×
Kanal
    • partner tek.id realme
    • partner tek.id samsung
    • partner tek.id acer
    • partner tek.id wd
    • partner tek.id wd
    • partner tek.id wd
    • partner tek.id wd

Pembangunan Data Center AI Makin Masif dan Berdampak pada Lingkungan, Apa Solusinya?

Oleh: Tek ID - Sabtu, 04 Oktober 2025 14:37

Ledakan penggunaan AI memicu lonjakan pembangunan data center yang boros energi dan air. Bisakah inovasi ramah lingkungan jadi solusinya?

Pembangunan Data Center AI Makin Masif dan Berdampak pada Li Ilustrasi data center. dok. freepik

Ledakan penggunaan kecerdasan buatan (AI) mendorong pembangunan pusat data data center dalam skala masif di seluruh dunia. 

Namun, pertumbuhan ini menghadirkan konsekuensi serius: konsumsi listrik melonjak, penggunaan air meningkat tajam, hingga memicu risiko kekurangan sumber daya di banyak wilayah.

Seiring berkembangnya AI generatif, beban lingkungan dari data center semakin mengkhawatirkan. 

Berbeda dengan komputasi awan tradisional, pusat data AI bergantung pada Graphics Processing Unit (GPU), chip berdaya besar yang mampu bekerja paralel dalam jumlah masif. 

Meski efektif menjalankan model AI, GPU membutuhkan energi dan pendinginan jauh lebih besar dibanding CPU biasa.

Dikutip dari Engadget, menurut laporan Lawrence Berkeley National Laboratory, konsumsi listrik data center di Amerika Serikat naik tajam dari 76 TWh pada 2018 menjadi 176 TWh pada 2023. 

Proporsinya terhadap konsumsi listrik nasional pun melonjak dari 1,9% menjadi hampir 4,4% dalam lima tahun, dan diproyeksikan mencapai 12% pada awal 2030-an.

Panas dan Krisis Air

Lonjakan energi ini ikut menimbulkan masalah panas. Setiap GPU menghasilkan suhu ekstrem yang menuntut pendinginan konstan. Banyak data center masih mengandalkan evaporative cooling berbasis air, sehingga jejak konsumsi air ikut melambung.

Data terbaru menyebutkan, pada 2023, data center AI di AS menghabiskan sekitar 55,4 miliar liter air, hampir lima kali lipat lebih banyak dari fasilitas tradisional. 

Jika tren ini berlanjut, konsumsi bisa mencapai 124 miliar liter pada 2028. Sebagian besar air yang digunakan menguap dan tidak kembali ke siklus lokal, sementara sisanya menjadi limbah yang sulit didaur ulang karena mengandung bahan kimia pendingin.

Kondisi ini membuat data center masuk ke dalam 10 besar industri paling boros air di AS, dengan sebagian beroperasi di wilayah rawan kekeringan. 

Dampaknya bukan hanya pada ekosistem, tetapi juga pasokan air bersih masyarakat.

Inovasi Lewat Pendingin Cair hingga Geotermal

Untuk menekan jejak lingkungan, berbagai inovasi tengah dikembangkan. Salah satunya closed-loop liquid cooling, sistem pendingin berbasis cairan yang jauh lebih efisien dibanding pendingin udara tradisional, serta minim kehilangan air.

Raksasa teknologi seperti Google, NVIDIA, dan Microsoft kini mulai mengadopsinya.

Selain itu, pendekatan energi terbarukan semakin ditekankan. Pemanfaatan angin, surya, hingga geothermal dinilai bisa menjadi solusi jangka panjang. 

Di AS, potensi energi panas bumi bahkan diperkirakan mampu menutup hingga 64% kebutuhan listrik tambahan data center pada awal 2030-an.

Eksperimen lain, seperti pendinginan mikrofluida di chip atau imersi perangkat keras dalam cairan non-konduktif, juga mulai diuji untuk mengurangi panas berlebih.

Meski teknologi pendingin baru menjanjikan harapan, para peneliti menilai langkah pertama yang harus dilakukan adalah transparansi. Perusahaan AI harus terbuka soal jejak energi dan air agar publik memahami skala dampaknya.

Selain itu, optimasi hardware dan efisiensi model AI juga penting. Banyak model saat ini dinilai “overkill” untuk tugas yang sebenarnya bisa ditangani dengan model lebih kecil dan hemat energi. 

“Kita seperti menggunakan gergaji mesin hanya untuk memotong roti hamburger,” ujar Vijay Gadepally, peneliti senior di MIT Lincoln Laboratory.

Ia menegaskan, setiap parameter berlebih bukan sekadar pemborosan komputasi, tetapi juga memperbesar risiko pemadaman listrik, kekurangan air, dan meningkatnya biaya utilitas di sekitar lokasi data center.

Kebutuhan AI memang terus meningkat, namun pertanyaannya: apakah kita benar-benar memerlukan ekspansi data center tanpa batas? 

Tanpa efisiensi dan inovasi berkelanjutan, pertumbuhan AI bisa menjadi bumerang yang justru merusak fondasi kehidupan manusia.

Tag

Tagar Terkait

×
back to top