×
Kanal
    • partner tek.id realme
    • partner tek.id samsung
    • partner tek.id acer
    • partner tek.id wd
    • partner tek.id wd
    • partner tek.id wd
    • partner tek.id wd

Facebook jadi media sosial paling "toxic"

Oleh: Nur Chandra Laksana - Senin, 28 Juli 2025 11:59

Dalam sebuah survei terbaru, Facebook didapuk jadi media sosial paling "toxic"

Facebook jadi media sosial paling "toxic"

Ketergantungan yang semakin besar pada platform digital untuk interaksi sosial dan hiburan memberikan banyak manfaat, namun juga memunculkan persoalan pelik, khususnya bagi generasi muda. Salah satu isu utama yang semakin mengemuka adalah fenomena “scroll addiction” atau kecanduan berselancar di media sosial, yang membuat pengguna, terutama anak muda, sulit lepas dari layar ponsel mereka.

Selain itu, meningkatnya kasus pelecehan dan perundungan online disebabkan oleh kurangnya akuntabilitas pengguna yang merasa lebih bebas melakukan ancaman atau kekerasan verbal di ruang digital. Di antara berbagai aplikasi media sosial yang banyak digunakan, Facebook menempati posisi terburuk dalam hal kasus pelecehan online.

Hal ini diungkapkan dalam survei global yang dilakukan oleh Global Witness, sebuah organisasi nirlaba yang juga mengawasi kekerasan terhadap pembela lingkungan. Dalam survei tersebut, sekitar 90 persen responden yang diambil dari kalangan aktivis mengaku pernah mengalami pelecehan bermotif aktivisme di platform naungan Meta seperti Facebook, WhatsApp, dan Instagram.

Facebook menjadi platform paling banyak dilaporkan sebagai sarang penyalahgunaan dan perundungan digital, disusul X, WhatsApp, dan Instagram. Bentuk pelecehan yang dialami umumnya berupa pesan-pesan ancaman, bahkan sampai taraf ancaman pembunuhan, serta penggunaan kata-kata kasar dengan tujuan membungkam suara kritis. Aktivis juga kerap menjadi korban penyebaran informasi palsu yang sengaja dihembuskan untuk mendiskreditkan atau membungkam mereka, seperti lapor Wccftech (28/7)

Situasi ini menjadi semakin serius karena pelecehan digital kerap berujung pada ancaman nyata di dunia nyata. Hasil survei menunjukkan lebih dari 70 persen responden merasa intimidasi yang mereka alami secara online turut berkontribusi pada ancaman fisik yang mereka hadapi secara langsung.

Untuk Survei Global Witness yang berlangsung antara November 2024 hingga Maret 2025 dan melibatkan sekitar 200 pembela lingkungan dari berbagai negara ini menampilkan data memprihatinkan: lebih dari 50 persen responden pernah mengalami pelecehan di Facebook, sekitar 36 persen di WhatsApp, dan 20 persen di Instagram.

Fenomena pelecehan di media sosial ini membuktikan bahwa alih-alih menjadi alat komunikasi yang sehat, platform justru dimanfaatkan untuk membungkam individu, menebar rasa takut, bahkan menghambat orang dalam menyuarakan kebenaran. Para aktivis menuntut perusahaan teknologi, khususnya Meta, untuk lebih proaktif mengambil tindakan, seperti menerapkan moderasi konten ketat dan melakukan evaluasi berkala terhadap efektivitas sistem mereka.

Tekanan kepada platform digital untuk bertanggung jawab semakin menguat, terutama karena algoritma media sosial juga kerap dianggap memperparah masalah. Algoritma yang memprioritaskan konten sensasional dan kontroversial cenderung memperluas jangkauan pesan-pesan bernada ancaman atau hoaks, sehingga reformasi dalam pengelolaan algoritma menjadi tuntutan utama bagi terciptanya ekosistem digital yang lebih aman dan beretika.

Tag

Tagar Terkait

×
back to top