83% perusahaan di Indonesia ternyata masih pakai software bajakan

Oleh: Hieronimus Patardo - Kamis, 24 Okt 2019 17:40 WIB

Dalam laporannya, BSA menyebut bahwa 83% perusahaan di Indonesia masih menggunakan software ilegal. Jumlah ini tergolong tinggi di kawasan Asia Tenggara.

Source: Patardo/ Tek.id

BSA Software Alliance, organisasi non profit yang bergerak di industri software global menyebut bahwa 83% pengguna di Indonesia masih memakai software bajakan. Hal ini diungkapkan oleh Tarun Sawney, Senior Director BSA untuk wilayah Asia ketika memulai kembali kampanye “Clean Up to the Countdown”. 

Adapun kampanye itu merupakan kampanye untuk mengurangi penggunaan software bajakan yang dilakukan pengguna. Kampanye ini diharapkan dapat menjangkau 10 ribu perusahaan di seluruh Indonesia. Adapun yang menjadi sasaran kampanye ini adalah perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur, konstruksi, perbankan dan keuangan, teknik, arsitektur, media, desain, TI dan perawatan kesehatan. 

Berkenaan dengan itu, Tarun mengungkap bahwa tingkat penggunaan software bajakan di kalangan perusahaan di Indonesia masih berada di atas 83 persen. Padahal kata Tarun, dengan menggunakan software bajakan ada beberapa hal yang dipertaruhkan, seperti penurunan produktivitas, serangan malware hingga kredibilitas sebuah perusahaan. 

Adapun angka 83% itu merupakan adopsi software tidak berlisensi pada tahun 2017 di Indonesia. Kendati jumlahnya sudah menurun sejak 2011 lalu, jumlah ini masih terbilang besar di kawasan Asia Tenggara. Sebagai pembanding, penggunaan software bajakan di Malaysia pada tahun yang sama hanya berada di angka 51%. Demikian pula dengan Singapura, Thailand dan Vietnam, yang hanya memiliki tingkat adopsi 27%, 66%, dan 74%. 

“Dalam jangka panjang, Indonesia perlu menurunkan tingkat penggunaan software ilegal hingga mendekati rata-rata kawasan, yang saat ini berada di angka 57%. Hal itu dapat dicapai apabila pemerintah bertekad bulat dalam menindaklanjuti secara bersungguh-sungguh” ungkap Turan.