Antisipasi Musim Belanja Akhir Tahun, Pelaku Retail Harus Berpikir Seperti Perusahaan Teknologi Hadapi Lonjakan Data
Retail harus bertransformasi layaknya perusahaan teknologi untuk menghadapi lonjakan data, risiko siber, dan tuntutan pelanggan di musim belanja.
Ilustrasi belanja online. dok. Freepik
Menjelang musim belanja akhir tahun, perusahaan retail kembali menghadapi tantangan besar yang jauh melampaui optimisme konsumen.
Dalam ekonomi yang kini didorong oleh data, retail yang ingin bertahan harus mengadopsi pola pikir dan operasi seperti perusahaan teknologi, dari pengelolaan inventory hingga deteksi penipuan dalam hitungan detik.
Field CTO dan Cyber Security Lead Cloudera Carolyn Duby menegaskan setiap aspek retail modern kini bertumpu pada data.
“Tiap interaksi pelanggan menghasilkan informasi yang dapat memperkuat kinerja atau justru menciptakan risiko,” ujarnya.
- Indonesia Dinilai Perlu Perkuat Infrastruktur dan Akselerasi Investasi Digital
- Penggunaan AI Makin Masif di Indonesia, Infrastruktur Digital Jadi Pendorong Inovasi
- DANA Premium Mini Bikin Anak Remaja Bisa Punya Dompet Digital Bermodal KIA, Orang Tua Tetap Pegang Kendali
- MyRepublic dan Komdigi Resmikan Program Nasional untuk Perlindungan Anak di Era Digital
Pernyataan tersebut mencerminkan tekanan besar yang muncul pada momentum seperti Black Friday dan Cyber Monday, ketika volume transaksi meningkat drastis dan kerentanan sistem melonjak.
Selama puncak musim belanja, lalu lintas di toko fisik dan digital bisa melonjak beberapa kali lipat. Sistem yang tidak siap menghadapi tekanan ini berisiko mengalami perlambatan atau gangguan, yang dapat memicu kerugian pendapatan dan menurunkan kepercayaan pelanggan.
Sistem pemrosesan transaksi dan deteksi penipuan adalah komponen yang paling tertekan. Karena itu, perusahaan perlu memastikan manajemen data yang skalabel, tangguh, dan mampu mengidentifikasi gangguan secara cepat.
“Visibilitas dan kontrol adalah pusat praktik data yang membuat sistem tetap tangguh meski menghadapi lonjakan beban,” ujar Duby.
Enterprise data lineage menjadi kunci untuk memetakan aliran data dan mendeteksi gangguan pada pipeline secara real time.
Dengan pemantauan yang konsisten di lingkungan hybrid cloud dan multi-cloud, perusahaan dapat menghilangkan blind spot dan memastikan data sensitif tetap terlindungi.
Selain tekanan operasional, retail kini menghadapi ancaman digital yang semakin canggih. IBM X-Force 2025 Threat Intelligence Index mencatat Asia Pasifik menyumbang 34% serangan siber global, tertinggi di dunia.
Microsoft Digital Defense Report 2025 juga menempatkan Indonesia di peringkat ke-12 negara dengan aktivitas siber tertinggi di kawasan.
Situasi ini turut membentuk persepsi konsumen. Menurut PwC Voice of the Consumer Survey 2024, 74% konsumen Asia Pasifik khawatir terhadap privasi data, dan 50% tidak nyaman berbelanja melalui media sosial.
Di Indonesia, mayoritas konsumen bahkan lebih memilih layanan digital yang lambat asalkan keamanan datanya terjamin.
Lingkungan retail yang semakin terhubung, mulai dari toko, gudang, platform daring, hingga perangkat IoT di truk pengiriman, membuat permukaan serangan semakin luas.
Sistem legacy yang masih banyak digunakan di industri ini menambah risiko karena sulit beradaptasi dengan ancaman baru.
Dalam kondisi tersebut, keamanan siber bukan lagi isu teknis semata, melainkan prioritas bisnis. Retail perlu memastikan bahwa data pelanggan dikelola secara bertanggung jawab dan mematuhi standar tata kelola yang kuat.
Arsitektur zero-trust serta sistem secure-by-design menjadi fondasi yang harus ditegakkan sejak awal. Pendekatan ini membatasi paparan risiko dan memastikan kepatuhan regulasi berjalan konsisten di seluruh lingkungan hybrid.
“Keamanan yang kuat dan tata kelola menyeluruh adalah kunci mempertahankan loyalitas pelanggan,” kata Duby menegaskan pentingnya proteksi data sebagai pembeda kompetitif di industri retail yang sangat ketat.
Kecerdasan buatan (AI) dan machine learning kini menjadi tulang punggung inovasi retail. Teknologi ini memperkuat kemampuan perusahaan dalam memproyeksikan permintaan, personalisasi layanan, dan mendeteksi penipuan secara cepat.
Cloudera mendukung pemanfaatan data historis dan data real-time, keduanya menjadi elemen penting dalam model bisnis retail.
Data historis memberikan wawasan mengenai perilaku pelanggan, sementara ingestion data real-time memungkinkan keputusan dinamis—seperti mengirimkan penawaran personal saat pelanggan memasuki toko atau mendeteksi transaksi mencurigakan dalam hitungan detik.
Dalam retail, waktu adalah segalanya. Penawaran yang terlambat 15 menit bisa kehilangan efektivitas, sementara deteksi penipuan yang terlambat bisa berujung pada kerugian besar.
Pada akhirnya, pemenang di industri retail adalah mereka yang mampu menangani lonjakan beban sistem, mengelola data secara bertanggung jawab, dan membangun kepercayaan pelanggan di tengah meningkatnya ancaman digital.









