikerjakan AI generatif. Namun, pekerjaan yang benar-benar bisa hilang hanya sebagian kecil karena adanya faktor penghambat nonteknis.
- Red Hat Perkuat Inferensi AI di AWS, Dorong Kinerja Tinggi dan Efisiensi Biaya AI Generatif
- Google dan OpenAI Luncurkan Pembaruan Model AI dalam Waktu Berdekatan, Sinyal Perang AI Makin Intens
- Prediksi Tren AI Analog Devices: Makin Terasa Nyata dengan Physical AI dan Desentralisasi di Perangkat Humanoid
- Lonjakan Agentic AI Picu Peningkatan Risiko Siber: F5 Peringatkan Kesenjangan Keamanan API di Asia Pasifik
"AI adalah teknologi fenomenal yang pasti mengubah cara kita bekerja, tapi tidak serta-merta akan menimbulkan gelombang besar pengangguran seperti yang dibayangkan,”"kata James Atkinson, VP Thought Leadership SHRM, dikutip dari CNet.
Survei ini menyoroti kemampuan teknis AI saja tidak cukup untuk menggantikan manusia. Faktor-faktor seperti preferensi pelanggan, regulasi, kontrak serikat pekerja, hingga efektivitas biaya menjadi penghalang utama otomatisasi penuh.
Atkinson mencontohkan profesi pilot. "Komputer mungkin bisa menerbangkan pesawat, tetapi tidak ada penumpang yang mau masuk kabin kosong tanpa pilot manusia," ujarnya.
Selain itu, biaya juga menjadi faktor penting. Teknologi kasir swalayan misalnya, mungkin efisien bagi jaringan ritel besar seperti Walmart, tetapi tidak relevan bagi toko kecil yang tetap membutuhkan kasir manusia.
Profesi yang paling rawan otomatisasi adalah pekerjaan berbasis komputer, matematika, teknik, dan arsitektur, di mana sebagian besar tugas bisa dikerjakan sistem.
Sebaliknya, pekerjaan yang membutuhkan interaksi manusia, seperti tenaga kesehatan, layanan sosial, dan perawatan personal, justru paling aman dari risiko digantikan AI.
"Industri kesehatan adalah salah satu yang terus mencatat pertumbuhan pekerjaan setiap bulan, seiring bertambahnya usia populasi. Ini juga sektor yang paling kecil risikonya digeser AI," jelas Atkinson.
Temuan SHRM mengindikasikan masa depan pasar kerja akan lebih menekankan pada keterampilan manusiawi, seperti komunikasi, pemecahan masalah, dan empati, ketimbang hanya keterampilan teknis.
"Organisasi kini semakin mencari orang dengan kemampuan problem solving yang tidak bisa dilakukan AI," tambah Atkinson.









