Perlindungan Data di Era AI Harus Dimulai dari Visibilitas dan Tata Kelola yang Kuat
Cloudera tegaskan visibilitas dan tata kelola data jadi fondasi utama keamanan siber di era AI untuk mencegah kebocoran dan meningkatkan resiliensi.
Ilustrasi perlindungan data. dok. Freepik
Di tengah meningkatnya ancaman siber di era kecerdasan buatan (AI), Cloudera menegaskan perlindungan data dimulai dari visibilitas dan tata kelola yang kuat.
Keamanan siber tidak hanya soal mencegah serangan, tetapi juga bagaimana organisasi mampu memahami, mengendalikan, dan mengelola data mereka secara menyeluruh di seluruh ekosistem digital.
Field CTO and Cyber Security GTM Lead Cloudera Carolyb Duby menjelaskan lonjakan penggunaan AI membuat volume sekaligus nilai data perusahaan meningkat drastis, sehingga menarik perhatian para pelaku kejahatan siber.
“Lingkungan data yang terpisah dan tidak terkelola dengan baik menciptakan celah bagi para penyerang. Tanpa visibilitas penuh, perusahaan kehilangan kendali atas aset paling berharga mereka: data,” ujarnya.
- Studi: Banyak Situs Masih Izinkan Password Lemah, Pengguna Ikut Terbiasa Ceroboh
- Peneliti Temukan Celah Keamanan Serius di ChatGPT, Berpotensi Dimanfaatkan Peretas
- Riset GASA : Kerugian Akibat Penipuan Digital di Indonesia Capai Rp49 Triliun
- Studi Coveware: Hanya 23% Perusahaan Kini Membayar Uang Tebusan Ransomware, Terendah Sepanjang Sejarah
Peringatan ini sejalan dengan proyeksi Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang memperkirakan bahwa pada tahun 2025, teknologi AI akan semakin sering disalahgunakan, terutama untuk menciptakan dan menyebarkan disinformasi dan misinformasi.
Menurut Cloudera, tidak mungkin melindungi sesuatu yang tidak terlihat. Itulah sebabnya visibilitas menyeluruh atas data menjadi fondasi keamanan modern.
Dengan banyaknya sistem dan platform penyimpanan data, tim keamanan kerap kewalahan menghadapi kompleksitas model dan kebijakan yang berbeda-beda. Akibatnya, muncul titik buta dalam pengawasan yang dapat berujung pada kebocoran data.
Cloudera menyebut visibilitas terpadu memungkinkan organisasi mendeteksi anomali, menilai risiko, dan mencegah pelanggaran sebelum terjadi.
Untuk mewujudkan hal ini, Cloudera mengakuisisi Octopai, perusahaan teknologi asal Israel yang mengembangkan solusi data lineage dan katalog data otomatis.
Teknologi ini memetakan alur dan transformasi data di seluruh sistem, sehingga membantu perusahaan memahami siapa yang mengakses data, dari mana asalnya, serta bagaimana data digunakan.
Dengan sistem data lineage yang akurat, organisasi dapat meminimalkan kesalahan pelaporan, memperkuat keandalan model AI, dan mengurangi risiko pelanggaran privasi.
Cloudera menekankan tata kelola data tidak boleh menjadi langkah tambahan, melainkan komponen utama dalam siklus hidup data.
Otomatisasi dan AI kini memungkinkan perusahaan menegakkan tata kelola dengan skala yang lebih luas, termasuk penyesuaian izin dinamis, pemantauan aktivitas mencurigakan, hingga kepatuhan regulasi secara real time.
Prinsip zero trust menjadi kunci, di mana hanya pengguna berwenang yang dapat mengakses data penting. Pendekatan ini juga mengurangi risiko karyawan melewati sistem keamanan yang kompleks, penyebab umum kebocoran data internal.
Cloudera mencontohkan Bank Negara Indonesia (BNI) sebagai perusahaan yang telah berhasil mengintegrasikan tata kelola data dan AI ke dalam strategi transformasi digitalnya. Dengan platform data terpadu Cloudera, BNI kini mampu menjalankan deteksi penipuan, pengawasan aktivitas perjudian, hingga rekomendasi produk real time secara aman dan patuh terhadap regulasi perbankan.
“Integrasi tata kelola yang kuat ke dalam alur kerja data membantu organisasi berinovasi secara bertanggung jawab tanpa mengorbankan keamanan,” jelas Duby.
Kurangnya kontrol terhadap data bukan hanya membuka peluang bagi serangan ransomware, tetapi juga merusak kepercayaan publik.
Data yang terfragmentasi dan tidak konsisten membuat alat pengawasan kehilangan efektivitas, menciptakan titik lemah yang bisa dieksploitasi penjahat siber. Dampaknya tidak hanya berupa kerugian finansial, tapi juga hilangnya reputasi dan loyalitas pelanggan.
Sebaliknya, data yang dikelola dengan baik memperkuat pertahanan siber, mempercepat respons, dan memperkuat resiliensi organisasi.
Untuk mendukung kemampuan ini, Cloudera juga mengakuisisi Taikun, platform manajemen multi-cloud yang mengotomatisasi penyediaan infrastruktur dan memastikan kebijakan keamanan diterapkan secara konsisten di berbagai lingkungan.
Dengan pendekatan tersebut, Taikun memberikan titik kendali tunggal bagi tim keamanan untuk mengelola infrastruktur lintas cloud, mengurangi risiko salah konfigurasi yang sering kali menjadi penyebab utama kebocoran data.
Cloudera menegaskan menjadikan visibilitas dan tata kelola sebagai pilar utama akan berada di posisi terbaik untuk meminimalkan risiko dan mempercepat pemulihan jika insiden siber terjadi.
Dengan mengintegrasikan tata kelola data ke dalam setiap tahap siklus hidup informasi, mengadopsi manajemen multi-cloud yang aman, serta menerapkan prinsip zero trust, organisasi dapat bertransformasi dari sekadar bertahan menjadi entitas yang resilien dan inovatif.
“Keamanan siber seharusnya tidak dilihat sebagai hambatan, melainkan sebagai pendorong kepercayaan dan inovasi bisnis,” tutup Duby.









