AI dan Komputasi Bioinformatika Bantu Temukan Kandidat Obat, Upaya Menuju Kemandirian Farmasi
BRIN manfaatkan kecerdasan buatan dan bioinformatika untuk mempercepat penemuan obat, kurangi impor bahan baku, dan perkuat farmasi nasional.
Presentasi mengenai pemanfaatan AI untuk penemuan kandidat obat. dok. BRIN
Melalui kemajuan kecerdasan buatan (AI) dan bioinformatika, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) kini mengadopsi pendekatan komputasi untuk penemuan obat (computational approach for drug discovery), sebuah terobosan yang dinilai mampu mempercepat riset, menekan biaya, dan memperkuat kemandirian farmasi nasional.
Isu strategis ini menjadi sorotan utama dalam Bincang Riset Pusat Riset Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional (PR BBOOT) dengan tema “Computational Approach for Drug Discovery.”
Kepala Organisasi Riset Kesehatan BRIN Indi Dharmayanti menegaskan arah riset obat nasional kini harus bergeser dari metode konvensional menuju riset digital berbasis AI dan machine learning.
“Tren riset global telah beralih ke pemanfaatan machine learning dan virtual screening yang mampu mempercepat penemuan bahan aktif baru secara signifikan. Pendekatan ini bukan hanya efisien, tapi juga menekan biaya riset,” ujarnya dikutip dari situs resmi BRIN.
- Teknologi Mammomat B.brilliant di MRCCC Siloam Semanggi Bantu Deteksi Dini Cepat Kanker Payudara
- Primaya Cardiovascular Conference 2025 Ungkap Teknologi Medis Terbaru Penanganan Penyakit Jantung
- VR bantu deteksi dini Alzheimer lewat tes memori spasial
- Mau tahu, apa saja tren 10 pekerjaan masa depan?
Indi menambahkan, forum seperti ini penting sebagai ruang kolaborasi antarpeneliti, akademisi, dan profesional untuk memperkuat ekosistem riset bahan baku obat di Indonesia.
Kepala PR BBOOT BRIN Sofa Fajriah menyoroti ketergantungan Indonesia terhadap bahan baku obat impor masih tinggi dan berdampak langsung pada ketahanan kesehatan nasional.
Menurutnya, AI dan komputasi modern menjadi solusi strategis untuk mempercepat kemampuan riset domestik.
“Pendekatan komputasi berbasis AI membuka peluang besar untuk mengurangi ketergantungan impor dan memperkuat kemandirian farmasi nasional,” tutur Sofa.
Ia menekankan, kekayaan hayati Indonesia yang melimpah bisa menjadi sumber potensial bagi penemuan senyawa bioaktif baru.
Namun, tantangan utamanya ada pada proses penyaringan jutaan molekul secara efisien di sinilah AI berperan penting sebagai jembatan antara potensi alam dan inovasi farmasi modern.
Dalam sesi ilmiah, peneliti BRIN Donny Ramadhan menjelaskan riset penemuan obat kini bertransformasi dari eksperimen laboratorium konvensional menjadi simulasi digital berbasis in silico.
“Pendekatan komputasi berfungsi sebagai laboratorium virtual yang mampu menyeleksi jutaan senyawa kimia secara digital sebelum diuji di laboratorium fisik. Ini menghemat waktu dan biaya riset secara signifikan,” ungkapnya.
Melalui metode virtual screening, ilmuwan dapat mengidentifikasi molekul paling potensial untuk berinteraksi dengan target penyakit hanya dalam hitungan hari.
Sementara simulasi molecular docking digunakan untuk memprediksi kekuatan dan stabilitas ikatan senyawa dengan protein target, mempercepat proses menuju tahap pra-klinis.
Sementara itu, Elpri Eka Permadi, perekayasa BRIN yang bekerja sama dengan Osaka University, memaparkan riset bertajuk “Multi-task Learning for Improving Prediction Model on Small-size Dataset.”
Penelitian ini mengembangkan model pembelajaran mesin untuk meningkatkan akurasi prediksi interaksi molekul dalam dataset kecil, khususnya pada enzim Cytochrome P450 (CYP) yang berperan penting dalam metabolisme obat.
“Kami mengembangkan model multi-task learning untuk memperbaiki prediksi dua isoform penting, 2B6 dan 2C8, yang selama ini terbatas datanya,” jelas Elpri.
Integrasi multi-task learning dan teknik data imputation terbukti meningkatkan kinerja model secara signifikan, membantu peneliti mengidentifikasi inhibitor potensial lebih cepat dan aman.
Dalam paparannya, Kenji Mizuguchi dari Osaka University menegaskan komputasi adalah tulang punggung penemuan obat modern.
Ia menjelaskan bahwa integrasi bioinformatika, kimia komputasi, dan pembelajaran mesin telah mengubah riset obat menjadi lebih prediktif, presisi, dan berorientasi pada data.
Kegiatan ini ditutup dengan diskusi interaktif yang menyoroti pentingnya kolaborasi lintas disiplin antara ilmuwan komputer, ahli kimia, dan peneliti biomedis.
BRIN berkomitmen untuk terus memperkuat kapasitas riset nasional melalui penguasaan teknologi AI, pengolahan data besar, dan pemanfaatan kekayaan hayati Indonesia.
“Kolaborasi, sains terbuka, dan adopsi teknologi adalah kunci. Melalui riset komputasi, kita tidak hanya mengejar ketertinggalan, tapi membangun masa depan farmasi yang mandiri, efisien, dan berdaya saing global,” tutup Sofa Fajriah.









