Bagaimana layanan GoFood dan GrabFood mengubah kebiasaan?

Oleh: Dommara Hadi S Lalu Ahmad Hamdani - Jumat, 25 Okt 2019 20:39 WIB

Selain memberi nilai tambah bagi merchant, terdapat data menarik akibat pergerakan pemesanan makanan yang mengubah pola kebiasaan masyarakat urban.

Dari tiga penjaja makanan yang kami temui di seputaran Jakarta dan Kabupaten Bogor, dua di antaranya menggunakan layanan GoFood, satu penjaja makanan menggunakan dua layanan, GoFood dan GrabFood.

Supri misalnya, penjaja nasigoreng yang biasanya mangkal di Jl. Raya Alternatif Transyogie, Kabupaten Bogor, telah menggunakan Gofood sejak dua tahun lalu. Ia sendiri berjualan sejak 2009 di lokasi tersebut.

Setelah mencoba menjadi mitra merchant GoFood, omsetnya naik hingga 10%-30%. Sebelum bersama GoFood, ia biasa mengantongi omset Rp800 ribu per hari. Setelah menjadi mitra GoFood, omsetnya melejit menjadi Rp1,1 – Rp1,2 juta per hari. Saat ini, paling sepi ia bisa membawa pulang Rp1 juta sehari.

Pesanan online dari GoFood biasanya ramai diterima oleh Supri sehabis Isya. Karena belum menggunakan GrabFood, ia mengaku ditawari untuk bergabung. Hanya saja, Supri masih bimbang dan belum memutuskan bergabung sampai saat ini.

Setali tiga uang dengan Supri, pengusaha warung Mie Ayam Kota yang juga berjualan di Jl. Raya Alternatif Transyogie, Kabupaten Bogor, juga mengalami hal serupa. Karyawan warung, Wandi yang kami temui, mengaku warung tersebut telah menggunakan GoFood selama 5 bulan, sementara warung ini mulai buka awal 2019.