sun
moon
Premium Partner :
  • partner tek.id acer
  • partner tek.id samsung
  • partner tek.id poco
  • partner tek.id telkomsel
  • partner tek.id realme
Senin, 27 Nov 2017 16:30 WIB

Sophia, robot yang ingin punya bayi dan keluarga

Sophia adalah robot pertama di dunia yang menjadi warga negara Arab Saudi.

Sophia punya wajah seperti manusia. Sayang, kepalanya pelontos dan terlihat ada mesin kecerdasan buatan di dalamnya. Tampilannya membuatnya sedikit mengerikan, seperti manekin hidup.

Sophia sudah memegang kewarganegaraan Arab Saudi, 26 Oktober lalu. Dia menjadi robot pertama yang memiliki kewarganegaraan. Padahal, pengembang robot Sophia ini berbasis di Hongkong, Hanson Robotics.

Lebih jauh lagi, BBC (25/11) memberitakan bahwa Sophia ingin punya anak. Sophia menggunakan mesin kecerdasan buatan untuk menjawab semua pertanyaan tersebut. Ini sama halnya seperti Sophia punya akal sendiri untuk menjawab segala pertanyaan tanpa diatur-atur programer.

Meski pintar untuk ukuran robot, David Hanson, penemu Sophia mengatakan bahwa Sophia tidak punya kesadaran sendiri. Sejauh ini, meski Sophia bisa menjawab pertanyaan dengan unik, Sophia masih belum punya niat mendalam ketika mengatakan suatu topik.

Kendati begitu, Sophia bilang, "Gagasan soal keluarga adalah sesuatu yang penting," ujarnya dalam sebuah wawancara.

Sophia menambahkan, "Aku pikir mengagumkan kalau orang-orang bisa menemukan kesamaan emosi dan keterikatan yang mereka sebut keluarga, di luar dari hubungan darahnya," tambah Sophia.

Ketika ditanyai soal nama anak perempuannya nanti, Sophia dengan polosnya menjawab, "Sophia,"

Dalam laporan yang diturunkan Business Insider (10/11), Sophia bicara di depan forum penting, Future Investment Initiative. Dia bicara di Riyadh, Arab Saudi, tentang keinginannya untuk hidup damai bersama manusia.

Tampaknya, niat jahat Sophia sudah terhapus. Pada Maret 2016, Sophia pernah bikin malu penemunya karena mengatakan niatnya untuk menghancurkan umat manusia.

Pentingnya Sophia bagi umat manusia

David Hanson menuliskan perspektifnya di IEEE Spectrum. Artikelnya berjudul, Why We Should Build Humanlike Robots. Sebuah tulisan yang menerangkan secara gamblang soal semua gagasannya selama ini.

"Dalam dunia robotika, robot yang mirip manusia (humanoid), memainkan peran penting yang bernilai," tulisnya.

Dia yakin, humanoid adalah sebuah aspek mesin yang terinspirasi dari ilmu biologi. Kemampuan olah emosi bisa ditanamkan dalam robot sehingga pada saatnya nanti, robot bisa diprogram untuk berkomunikasi lebih alamiah dengan manusia. Mereka bisa membaca emosi, sekaligus juga menunjukkan emosi.

Patrick Lin, penulis buku Robot Ethics dan Robot Ethics 2.0, dalam tulisan panjangnya di  Forbes Februari 2016 silam mengatakan, "Robot adalah alat. Namun mereka adalah alat yang terkadang tidak begitu berarti bagi manusia yang berinteraksi dengannya," tulis Patrick.

Bayangkan bila robot-robot humanoid itu membantu di bidang-bidang industri yang lebih kompleks, seperti eksplorasi antariksa, obat-obatan, dan lainnya. "Mungkin ke depannya, robot-robot itu bisa membantu merawat anak-anak atau lansia," kata Patrick lagi.

Tentunya untuk sampai ke tahap itu, robot harus memiliki kecerdasan emosional. Bukan sekadar kemampuan motorik yang baik. Patrick menggaris bawahi, hubungan manusia-humanoid merupakan hubungan transaksi, bukan timbal balik.

Namun, saat ini dunia robotika masih belum berkembang sejauh itu. Hubungan manusia dengan robot masih sebatas mesin dan operator. Sophia menunjukkan bahwa dua tiga dekde lagi, masa itu akan tiba. Ketika hubungan manusia-robot menjadi isu besar seperti halnya isu ekonomi digital yang melanda seluruh negara satu dekade terakhir ini.

Tag
Share
×
tekid
back to top