Nasib sampah elektronik, bisa didaur ulang atau tidak?

Oleh: Zhafira Chlistina - Jumat, 16 Desember 2022 13:04

Sampah elektronik akan semakin menumpuk, yang bisa menyebabkan pencemaran lingkungan dan kesehatan manusia dalam jangka waktu panjang.

Teknologi sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam setiap aspek kehidupan kita. Sayangnya, kemajuan teknologi di lain sisi memperpendek masa pakai perangkat elektronik. Harga yang lebih murah dan lebih mudah didapat, membentuk kebiasaan orang untuk lebih memilih membeli perangakat baru daripada memperpanjang masa pakai perangkat itu sendiri.

Ini juga sejalan dengan produsen perangkat elektronik yang terus memperbarui desain atau perangkat lunak dan menghentikan dukungan untuk model lama. Lalu apa dampak negatifnya? Tentu saja limbah atau sampah elektronik akan semakin menumpuk, yang bisa menyebabkan pencemaran lingkungan dalam jangka waktu panjang.

Penanganan sampah elektronik atau yang disebut dengan e-waste tidak semudah mendaur ulang sampah organik dan non-organik. Founder dan CEO Seasoldier, Dinni Septianingrum mengatakan bahwa e-waste termasuk dalam kategori limah B3 (bahan berbahaya dan beracun).

Seperti tim Tek.id rangkum dari laman Jakarta.go.id, limbah B3 yang masuk ke lingkungan akan mengakibatkan asidifikasi tanah atau kondisi tanah rusak dan tidak bisa digunakan untuk bercocok tanam maupun dijadikan hunian. Kandungan zat-zat kimia yang ada di dalam limbah B3 juga dapat mencemari air dan udara, sehingga mengancam kesehatan manusia.

Untuk melakukan daur ulang limbah elektronik yang benar secara formal biasanya melibatkan pembongkaran barang elektronik, memisahkan, dan mengelompokkan isinya berdasarkan material, lalu membersihkannya. Item-item tersebut kemudian diparut secara mekanis untuk penyortiran lebih lanjut dengan teknologi pemisahan canggih.