Microsoft Elevate Dorong Guru Memimpin Transformasi AI Inklusif di Indonesia
Microsoft Elevate membantu guru memimpin transformasi AI inklusif melalui pelatihan praktis, dari kelas 3T hingga SLB, untuk pendidikan masa depan.
Nuryam Gazi dan Anis Damayanti manfaatkan Microsoft Elevate untuk pendidikan. dok. Microsoft
Perubahan cara belajar kini terasa di seluruh Indonesia, Teknologi, termasuk kecerdasan buatan (AI), mulai membantu guru menyiapkan RPP, membuat asesmen, hingga mendampingi murid berkebutuhan khusus.
Namun, seperti semangat yang dibawa program Microsoft Elevate, transformasi ini tidak digerakkan oleh teknologi semata, melainkan oleh guru yang mau bereksperimen dan terus belajar di tengah kesibukan mereka.
Momentum Hari Guru Nasional mengingatkan pahlawan pendidikan bukan hanya mereka yang tampil di panggung besar, tetapi para pendidik yang hadir setiap hari di kelas.
Mulai dari guru umum, pengajar di SLB, hingga pendidik di daerah 3T yang kini mulai memanfaatkan AI untuk membuat pembelajaran lebih relevan dan inklusif.
- Perjalanan Edi Suwanto: Dari Kehilangan Penglihatan hingga Menjadi Penggerak Inklusi Digital Lewat AI di Microsoft Elevate
- Privy Perluas Akses Tanda Tangan Elektronik Lewat Integrasi dengan Microsoft 365
- Microsoft Perluas Infrastruktur AI di Indonesia, Bidik Indonesia Jadi Pusat Inovasi Regional
- Microsoft Elevate Tahun Kedua Targetkan 500.000 Talenta AI
Melalui Microsoft Elevate, Microsoft bersama pemerintah, organisasi nirlaba, dan komunitas lokal menghadirkan pelatihan AI bagi guru dan penggerak komunitas di seluruh Indonesia.
Program ini menargetkan 500.000 talenta bersertifikat AI pada 2026, dengan fokus pada praktik langsung, bukan hanya teori.
AI untuk Modul Ajar
Di Wonosari, Gorontalo, guru sekaligus Penggerak Digital Nuryam Gazi melihat AI sebagai peluang. Dengan akses teknologi yang terbatas, ia justru semakin tertarik memanfaatkan AI untuk efisiensi kerja.
Melalui pelatihan Microsoft Elevate, ia mengenal Copilot dan AI Agent. Kini, ia menggunakan “AI Agent Pembuat Modul Ajar”, alat yang ia rancang sendiri dari materi pelatihan.
“Dulu, menyusun modul ajar sering memakan waktu berhari-hari. Sekarang, saya punya ‘teman’ yang membantu menyusun struktur awal, sementara saya tetap yang menentukan isi dan konteksnya,” ujarnya.
Dengan AI, Nuryam bisa menyiapkan draft modul, asesmen, hingga dokumen administrasi dengan lebih cepat. Ia juga mengajak rekan guru dan tata usaha untuk mencoba Copilot agar pekerjaan harian lebih ringan.
Pengalaman kurang menyenangkan ketika jurnal guru wali terkunci karena keterbatasan layanan gratis membuatnya semakin yakin pentingnya platform AI yang aman dan terpercaya bagi sekolah-sekolah.
Menurutnya, tantangan terbesar adalah perubahan pola pikir (mindset).
“AI memangkas waktu di hal teknis, tapi arah pembelajaran tetap di tangan guru. Kalau hasilnya belum pas, tinggal perbaiki prompt-nya. Otak dan hati tetap di kita,” tegas Nuryam.
AI untuk Pendidikan Inklusif
Di Malang, Jawa Timur, Kepala SLBS BCG Idayu 1 Anis Damayanti telah lebih dari dua dekade mendampingi murid berkebutuhan khusus. Baginya, literasi digital bukan pelengkap, melainkan jembatan penting agar murid dapat mengakses dunia lebih luas.
Melalui pelatihan Microsoft Elevate dan program yang difasilitasi BINAR, Anis mengembangkan pembelajaran berbasis STEAM, coding sederhana, hingga generative AI untuk membantu murid mengekspresikan diri.
Yang paling inovatif, ia dan tim memperkenalkan teknologi bantu seperti “tongkat pintar” dengan fitur audio bagi siswa tunanetra. AI juga membantu murid tunanetra dan tunarungu mengakses bacaan melalui screen reader modern.
“Anak-anak berkebutuhan khusus tidak boleh lagi tertinggal di era AI. Guru juga harus aktif berperan,” ujar Anis.
Dampaknya langsung terasa di kelas. Murid menjadi lebih fokus, berani, dan antusias mengikuti pembelajaran. Teknologi tidak menggantikan interaksi manusia, justru memperkaya hubungan guru dan murid.
Kisah Nuryam dan Anis menegaskan manfaat AI baru terasa ketika digunakan oleh guru yang peduli, mau belajar, dan berani mencoba.
Di tangan mereka, AI menjadi alat untuk mengurangi beban administratif, membuat RPP dan asesmen lebih relevan, membuka akses pendidikan inklusif bagi murid berkebutuhan khusus, dan menciptakan budaya belajar teknologi bagi guru dan siswa.
Program Microsoft Elevate memakai pendekatan 40% teori, 60% praktik, memberi pengalaman langsung menggunakan Copilot, Minecraft Education, dan platform lain yang dapat diaplikasikan langsung di kelas.
AI Skills Director Microsoft Indonesia Arief Suseno menegaskan peran vital pendidik dalam masa depan digital Indonesia.
“Masa depan digital Indonesia tidak hanya ditentukan oleh teknologi, tetapi oleh siapa yang membentuknya. Dengan keterampilan AI yang tepat, guru akan menyiapkan generasi yang mampu bersaing secara global,” katanya.
Pendidik, pemimpin komunitas, atau penggerak pendidikan yang ingin mengembangkan keterampilan AI dapat bergabung melalui Microsoft Elevate dan menjadi bagian dari gerakan Bergerak, Hadirkan Dampak.









