Perangkat terkoneksi buka potensi serangan siber

Oleh: Hieronimus Patardo - Rabu, 04 Nov 2020 16:38 WIB

Perkembangan teknologi menuntun pada personalisasi yang sesuai dengan preferensi konsumen saat ini. Namun hal ini tidak luput juga dari serangan berbahaya.

Perkembangan teknologi yang masif menuntun pada banyaknya digitalisasi industri. Peralihan bisnis ke ruang virtual bahkan dipandang bukan lagi sebagai sebuah pilihan, namun kebutuhan untuk dapat bertahan. Tak bisa dipungkiri juga, pandemi semakin mempercepat proses peralihan tersebut. 

Studi terbaru dari Deloitte menunjukkan bahwa tren peralihan sudah dilakukan oleh sebagian besar perusahaan di Asia Pasifik. Setidaknya 96% perusahaan di Asia Pasifik telah melakukan audit untuk menemukan peluang dalam Industri 4.0. Rata-rata bahkan lebih besar dari rata-rata global yang hanya berkisar di 51% saja. 

“Tingkat digitalisasi Asia Pasifik masih berada dalam tahap awal hingga akhirnya pandemi memaksa semua orang untuk mempertimbangkan kembali praktik operasional mereka. Kehadiran Industri 4.0 ini merupakan sebuah revolusi yang mengutamakan konsumen sebagai pilar pentingnya. Bersama terobosan seperti Big Data, Internet of Things (IoT), 5G, Industri 4.0 hadir untuk menciptakan masa depan sesuai dengan apa yang kita kehendaki,” kata Stephan Neumeier, Managing Director untuk Asia Pasifik di Kaspersky.

Kemajuan teknologi ini akhirnya menuntun pada pengalaman yang terpersonalisasi pada masing-masing konsumen. Artinya, produk dan layanan akan diciptakan berdasarkan preferensi konsumen. Contoh paling mudah adalah rekomendasi lagu berdasarkan mood atau preferensi seorang pengguna layanan streaming

Hal ini dilihat sebagai peluang oleh berbagai macam startup. Namun Kaspersky menilai, dengan banyaknya perangkat dan proses manufaktur yang saling terhubung, potensi serangan juga menjadi lebih luas. Bahkan riset Kaspersky menunjukkan kalau sistem otomasi industri Asia dan Afrika merupakan kawasan paling tidak aman secara global selama paruh pertama 2020.