Riset ABB Ungkap Teknologi Inovatif Jadi Salah Satu Pendorong Utama Transisi Energi Indonesia,
Riset ABB ungkap 70% pemimpin industri melihat teknologi digital, AI, dan otomatisasi sebagai akselerator utama transisi energi Indonesia.
Ilustrasi transisi energi. dok : freepik.com
Transformasi energi di Indonesia semakin dipercepat, bukan hanya oleh investasi maupun regulasi, tetapi terutama karena kemajuan teknologi.
Hal ini terungkap dalam Asia Pacific Energy Transition Readiness Index 2025, riset yang digagas divisi Energy Industries ABB, yang menempatkan teknologi digital, kecerdasan buatan (AI), dan otomatisasi sebagai salah satu motor utama transisi energi nasional.
Menurut laporan tersebut, 70 persen pemimpin industri di Indonesia menilai inovasi teknologi sebagai akselerator terbesar dalam mempercepat adopsi energi terbarukan. Angka ini bahkan lebih tinggi dibanding rata-rata kawasan Asia Pasifik yang hanya mencapai 65 persen.
"Indonesia terus menunjukkan langkah maju dalam perjalanan transisi energinya," ujar Abhinav Harikumar, Vice President divisi Energy Industries ABB untuk Asia Tenggara.
- TenEleven Gandeng Microsoft di Indonesia, Dorong Transformasi Digital Berbasis AI
- DMMX dan APKESMI Perkuat Digitalisasi Layanan Kesehatan Kabupaten Bekasi
- APJATEL Gandeng PT Pos Indonesia Optimalkan 2.900 Aset untuk Percepatan Transformasi Digital Nasional
- Nawa Data Solutions Tegaskan Komitmen Hadirkan Inovasi Digital untuk Perbankan dan Keuangan
"Kebijakan iklim yang kuat, investasi yang berdampak, serta optimisme terhadap teknologi inovatif seperti AI dan solusi otomatisasi menjadi faktor penggeraknya," imbuhnya.
Digitalisasi kini menjadi fokus investasi bagi 47 persen perusahaan di Indonesia, menunjukkan urgensi modernisasi sistem jaringan dan infrastruktur energi.
Penerapan teknologi digital dipandang krusial untuk meningkatkan efisiensi distribusi energi sekaligus memperluas pemanfaatan energi terbarukan.
Lebih jauh, AI dan otomatisasi dianggap transformatif oleh 47 persen responden, jauh di atas rata-rata regional yang berada di angka 32 persen.
Hal ini menegaskan peran teknologi cerdas dalam memprediksi kebutuhan energi, mengoptimalkan operasi, serta mempercepat integrasi sumber energi hijau ke dalam sistem nasional.
Riset ABB juga menunjukkan bahwa 86 persen perusahaan di Indonesia kini mengalokasikan lebih dari 10 persen belanja modal (CAPEX) mereka untuk proyek transisi energi. Dari jumlah itu, sebagian besar diarahkan pada pengembangan teknologi digital dan otomatisasi untuk mendukung integrasi energi terbarukan.
Selain itu, kehadiran RUU Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT 2025) menjadi pijakan regulasi yang memperkuat posisi teknologi sebagai enabler transisi energi, sejalan dengan kebutuhan modernisasi infrastruktur dan jaringan nasional.
Meski teknologi menjadi fokus, riset juga menegaskan bahwa transformasi energi tetap berpusat pada manusia. Sebanyak 30 persen responden mengungkap kebutuhan mendesak akan tenaga kerja dengan keahlian digital dan keberlanjutan.
Untuk itu, perusahaan mulai menggandeng mitra eksternal seperti universitas, lembaga riset, hingga organisasi pembangunan internasional dalam pengembangan talenta hijau.
Kolaborasi publik–swasta pun disebut masih memiliki ruang besar untuk digarap. Insentif, investasi sektor swasta, dan kerja sama lintas pemerintah daerah dinilai akan memperkuat ekosistem digitalisasi energi di Indonesia.
Dengan kombinasi adopsi energi terbarukan, regulasi yang semakin jelas, serta penetrasi teknologi digital, Indonesia kini berada di jalur percepatan transisi energi.
Teknologi bukan hanya alat, tetapi juga katalis yang menentukan seberapa cepat dan efektif transformasi menuju sistem energi berkelanjutan bisa tercapai.









