Penembakan di Selandia Baru, tunjukan kelemahan media sosial

Oleh: Lalu Ahmad Hamdani - Sabtu, 16 Mar 2019 13:50 WIB

Siaran langsung pelaku penembakan di media sosial, menujukkan betapa lemahnya algoritma dan kebijakan media sosial terhadap aksi-aksi kekerasan.

Sehari sebelum insiden penembakan Masjid di Selandia Baru (15/3), pelaku penembakan mengunggah rencana dan manifestonya secara online. Lalu pada saat kejadian, pelaku menyiarkannya secara langsung di Facebook Live.

Kejadian ini menunjukkan bahwa algoritma dan moderasi yang dilanarkan patform media sosial masih rapuh. Khusus bagi Facebook, platform ini selama 18 bulan lebih berinvestasi untuk mencegah postingan hoaks, kekerasan, pelecahan, dan menyingkirkan aktor-aktor buruk di platform mereka. Facebook sendiri berinvesatasi secara besar-besaran di sisi moderasi. Mereka memanfaatkan moderator manusia untuk membantu mesin mereka.

Di Facebook ada sejak Oktober 2017, moderatornya telah berjumlah 3 ribu orang dari yang semula hanya seribu orang. Rencana akhir 2018 lalu, Facebook akan merekrut 10 ribu moderator lagi.

Meski begitu, siaran langsung penembakan tersebut berlangsung lebih dari 20 menit sebelum akhirnya bisa diturunkan Facebook. Hal yang paling buruk lagi, video tersebut dimuat ulang di YouTube. Beberapa video muat ulang pelaku penembakan di Youtube bahkan berdurasi lebih dari satu jam lamanya.

Para ahli berpendapat, beberapa faktor berkontribusi dalam lolosnya video tersebut dari filter.