Perang dagang AS-Tiongkok belum berimbas ke infrastuktur digital

Oleh: Lalu Ahmad Hamdani - Kamis, 15 Agst 2019 19:27 WIB

Perang dagang antara Amerika-Tiongkok rupanya tidak terlalu berdampak pada transformasi industri digital di Indonesia.

Perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan Tiongkok, bermula pada April 2018 lalu. Saat itu,AS mengenakan tarif sebesar 25% atas impor senilai USD50 miliar dari barang-barang produksi Tiongkok, mereka pun secara sepihak memicu perang dagang. Gejolak ini berdampak global, termasuk Indonesia.

Di tengah perang dagang Amerika-Tiongkok yang notabene juga memengaruhi investasi ekonomi digital di Indonesia, Direktur PT. Virtus Technology Indonesia, Christian Atmadjaja, menyarankan percepatan perkembangan digital Indonesia harus fokus pada tujuan dan inovasi. Ia menghimbau perusahaan Indonesia harus fokus pada peningkatan daya saing. Saat ini imbasnya masih belum terasa secara signifikan, kalaupun ada menurut Christian, hanya berimbas pada pasokan secara terbatas.

Berdasarkan riset Google dan Temasek 2018 lalu, pasar ekonomi digital di Indonesia yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara dengan mencapai valuasi sebesar USD27 miliar. Pada 2025 nanti, potensinya bisa mencapai USD100 miliar. Aliran investasi per tahun sebesar USD20-USD25 miliar pun 10% berasal dari sektor ekonomi digital. 

“Indonesia saat ini menjadi perhatian bagi pelaku usaha dunia sebagai salah satu negara yang serius dalam mengembangkan perekonomian digital, sehingga perkembangan teknologi di negara kita harus terus menerus kita pacu. Kita bisa melihat di tahun 2017, menurut studi dari Microsoft bahwa sekitar 4% Produk Domestik Bruto Indonesia berasal dari produk dan layanan digital seperti mobility, cloud computing, Internet of Things, dan artificial intelligence," ujar Christian.

Di kesempatan yang sama, Adir Ginting, Infrastructure Director of Dell EMC Indonesia, menambahkan, saat ini sejumlah besar perusahaan mengalami transformasi digital. Ia melihat ada tiga tren teknologi informasi yang saat ini sedang meningkat di Indonesia. Pertama, data menjadi mata uang baru, kedua, semakin banyak model platform baru akan mengambil alih saluran tradisional, dan terakhir, pertumbuhan perusahaan sekarang sangat tergantung pada cloud computing.