sun
moon
Premium Partner :
  • partner tek.id samsung
  • partner tek.id poco
  • partner tek.id acer
  • partner tek.id telkomsel
  • partner tek.id realme
Senin, 26 Des 2022 16:30 WIB

Review iQOO 11, Beauty and The Beast

Ponsel dengan desain yang elegan ini memang punya kemampuan yang cukup bertenaga untuk banyak hal. Kalau di ibaratkan, ponsel ini seperti "Serigala berbulu Domba", atau Beauty and The Beast.

Review iQOO 11, Beauty and The Beast

Belum lama ini ada brand baru yang resmi memperkalkan diri di Indonesia, iQOO. Sebenarnya mereka bukan brand yang benar-benar baru, karena mereka sudah memasukin industri smartphone sejak 2019. Hanya saja, mereka baru resmi menginjakkan kaki di Indonesia pada awal Desember ini. Sekaligus mengenalkan produk pertamanya iQOO 11.

Smartphone pertama yang baru mereka kenalkan ini terbilang cukup mengejutkan. Selain mengusung prosesor flagship terbaru milik Qualcomm, ponsel ini juga langsung menyasar kelas flagship. Segmen yang agak menantang untuk pasar Indonesia.

Berhubung Tek.id mendapat kesempatan untuk menjajal iQOO 11 selama beberapa hari ini. Berikut ulasan Tek.id saat mencoba ponsel iQOO 11 yang diklaim sebagai ponsel berperforma Monster.

 

Beda dan Elegan

iQOO hanya mengenalkan 1 varian saja yakni iQOO 11. Namun, iQOO 11 hadir dalam dua varian warna yang berbeda.  Varian putih disebut Legend, menampilkan back cover berwarna putih dengan material kulit silikon organik berpola kulit leci. Ada pola tiga garis merah-hitam-biru bertuliskan iQOO Fascination Meets Innovation. Hiasan ini menunjukkan kerja sama iQOO dengan BMW Motorsport. Sementara varian hitam disebut Alpha, menampilkan warna hitam metalik polos tanpa hiasan tiga garis seperti varian Legend.

Selain mengusung desain yang elegan, faktor lain yang cukup mencuri perhatian adalah bentuk housing kamera utamanya. iQOO 11 hadir dengan housing kamera yang sangat besar. Housing ini menampung tiga kamera utama, LED Flash, dan sensor. Housing kamera utama pada iQOO 11 tampak menarik berkat kombinasi warna hitam dan abu-abu doff di sisi bawahnya.

Dari sisi layar, iQOO 11 mengusung layar yang cukup lega, AMOLED E6 dengan bentang 6,78 inci. Layar ini diklaim memiliki resolusi 2K dengan refresh rate 144 Hz, serta memiliki sertifikasi HDR10+ untuk menampilkan visual yang kaya. 

Untuk kamera depan, iQOO 11 menggunakan desain punch hole yang diletakkan di bawah speaker. Ukurannya cukup mungil, sehingga tak akan banyak mengganggu saat pengguna melihat konten pada layar. Kamera depan ini juga sekaligus menjadi pembatas antara ikon notifikasi di sisi kanan dan kiri.

Penempatan tombol power dan volume mirip seperti ponsel vivo. Slot sim terdapat di sisi bawah berdekatan dengan port USB type-C untuk pengisian daya juga mentransfer data.

Meski mengusung layar yang cukup lega, bobot dari ponsel ini tergolong ringan dengan bobotnya berkisar 208 gram. Hal ini membuat pengalaman menggunakannya jadi menyenangkan. Besar tapi ringan.

 

Se-Monster apa sih?

Jargon “Monster Inside” yang mereka gaungkan selama masa perkenalan sepertinya karena sudah menggunakan prosesor flagship terbaru milik Qualcomm, yakni Snapdragon 8 Gen 2. Cukup bisa diterima. Menariknya, iQOO 11 menjadi brand pertama yang hadir di Indonesia dan ditenagai prosesor terbaru milik Qualcomm tersebut. Namun, apa benar ponsel ini memiliki performa seperti Monster?

Untuk membuktikan hal tersebut, saya menjalankan beberapa pengujian menggunakan software benchmark populer. Seperti AnTuTu, PCMark, 3DMark, Cinebench, dan beberapa aplikasi lainnya. Berikut hasil pengujian iQOO 11:

 

Berdasarkan grafik-grafik di atas, hasil yang ditorehkan iQOO 11 memang cukup baik dan unggul jika dibandingkan dengan ponsel yang masih menggunakan model terdahulu. Meski begitu, ada catatan menarik. 

Hasil pengujian AnTuTu yang diperoleh iQOO 11 terlihat cukup bersaing jika dibandingkan dengan ponsel Snapdragon. Di mana iQOO 11 menorehkan skor 1275476, sementara ponsel Snapdragon mendapatkan skor 1271537. Namun, dalam pengujian PCMark Work 3.0 performance, skor yang diperoleh iQOO 11 justru belum bisa mengungguli perolehan skor varian sebelumnya. Kenapa ya?

Dari pengujian grafis menggunakan software 3DMark, hasil yang diperoleh iQOO 11 cukup bersaing dengan ponsel Snapdragon. Begitu juga hasil yang diperoleh pada pengujian Geekbench. Enggak banyak lah bedanya.

Dari hasil-hasil yang diperoleh di atas, menunjukkan bahwa iQOO 11 memang menghadirkan performa yang solid. Namun, pengujian PCMark sedikit menimbulkan pertanyaan, kenapa skornya belum bisa mengungguli varian sebelumnya, dan terpaut cukup jauh. 

Salah satu yang harus dipahami bahwa setiap OEM memiliki rancang bangun, spesifikasi, penggunaan material, dan banyak faktor lain dalam membangun ponselnya, hal ini sedikit banyak berimbas pada kinerja ponsel secara keseluruhan. Apakah ini artinya iQOO 11 belum bisa mengoptimalkan performa Monster pada ponselnya? 

 

Jajal buat nge-gim

Sebelum membahas kameranya, mumpung masih dalam ranah pengujian, saya lanjutkan dengan mencoba iQOO 11 memainkan gim-gim populer saat ini. Kebetulan saya lumayan sering memainkan APEX Legend dan Genshin Impact pada ponsel untuk mendapatkan pengalaman bermainnya.

Saat pertama kali membuka gim Apex Legend, saya langsung menuju pengaturan grafis. Secara default, setelan grafis yang direkomendasikan ada pada Graphics Quality - Ultra HD dengan Frame Rate - High

Pada pengaturan default ini, pengalaman bermain Apex Legends yang saya rasakan cukup lancar. Gameplaynya terasa lancar dengan kemampuan rendering yang cepat. Layarnya juga responsif menerima sentuhan, kalian juga bisa meningkatkan tingkat sensitivitas pada layar sesuai dengan referensi terbaik kalian. Namun, saya sudah sangat puas dengan pengaturan defaultnya.

Untuk sekali main pada mode Battle Royale dengan setingan grafis Default, membutuhkan daya sebesar 5%. Sementara temperaturnya masih normal.

Salah satu fitur dalam gim yang saya suka dari iQOO 11 adalah Presure-sensitive screen. Fitur ini jadi solusi untuk gamer yang terbiasa memainkan gim bergenre FPS menggunakan 2 jari saja. Fitur ini juga bisa dikatakan pengganti tombol-tombol air-trigger yang umumnya diberikan oleh smartphone gaming. 

Fungsi utama tombol ini adalah kalian bisa mengaktifkan dua fungsi pada layar hanya menggunakan satu jari saja. Saya menggunakan fitur ini untuk fungsi tembak dan scope. Biasanya jika bertemu musuh dalam jarak dekat, saya lebih mengandalkan hipfire. Hal ini untuk memudahkan pergerakan crosshair saya ketika bertemu musuh yang lincah. Tetapi jika bertemu musuh dengan jarak yang cukup jauh, saya harus menggunakan scope untuk mendapatkan akurasi yang lebih baik.

Dengan fitur ini, saya bisa berganti ke mode scope dengan cepat, hanya dengan menekan tombol tembak saja dengan intensitas tertentu (karena mapping tombol kedua saya pasang pada scope). Jadi hanya dengan mengatur tingkat tekanan pada layar, saya bisa menembak musuh sesuai dengan skenario terbaik saya, tanpa harus menekan tombol lain di layar. Fitur ini juga bisa disesuaikan seberapa kuat tekanan kalian untuk mengaktifkan mode ini.

Ponsel ini juga mampu memberikan pengalaman gaming yang makin seru karena dibekali dengan Dual X-Axis Linear Motor. Ya, fitur ini memang bukan termasuk fitur baru pada smartphone gaming. Beberapa smartphone gaming sudah mengenalkannya, sebut saja ASUS ROG Phone.

Hadirnya fitur ini dapat memberikan getaran pada saat kita melakukan tembakan atau tertembak lawan. Ini membuat gameplay saat memainkan Apex Legend dan Genshin Impact  jadi makin seru.

Pengujian saya lanjutkan dengan meningkatkan setingan grafisnya. Di mana Graphics Quality pada Ultra HD dan Frame Rate-nya pada Ultra. Mode Monster juga saya aktifkan. Pada pengaturan grafis ini, tampilan visualnya jadi lebih tajam. Gyroscopenya terasa sangat lincah (tingkat kelincahan Gyroscope bisa diatur). Namun, setelah dipakai bermain dalam kurun waktu tertentu, mulai muncul hal-hal yang perlu dijadikan catatan.

Dalam 1 jam bermain, temperatur pada bodi mulai merata. Di mana pusat hangatnya dimulai dari area housing kamera. Mungkin di sini letak hardware yang sedang bekerja keras atau chipset V2 milik mereka yang bertugas mengoptimalkan pengalaman bermain.

Gejala Screen Tearing mulai terjadi pada 1 jam pertama. Namun, masih dalam intensitas rendah dan tidak terlalu mengganggu pengalaman bermain Apex Lagends yang dikenal dengan gameplaynya yang cepat. Hanya saja Screen Tearing makin sering muncul saat gim mulai mendekati waktu main 2 jam. Ini mungkin waktunya untuk istirahat dulu kali ya.

Selama memainkan Apex Legends 2 jam nonstop pada pengaturan grafis tinggi, konsumsi baterainya juga tercatat lebih boros dari pengaturan Default. Selama 2 jam bermain, baterainya terkuras sektiar 39 - 40%. Temperaturnya pun sudah hangat merata. Bagi sebagian pengguna dengan kondisi jari mudah berkeringat, hal ini tentunya sudah mulai membuat tidak nyaman. 

Hal yang sama saya rasakan saat memainkan Genshin Impact. Tapi bedanya, saat memainkan Genhsin Impact saya langsung mengatur grafis pada setingan Highest pada 60 FPS. Gameplaynya saya rasakan sangat baik, detail visual juga respon layar yang responsif seringkali membuat saya lupa dan terus memainkan gim ini 2 jam nonstop. Karena saking seru dan lancar banget.

Gejala-gejala seperti Screen Tearing dan hangat muncul pada waktu yang kurang lebih sama seperti saya memainkan Apex Legends. Konsumsi baterainya juga kurang lebih sama. Satu hal yang perlu digaris bawahi, meski kondisi ponsel sudah hangat merata, layarnya masih tetap responsif menerima sentuhan. Keren!

Sayangnya saya belum bisa nyobain fitur Ray Tracing-nya nih. Karena saat ini belum ada gim mobile yang mengadopsi teknologi tersebut. Denger-denger masih dalam pengembangan. Tapi, karena menggunakan Snapdragon 8 Gen 2, mestinya iQOO 11 sudah mendukung gim dengan fitur tersebut. Tapi sebagai pemanasan, beginilah penampakan Ray Tracing ketika diadopsi ke dalam gim. Terima kasih pada pihak Qualcomm yang berkenan memberikan software Artifacts ini untuk menunjukkan bagaimana efek Ray Tracing akan mengubah pengalaman bermain gim pada ponsel.

    Share
    ×
    tekid
    back to top