Lip-Bu Tan akui Intel tertinggal dari pesaing, sulit untuk comeback
CEO baru Intel, Lip-Bu Tan akui Intel tertinggal dari pesaing. Dia juga mengatakan sulit bagi perusahaan untuk comeback.
Intel, salah satu nama terbesar di dunia semikonduktor, kini menghadapi tantangan terberat dalam sejarah perusahaannya. CEO baru Intel, Lip-Bu Tan, secara terbuka mengakui bahwa posisi Intel telah jauh merosot dibandingkan masa kejayaannya dua hingga tiga dekade lalu.
Dalam pertemuan internal bersama karyawan, Lip-Bu Tan menyampaikan bahwa Intel tidak lagi berada di jajaran sepuluh besar perusahaan semikonduktor dunia, menandai perubahan besar dalam lanskap industri yang selama ini didominasi oleh perusahaan mereka. Tapi, penurunan posisi Intel tidak terjadi tanpa sebab.
Salah satu faktor utama adalah kegagalan perusahaan dalam memanfaatkan momentum perkembangan kecerdasan buatan (AI). Ketika para pesaing seperti Nvidia dan AMD berhasil menguasai pasar chip AI dan menjadi tulang punggung revolusi teknologi global, Intel justru tertinggal. Selain itu, performa bisnis di segmen konsumer juga dinilai kurang memuaskan, menyebabkan Intel kehilangan banyak pelanggan setia yang selama ini menjadi sumber pendapatan utama.
Divisi produksi chipset, yang diharapkan menjadi mesin pertumbuhan baru bagi Intel, juga belum mampu bersaing dengan para raksasa Asia seperti TSMC. Proses produksi 18A yang semula digadang-gadang sebagai terobosan, ternyata belum mampu menarik minat pelanggan besar dan dinilai masih tertinggal dari segi teknologi. Lip-Bu Tan menegaskan bahwa saat ini, proses 18A lebih difokuskan untuk kebutuhan internal dan akan dievaluasi lebih lanjut sebelum diputuskan apakah akan dijual ke pihak eksternal, seperti Wccftech (11/7).
Sebagai respons atas tantangan ini, Lip-Bu Tan mengambil langkah strategis dengan melakukan perampingan organisasi. Ia menilai bahwa Intel yang lebih kecil dan ramping akan mampu bergerak lebih cepat dalam menghadapi dinamika pasar. Salah satu langkah konkret yang diambil adalah pengurangan jumlah karyawan, khususnya di divisi manufaktur chip dan beberapa unit lain yang dinilai kurang produktif. Selain itu, Lip-Bu Tan juga menyoroti pentingnya pengurangan lapisan manajemen untuk mempercepat pengambilan keputusan dan eksekusi strategi baru.
Di tengah keterbatasan dalam mengembangkan AI untuk data center, Intel kini mengalihkan fokus pada edge AI, yaitu integrasi kecerdasan buatan ke dalam prosesor konsumer dan perangkat edge. Langkah ini diambil karena peluang di segmen data center sudah didominasi oleh para pesaing, sementara pasar edge AI dinilai masih memiliki potensi pertumbuhan yang signifikan.
Restrukturisasi besar-besaran yang dilakukan Lip-Bu Tan juga mencakup evaluasi bisnis foundry secara menyeluruh. Tidak menutup kemungkinan, Intel akan melakukan pemisahan bisnis foundry dari divisi desain chip, bahkan opsi kerja sama dengan perusahaan lain seperti TSMC sempat dibahas untuk menyelamatkan divisi ini. Upaya rekrutmen talenta baru di bidang engineering juga menjadi bagian dari strategi memperkuat inovasi dan daya saing perusahaan.
Langkah-langkah drastis yang diambil CEO baru ini mendapat respons beragam dari publik dan investor. Sebagian berharap perubahan radikal ini dapat membawa Intel kembali ke jalur pertumbuhan dan inovasi, sementara sebagian lain masih skeptis mengingat ketatnya persaingan dan dominasi perusahaan Asia di industri semikonduktor global.









