Isu bisnis culas App Store, menanti ujung drama Telkom Netflix

Oleh: Insaf Albert Tarigan - Senin, 03 Jun 2019 15:10 WIB

Spotify secara resmi menggugat Apple dengan tuduhan monopoli di pengadilan Uni Eropa. Praktik seenak udel Apple dianggap sudah keterlaluan.

(Apple.com)

Sepekan jelang Worldwide Developers Conference (WWDC), Apple merilis halaman baru di situs-nya untuk menjelaskan bagaimana mereka mengelola App Store. Ini bukan kebetulan belaka. Apple sedang menghadapi tuduhan serius: Spotify menuntut mereka ke pengadilan Uni Eropa atas dugaan monopoli dan persaingan usaha tak sehat di App Store. Kasus monopoli tak bisa dianggap enteng karena efek putusannya bisa mempengaruhi seluruh lini bisnis perusahaan, sebagaimana dialami Qualcomm.

Sebagai informasi bagi Anda yang tak mengikuti, kronologi kasus ini sebenarnya cukup panjang, lengkap dengan eker-ekeran antara Spotify dan Apple di media massa. Oleh karena itu, Spotify pun membuat halaman khusus untuk menjelaskannya. Kejengkelan Spotify terutama atas kebijakan pajak 30 persen atas tiap transaksi in-app purchase melalui App Store. Ini artinya, Spotify harus menaikkan harga paket Premium yang sudah dipatok USD9.99 per bulan. Menaikkan harga bukan opsi baik karena akan membuat Spotify lebih mahal ketimbang kompetitornya, salah satunya Apple Music.

Spotify sebenarnya sempat mencoba opsi lain, yakni mengarahkan pengguna untuk transaksi di luar App Store dengan menyertakan tautan tambahan. Sayangnya, upaya itu gagal karena Apple, kata Spotify, terus-menerus mempersulitnya dengan mengubah-ubah panduan aplikasi. Walhasil, pembaruan aplikasi Spotify pun berkali-kali ditolak Apple dengan beragam alasan.

"Apple telah bertindak sebagai wasit sekaligus pemain di dunia audio stream. Mereka menggunakan kekuasaan ini untuk mendapatkan keuntungan culas. Hal itu membahayakan penggemar seperti Anda dan perusahaan seperti kami," demikian penjelasan Spotify.