Laporan Opensignal: Starlink Perluas Akses Internet di Pedesaan, Harga Masih Jadi Tantangan
Starlink memperluas konektivitas di pedesaan Indonesia, namun laporan Opensignal menilai keterjangkauan biaya akan menentukan adopsi yang lebih luas.
Ilustrasi internet berbasis satelit. dok. Freepik
Laporan terbaru Opensignal yang dirilis pada 5 November 2025 mengungkapkan kehadiran Starlink telah memberikan dampak nyata dalam memperluas akses internet di wilayah pedesaan Indonesia, terutama di daerah yang selama ini menghadapi keterbatasan jaringan fiber dan konektivitas seluler.
Temuan ini menunjukkan teknologi satelit memiliki peran penting dalam mempersempit kesenjangan digital, meski tantangan terkait keterjangkauan biaya layanan masih menjadi faktor penentu adopsinya.
Menurut analisis Opensignal, sebagian besar pengguna Starlink berada di daerah pedesaan. Hampir 60% pengguna Starlink tercatat berada di wilayah dengan kepadatan penduduk rendah, dibandingkan dengan pengguna Fixed Wireless Access (FWA) yang lebih banyak ditemukan di kota-kota besar.
Sementara itu, layanan telepon internet kabel rumahan (fixed broadband) mendominasi wilayah urban. Distribusi ini menggambarkan bahwa Starlink telah mengisi ruang konektivitas di lokasi yang sulit dijangkau oleh infrastruktur terestrial.
- APJATEL Gandeng International Fiber Alliance Percepat Implementasi Open Access Fiber dan Turunkan Harga Internet
- MyRepublic Luncurkan Layanan MyGamer, Internet Berperforma Tinggi untuk Gaming dan Streaming hingga 1Gbps
- ZTE dan XLSMART Tingkatkan Performa Jaringan Digital dengan AAU Massive MIMO FDD All-RAT
- ZTE dan Telkomsel Perluas Hyper 5G di Makassar, Percepat Transformasi Digital Indonesia Timur
Temuan Opensignal juga menunjukkan beberapa kabupaten di Kalimantan, Maluku, Sulawesi, dan Papua mengalami tingkat ketidaktersediaan sinyal seluler yang cukup tinggi, bahkan lebih dari lima persen dalam beberapa periode.
Kondisi ini membuat wilayah tersebut sangat bergantung pada pilihan alternatif seperti broadband satelit. Dalam konteks inilah Starlink mulai memainkan peran strategis sebagai penyedia akses yang dapat menjangkau lokasi terpencil, termasuk fasilitas layanan publik seperti puskesmas dan sekolah.
Penulis laporan, Robert Wyrzykowski, menekankan kontribusi Starlink terutama terlihat pada fungsi pelengkapnya dalam ekosistem konektivitas Indonesia.
“Starlink mengisi celah konektivitas di daerah yang belum terlayani jaringan terestrial. Kehadirannya membantu mempersempit kesenjangan digital secara praktis, terutama di sektor publik yang membutuhkan akses stabil untuk pelayanan kesehatan, pendidikan, dan administrasi dasar,” tulis Robert.
Namun, laporan tersebut juga menggarisbawahi tantangan terbesar Starlink saat ini terletak pada keterjangkauan biaya.
Perangkat keras Starlink dijual dengan harga yang jauh lebih tinggi dibandingkan perangkat FWA, dan biaya berlangganannya juga lebih besar dibandingkan paket internet rumah dan seluler berbasis darat.
Sebagai ilustrasi Kit Starlink Mini dibanderol Rp4,75 juta, dengan biaya tambahan permintaan tinggi mencapai Rp9,4 juta
Sedangan untuk Kit Standar dihargai Rp5,9 juta dengan biaya tambahan hingga Rp8 juta. Untuk Paket bulanan termurah (Residensial Lite) dihargai Rp479.000
Di tingkat rumah tangga, terutama di pedesaan, dengan biaya tersebut, membuat Starlink belum menjadi pilihan yang mudah diakses.
Opensignal mencatat dengan pendapatan rata-rata nasional sekitar Rp3 juta, paket layanan Starlink dapat menghabiskan porsi signifikan dari pengeluaran rumah tangga.
Akibatnya, penggunaan Starlink sejauh ini lebih banyak terjadi di fasilitas layanan publik dan titik komunitas bersama, dibandingkan di rumah-rumah pribadi.
Meski demikian, Robert mencatat kondisi harga ini tidak bersifat permanen. Di beberapa negara lain, seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris, Starlink telah menurunkan harga perangkat dan biaya langganannya seiring bertambahnya kapasitas produksi dan perluasan jangkauan pasar.
Hal serupa sangat mungkin terjadi di Indonesia, terutama jika permintaan dan skala penggunaan terus meningkat.
“Jika biaya perangkat dan layanan menurun seiring perkembangan pasar, kita mungkin akan melihat adopsi di tingkat rumah tangga meningkat secara signifikan,” ujar Robert dalam laporannya.
Laporan Opensignal menegaskan pemerataan konektivitas memerlukan pendekatan multi-teknologi. Fiber dan FWA tetap efektif di wilayah urban dan pinggiran kota, sementara broadband satelit seperti Starlink memiliki peran strategis dalam menjangkau daerah dengan tantangan geografis dan ekonomi yang tinggi.
“Pemerataan akses internet tidak hanya terkait teknologi, tetapi juga keterjangkauan. Ketika lebih banyak wilayah terhubung, kesempatan pendidikan, layanan publik, dan ekonomi digital dapat berkembang lebih merata,” tulis Robert.









