Riset : Generasi Muda Mulai Absen Rapat, Percayakan AI untuk Ambil Catatan Pertemuan
Studi terbaru ungkap pekerja muda kini lebih memilih AI untuk mencatat hasil rapat, bahkan melewatkan pertemuan demi efisiensi kerja.
Ilustrasi AI. dok. freepik
Tren baru tengah muncul di dunia kerja modern. Generasi muda, terutama kalangan pekerja hybrid dan Gen Z, kini semakin sering melewatkan rapat dan mempercayakan kecerdasan buatan (AI) untuk mencatat hasil pertemuan mereka.
Menurut riset terbaru yang dilakukan oleh Software Finder, sebanyak 19% pekerja kini rutin menggunakan alat pencatat rapat berbasis AI, dengan pekerja hybrid dua kali lebih banyak memanfaatkannya (26%) dibanding pekerja yang sepenuhnya bekerja di kantor (13%).
Fenomena ini mencerminkan pergeseran pola kerja generasi digital, yang menilai efisiensi dan fokus pada hasil lebih penting dibanding kehadiran fisik dalam rapat.
Hasil survei tersebut menyebutkan manfaat utama penggunaan AI sebagai pencatat rapat adalah penghematan waktu (69%), pengurangan pencatatan manual (41%), dan akurasi catatan yang lebih baik (27%).
- Deepfake Semakin Realistis, Ini Panduan Cek Keaslian Video Asli dan Buatan AI
- AFS Global STEM Innovators 2025 Cetak Generasi Muda Melek Kesehatan dan AI Lewat Workshop dan Pengalaman Lapangan
- NetApp Perkuat Ekosistem Mitra di Asia Pasifik, Sertifikasi Solusi AI Melonjak Tiga Kali Lipat
- Riset Zoom: Generasi Muda Indonesia Ingin AI yang Cepat, Efisien, tapi Tetap Manusiawi
Menariknya, pekerja yang sering menggunakan AI untuk mencatat rapat juga dilaporkan memiliki peluang promosi lebih tinggi (28%) dibanding mereka yang tidak menggunakannya (15%).
Dengan bantuan AI, para pekerja mampu menghemat lebih dari satu jam kerja setiap minggu, memungkinkan mereka fokus pada pekerjaan yang lebih strategis dan kreatif.
Risiko Tetap Ada
Meski menawarkan efisiensi, penggunaan AI untuk menggantikan kehadiran manusia dalam rapat bukan tanpa risiko.
Sekitar 48% responden mengaku khawatir akan ketidakakuratan dan hilangnya konteks dalam catatan AI, sementara 46% mengkhawatirkan privasi dan keamanan data.
Selain itu, 42% menyoroti risiko kebocoran informasi, dan 32% menyebut kemampuan AI yang masih lemah dalam menafsirkan nada serta maksud pembicara.
Sebanyak 87% pekerja bahkan mengaku beban kerja mereka akan meningkat drastis jika sistem AI pencatat rapat berhenti berfungsi.
Fakta lainnya, 29% pekerja mengaku pernah melewatkan rapat dan menyerahkan tugas pencatatan sepenuhnya kepada AI — kebiasaan yang paling umum ditemukan pada pekerja Gen Z (43%), dibanding milenial (30%).
Penelitian juga menemukan tidak semua jenis rapat cocok digantikan oleh AI. Rapat seperti brainstorming (53%), pembaruan proyek (45%), dan perencanaan strategis (43%) masih dianggap paling efektif ketika dicatat oleh AI.
Namun, untuk sesi pelatihan dan orientasi karyawan (39%) atau check-in tim (37%), kehadiran manusia tetap dinilai penting karena membutuhkan interaksi emosional dan pemahaman konteks yang lebih dalam.
Meskipun pergeseran menuju penggunaan AI di tempat kerja dianggap sebagai bentuk efisiensi modern, para ahli mengingatkan bahwa keseimbangan antara otomatisasi dan partisipasi manusia tetap harus dijaga.
AI memang dapat mengambil catatan, tetapi pemahaman dan keputusan strategis tetap menjadi domain manusia.









