Studi SnapLogic: Banyak Manajer Kini Lebih Percaya AI daripada Pekerja Junior di Kantor
Studi SnapLogic mengungkap 81% pekerja kini gunakan AI di kantor, namun banyak manajer lebih percaya AI daripada staf junior.
Ilustrasi AI di tempat kerja
Studi terbaru dari SnapLogic menunjukkan perubahan besar dalam dinamika tempat kerja: banyak manajer kini lebih mempercayai agen AI dibandingkan pekerja junior manusia.
Studi ini juga mengungkap mayoritas pekerja telah menggunakan AI dalam pekerjaan mereka sehari-hari, sekaligus menyoroti meningkatnya kekhawatiran soal persepsi dan keamanan kerja.
Menurut laporan tersebut, empat dari lima (81%) pekerja kini menggunakan alat berbasis AI, sementara lebih dari separuh (57%) di antaranya telah memanfaatkan agen AI secara rutin untuk menghemat waktu dan meningkatkan efisiensi. Namun, di balik angka yang tinggi ini, masih banyak pekerja yang menyimpan kecemasan.
Sebanyak 43% responden mengaku khawatir akan dianggap malas atau tidak dapat dipercaya karena terlalu mengandalkan AI, sementara 24% merasa canggung atau takut dihakimi saat menggunakan teknologi tersebut dalam pekerjaannya.
- Deepfake Semakin Realistis, Ini Panduan Cek Keaslian Video Asli dan Buatan AI
- AFS Global STEM Innovators 2025 Cetak Generasi Muda Melek Kesehatan dan AI Lewat Workshop dan Pengalaman Lapangan
- NetApp Perkuat Ekosistem Mitra di Asia Pasifik, Sertifikasi Solusi AI Melonjak Tiga Kali Lipat
- Riset Zoom: Generasi Muda Indonesia Ingin AI yang Cepat, Efisien, tapi Tetap Manusiawi
Meski ada kekhawatiran soal citra dan kepercayaan diri, hasil survei menunjukkan pergeseran besar dalam pandangan manajerial terhadap peran AI.
Lebih dari setengah (52%) responden, termasuk pemimpin senior, memperkirakan di masa depan mereka akan lebih sering mengelola agen AI dibandingkan manusia. Bahkan tiga dari lima (61%) menyatakan mengelola AI jauh lebih mudah dibandingkan mengelola manusia.
Ironisnya, 46% pekerja dalam survei ini juga percaya bahwa mereka sendiri bisa saja dikelola oleh AI di masa depan, menandakan perubahan besar dalam struktur organisasi di era otomatisasi.
Meski begitu, para peneliti menegaskan hasil ini tidak berarti manusia akan sepenuhnya tergantikan oleh mesin. Pekerjaan akan berevolusi, bukan lenyap.
“Masa depan pekerjaan bukan tentang menggantikan manusia, tetapi tentang bagaimana AI bisa menjadi mitra yang memperkuat hal-hal yang paling manusiawi seperti strategi, wawasan, dan inovasi,” jelas Dominic Wellington, Direktur Pemasaran Proyek SnapLogic, dikutip dari TechRadar.
Namun di balik kemajuan teknologi, kesenjangan pelatihan AI masih menjadi hambatan besar bagi banyak perusahaan.
Hanya 36% pekerja yang memiliki pelatihan formal terkait AI, sementara lebih dari 54% mengaku belajar secara otodidak melalui percobaan dan kesalahan.
Masalah ini semakin terlihat di kalangan pekerja muda. SnapLogic menemukan 70% manajer merasa sangat percaya diri dalam menggunakan AI, sementara di sisi lain, hanya 33% pekerja non-manajer yang memiliki tingkat kepercayaan serupa.
Kondisi ini menunjukkan kemampuan AI kini menjadi faktor penting dalam kesenjangan kompetensi di dunia kerja.
“Ini adalah momen kritis bagi organisasi untuk memikirkan cara menerapkan teknologi dengan bijak, membangun kepercayaan di seluruh tenaga kerja, dan memaksimalkan nilai bisnis,” tambah Wellington.
Temuan SnapLogic menegaskan bahwa AI kini menjadi bagian integral dari dunia kerja modern, bukan sekadar alat bantu tambahan.
Walau muncul kekhawatiran akan kehilangan pekerjaan, para ahli menilai AI justru dapat meningkatkan produktivitas dan memperkuat kemampuan strategis manusia.









