Bergaya dengan Samsung Galaxy C9 Pro
Samsung Galaxy C9 Pro memang kalah pamor dengan Galaxy S8 atau Note 8.
Ada dua merek ponsel yang paling terkenal di dunia, Samsung dan iPhone. Dua-duanya memuncaki daftar nomor 1 dan 2 di industri ponsel global. Dua-duanya prestisius, hingga tentu produk-produk kelas atas mereka patut jadi lambang kebanggaan penggunanya masing-masing.
Di mata saya dan sebagian pengguna ponsel masa kini mungkin sepakat, ponsel kini tak lagi sekadar alat komunikasi. Contohnya, iPhone terbaru yang kini sudah menjelma menjadi barang mewah. Pada akhirnya, ponsel tersebut mampu melengkapi atau bahkan meningkatkan status sosial pemakainya.
Bagaimana dengan Samsung? Apakah ponsel-ponsel kelas atasnya mampu meningkatkan status penggunanya, seperti yang dilakukan iPhone?
Saya cukup tertarik untuk mengetahuinya. Oleh karena itu, saya tergelitik untuk melakukan eksperimen sosial sederhana. Tujuannya untuk mengetahui, apakah setiap ponsel mahal mampu meningkatkan citra sosial seseorang?
Dengan memendam niat pamer, saya pun membawa Galaxy C9 Pro untuk nongkrong bersama teman-teman saya. Harapannya, dengan menenteng Galaxy C9 Pro di tangan, setidaknya ada yang tahu bahwa ponsel ini tidak bisa dibilang murah.
Untuk diketahui, harga Galaxy C9 Pro di toko online nyaris menyentuh angka Rp7 juta. Harga itu sudah cukup wah untuk kelas ponsel menengah ke atas. Samsung tentu tidak sembarangan memroduksi ponsel Rp7 juta bukan Harusnya, mereka sudah memperhitungkan juga agar Galaxy C9 Pro ini pas dengan pengguna berkantong tebal.
Desain
Saya membawa Samsung C9 Pro ke sebuah café di bilangan Jakarta Barat. Tempat saya biasa kongkow dengan teman-teman sambil menyesap secangkir dua cangkir kopi dan kudapan lainnya.
Langsung saja saya letakkan Galaxy C9 Pro di atas meja café tersebut. Tentu tujuannya untuk memancing komentar mereka. Lima belas menit menunggu, saya tidak mendapatkan respons yang saya inginkan. Padahal, ponsel ini, dalam kacamata saya, punya desain yang menarik. Layarnya sendiri berukuran 6 inci, berbeda dari kebanyakan ponsel masa kini yang mengandalkan layar 5 - 5,5 inci.
Memang, di kerumunan ponsel berlayar 5,5 inci, layar 6 inci terasa kurang mampu menarik perhatian pengguna. Beda halnya ketika layar 5,5 inci masih milik ponsel kelas premium. Semua langsung ngeh bahwa itu ponsel mewah. Kini, setelah semua ponsel nyaris mengikuti patokan ukuran layar 5-5,5 inci, sepertinya makin sulit merebut perhatian konsumen kelas atas lewat ukuran layar besar.
Terbukti, kawan-kawan saya tidak menyadari hal ini. Saya pun sampai sengaja menyandingkan ponsel harian saya yang berukuran 5,5 inci untuk memancing respons mereka lebih lanjut.
Trik saya berhasil. Setelah dua ponsel berbeda ukuran layar saya jejer di atas meja, orang-orang baru ngeh bahwa saya bawa ponsel anyar. “Hape baru tuh?” komentar mereka kemudian.

Menariknya, justru bukan warna, lekukan desain, dan ukuran layar yang mencuri porsi perhatian terbesar teman-teman saya. Ketika saya mengizinkan mereka untuk mencoba Galaxy C9 Pro, terangnya layar AMOLED menjadi bahan pembicaraan yang seru. Bila tahu begitu, saya maksimalkan saja kecerahan layar saya dari tadi.
Hanya sebagian kecil dari teman-teman saya yang menyadari bahwa pendekatan desain yang ditawarkan Samsung Galaxy C9 Pro sedikit berbeda dengan ponsel-ponsel bertampang iPhone di pasaran. Selebihnya, mereka tidak berkomentar soal tipis tebal ponsel, ataupun lekukan-lekukan bodi seksi Galaxy C9 pro seperti yang saya bayangkan. Bahkan, kalau tidak saya beri tahu, mereka tidak menyadari ada fitur Always On Display, alias layar yang non-stop menampilkan jam dan notifikasi di atas Galaxy C9 Pro.
Kamera
Kamera ponsel selalu jadi bagian paling menyenangkan untuk dieksplorasi. Ini juga buah dari gempuran iklan ponsel di media-media yang tidak jenuh menawarkan kemampuan kamera. Seolah-olah, inovasi di bagian ini tidak pernah mati. Untungnya, konsumen juga tidak pernah bosan dengan peningkatan kamera ponsel.
Justru karena terekspose terlalu sering, orang awam pun jadi sangat perhatian dengan kemampuan kamera ponsel masa kini. Hati-hati produsen ponsel, salah langkah sedikit, kamera ponsel buatan Anda bisa jadi penilaian minus bagi pengguna cerdas.

Tidak sedikit kawan saya yang mampu berkomentar baik soal kamera ponsel, tidak terkecuali pada Galaxy C9 Pro kali ini. Mereka setuju dengan penilaian saya bahwa kamera yang diusung Galaxy C9 Pro kali ini memuaskan.
Kualitas foto yang dihasilkan kamera Galaxy C9 Pro mampu memukau mata saya dan teman-teman. Dikombinasi dengan layar sAMOLED, akhirnya foto hasil jepretannya ditampilkan dengan tajam dan cerah.
Sebagian hasil jepretan saya pun dihasilkan dalam ruangan dan tata lampu yang remang-remang. Hasilnya, kamera Galaxy C9 Pro tidak terkendala sama sekali dengan pencahayaan ala café yang remang-remang. Ini buah dari teknologi diafragma dalam bukaan f/1.9 di lensa beresolusi 16 MP. Beruntungnya, kamera depan pun punya spesifikasi yang sama, tanpa dikurangi sama sekali. Sehingga jelas, hasil foto kamera depan sama persis dengan hasil jepretan kamera belakang.

Ada dua merek ponsel yang paling terkenal di dunia, Samsung dan iPhone. Dua-duanya memuncaki daftar nomor 1 dan 2 di industri ponsel global. Dua-duanya prestisius, hingga tentu produk-produk kelas atas mereka patut jadi lambang kebanggaan penggunanya masing-masing.
Di mata saya dan sebagian pengguna ponsel masa kini mungkin sepakat, ponsel kini tak lagi sekadar alat komunikasi. Contohnya, iPhone terbaru yang kini sudah menjelma menjadi barang mewah. Pada akhirnya, ponsel tersebut mampu melengkapi atau bahkan meningkatkan status sosial pemakainya.
Bagaimana dengan Samsung? Apakah ponsel-ponsel kelas atasnya mampu meningkatkan status penggunanya, seperti yang dilakukan iPhone?
Saya cukup tertarik untuk mengetahuinya. Oleh karena itu, saya tergelitik untuk melakukan eksperimen sosial sederhana. Tujuannya untuk mengetahui, apakah setiap ponsel mahal mampu meningkatkan citra sosial seseorang?
Dengan memendam niat pamer, saya pun membawa Galaxy C9 Pro untuk nongkrong bersama teman-teman saya. Harapannya, dengan menenteng Galaxy C9 Pro di tangan, setidaknya ada yang tahu bahwa ponsel ini tidak bisa dibilang murah.
Untuk diketahui, harga Galaxy C9 Pro di toko online nyaris menyentuh angka Rp7 juta. Harga itu sudah cukup wah untuk kelas ponsel menengah ke atas. Samsung tentu tidak sembarangan memroduksi ponsel Rp7 juta bukan Harusnya, mereka sudah memperhitungkan juga agar Galaxy C9 Pro ini pas dengan pengguna berkantong tebal.
Desain
Saya membawa Samsung C9 Pro ke sebuah café di bilangan Jakarta Barat. Tempat saya biasa kongkow dengan teman-teman sambil menyesap secangkir dua cangkir kopi dan kudapan lainnya.
Langsung saja saya letakkan Galaxy C9 Pro di atas meja café tersebut. Tentu tujuannya untuk memancing komentar mereka. Lima belas menit menunggu, saya tidak mendapatkan respons yang saya inginkan. Padahal, ponsel ini, dalam kacamata saya, punya desain yang menarik. Layarnya sendiri berukuran 6 inci, berbeda dari kebanyakan ponsel masa kini yang mengandalkan layar 5 - 5,5 inci.
Memang, di kerumunan ponsel berlayar 5,5 inci, layar 6 inci terasa kurang mampu menarik perhatian pengguna. Beda halnya ketika layar 5,5 inci masih milik ponsel kelas premium. Semua langsung ngeh bahwa itu ponsel mewah. Kini, setelah semua ponsel nyaris mengikuti patokan ukuran layar 5-5,5 inci, sepertinya makin sulit merebut perhatian konsumen kelas atas lewat ukuran layar besar.
Terbukti, kawan-kawan saya tidak menyadari hal ini. Saya pun sampai sengaja menyandingkan ponsel harian saya yang berukuran 5,5 inci untuk memancing respons mereka lebih lanjut.
Trik saya berhasil. Setelah dua ponsel berbeda ukuran layar saya jejer di atas meja, orang-orang baru ngeh bahwa saya bawa ponsel anyar. “Hape baru tuh?” komentar mereka kemudian.

Menariknya, justru bukan warna, lekukan desain, dan ukuran layar yang mencuri porsi perhatian terbesar teman-teman saya. Ketika saya mengizinkan mereka untuk mencoba Galaxy C9 Pro, terangnya layar AMOLED menjadi bahan pembicaraan yang seru. Bila tahu begitu, saya maksimalkan saja kecerahan layar saya dari tadi.
Hanya sebagian kecil dari teman-teman saya yang menyadari bahwa pendekatan desain yang ditawarkan Samsung Galaxy C9 Pro sedikit berbeda dengan ponsel-ponsel bertampang iPhone di pasaran. Selebihnya, mereka tidak berkomentar soal tipis tebal ponsel, ataupun lekukan-lekukan bodi seksi Galaxy C9 pro seperti yang saya bayangkan. Bahkan, kalau tidak saya beri tahu, mereka tidak menyadari ada fitur Always On Display, alias layar yang non-stop menampilkan jam dan notifikasi di atas Galaxy C9 Pro.
Kamera
Kamera ponsel selalu jadi bagian paling menyenangkan untuk dieksplorasi. Ini juga buah dari gempuran iklan ponsel di media-media yang tidak jenuh menawarkan kemampuan kamera. Seolah-olah, inovasi di bagian ini tidak pernah mati. Untungnya, konsumen juga tidak pernah bosan dengan peningkatan kamera ponsel.
Justru karena terekspose terlalu sering, orang awam pun jadi sangat perhatian dengan kemampuan kamera ponsel masa kini. Hati-hati produsen ponsel, salah langkah sedikit, kamera ponsel buatan Anda bisa jadi penilaian minus bagi pengguna cerdas.

Tidak sedikit kawan saya yang mampu berkomentar baik soal kamera ponsel, tidak terkecuali pada Galaxy C9 Pro kali ini. Mereka setuju dengan penilaian saya bahwa kamera yang diusung Galaxy C9 Pro kali ini memuaskan.
Kualitas foto yang dihasilkan kamera Galaxy C9 Pro mampu memukau mata saya dan teman-teman. Dikombinasi dengan layar sAMOLED, akhirnya foto hasil jepretannya ditampilkan dengan tajam dan cerah.
Sebagian hasil jepretan saya pun dihasilkan dalam ruangan dan tata lampu yang remang-remang. Hasilnya, kamera Galaxy C9 Pro tidak terkendala sama sekali dengan pencahayaan ala café yang remang-remang. Ini buah dari teknologi diafragma dalam bukaan f/1.9 di lensa beresolusi 16 MP. Beruntungnya, kamera depan pun punya spesifikasi yang sama, tanpa dikurangi sama sekali. Sehingga jelas, hasil foto kamera depan sama persis dengan hasil jepretan kamera belakang.

Kinerja
Kinerja Samsung Galaxy C9 Pro memang juara. Itu yang saya rasakan setelah mencobanya hampir seminggu belakangan ini. Samsung C9 Pro berbekal RAM 6 GB. Itu saja sudah membuat saya antusias. Tidak banyak ponsel dengan RAM 6 GB yang pernah saya coba sejauh karir saya sebagai reviewer ponsel.
Tidak pikir panjang, saya pun akhirnya memasang semua game yang saya ingin mainkan, yakni Godfire, From the Sea, Modern Combat 5, dan Badland 2. Semua game tersebut bisa saya mainkan dengan lancar.
Menggunakan aplikasi benchmark PC Mark for Android, Samsung Galaxy C9 Pro membukukan skor tinggi yakni, 4.100. Lebih jauh lagi, Kami menguji Samsung Galaxy C9 pro dengan aplikasi benchmark, 3D Mark. Berikut hasilnya :


Baterai
Baterai selalu menjadi salah satu bagian penting dalam ponsel. Diuji dengan aplikasi PC Mark for Android, Galaxy C9 Pro mampu bertahan 8 jam 51 menit. Ini angka yang memuaskan mengingat layarnya yang lebar. Menariknya, walau berkapasitas baterai besar, ponsel ini masih tetap gaya dalam desain yang tipis.
Penggunaan secara real time juga sebelas dua belas dengan hasil uji menggunakan aplikasi benchmark. Galaxy C9 Pro tidak lekas lelah ketika diajak beraktivitas. Bahkan, seharian bermain game dari pagi sampai sore.

Nilai Jual
Samsung Galaxy C9 Pro merupakan lini produk baru dari Samsung. Sebelumnya, seri C pada Samsung tidak terlalu gencar dipromosikan Samsung. Berbeda dengan seri Galaxy A yang digadang-gadang sebagai persona ponsel kelas menengah ke atas.
Padahal, Samsung Galaxy C9 Pro ini menyimpan kinerja luar biasa. Desainnya pun apik serta eksklusif. Sudah pantas bila Samsung Galaxy C9 Pro dihargai nyaris Rp7 juta.
Kesimpulan
Bila punya duit nanggung untuk membeli ponsel kelas premium, Samsung Galaxy C9 Pro bisa jadi pilihan. Harganya tidak semahal kelas premium Samsung, Galaxy S8 misalnya. Namun, performa mesinnya kelas atas. Bagi yang mencari kamera mumpuni, ponsel ini pun punya kamera yang memuaskan.









