Nasib sampah elektronik, bisa didaur ulang atau tidak?
Sampah elektronik akan semakin menumpuk, yang bisa menyebabkan pencemaran lingkungan dan kesehatan manusia dalam jangka waktu panjang.
Source: Tehran Times
Teknologi sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam setiap aspek kehidupan kita. Sayangnya, kemajuan teknologi di lain sisi memperpendek masa pakai perangkat elektronik. Harga yang lebih murah dan lebih mudah didapat, membentuk kebiasaan orang untuk lebih memilih membeli perangakat baru daripada memperpanjang masa pakai perangkat itu sendiri.
Ini juga sejalan dengan produsen perangkat elektronik yang terus memperbarui desain atau perangkat lunak dan menghentikan dukungan untuk model lama. Lalu apa dampak negatifnya? Tentu saja limbah atau sampah elektronik akan semakin menumpuk, yang bisa menyebabkan pencemaran lingkungan dalam jangka waktu panjang.
Penanganan sampah elektronik atau yang disebut dengan e-waste tidak semudah mendaur ulang sampah organik dan non-organik. Founder dan CEO Seasoldier, Dinni Septianingrum mengatakan bahwa e-waste termasuk dalam kategori limah B3 (bahan berbahaya dan beracun).
Seperti tim Tek.id rangkum dari laman Jakarta.go.id, limbah B3 yang masuk ke lingkungan akan mengakibatkan asidifikasi tanah atau kondisi tanah rusak dan tidak bisa digunakan untuk bercocok tanam maupun dijadikan hunian. Kandungan zat-zat kimia yang ada di dalam limbah B3 juga dapat mencemari air dan udara, sehingga mengancam kesehatan manusia.
Untuk melakukan daur ulang limbah elektronik yang benar secara formal biasanya melibatkan pembongkaran barang elektronik, memisahkan, dan mengelompokkan isinya berdasarkan material, lalu membersihkannya. Item-item tersebut kemudian diparut secara mekanis untuk penyortiran lebih lanjut dengan teknologi pemisahan canggih.
Di Indonesia sendiri, mendaur ulang barang elektronik sudah difasilitasi oleh pemerintah. Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, misalnya, menawarkan layanan penjemputan limbah elektronik.
Metode lain yang mungkin lebih mudah kita lakukan sebagai pengguna dalam mengurangi e-waste adalah memperpanjang masa pakai perangkat elektronik. Seperti ponsel dan laptop misalnya, gunakan dengan bijak agar dapat bertahan hingga umur maksimalnya.
Selain itu, kini sudah banyak perusahaan teknologi yang mulai sadar akan kelestarian lingkungan, dengan memegang teguh konsep berkelanjutan dalam membuat suatu produk.
"Makanya sebisa mungkin elektronik itu kita jaga supaya life spent-nya itu tinggi," ujar Dinni. "Contoh smartphone atau laptop sekarang sudah mulai tidak ada charger-nya kan, itu kita diajarkan berhemat dan menggunakan ulang selama mungkin."









