Pakar: Indonesia perlu UU PDP untuk berantas kebocoran data

Oleh: Zhafira Chlistina - Jumat, 21 Mei 2021 12:30 WIB

Pakar keamanan siber Pratama Persadha menanggapi kasus kebocoran data 279 juta penduduk Indonesia kemungkinan besar dari BPJS Kesehatan dan diperlukan UU PDP.

Source: Pexels

Belakangan ini warganet dikejutkan dengan isu 279 juta data penduduk Indonesia yang bocor dan dijual. Laporan ini pertama kali terungkap melalui Twitter, yang memperlihatkan akun bernama Kotz memberikan akses download secara gratis untuk file sebesar 240MB.

File tersebut berisi nomor identitas kependudukan (NIK), nomor HP, alamat, alamat email, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), tempat tanggal lahir, jenis kelamin, jumlah tanggungan dan data pribadi lainnya.

Ini bukan kali pertama Indonesia terlibat dalam kasus kebocoran data pribadi secara besar-besaran. Menurut pakar keamanan siber sekaligus Chairman Lembaga Riset Siber CISSReC - Pratama Pershada, faktor utama dari banyaknya peretasan besar di tanah air yang menyasar pencurian data pribadi adalah karena tidak ada pasal yang mengatur praktik ilegal tersebut.

Pratama menegaskan, Indonesia sangat membutuhkan UU PDP dengan pasal yang tegas dan kuat, untuk mengamankan data masyarakat.

Di samping itu, Pratama juga sangat menyayangkan, kasus kebocoran ini bersumber dari data yang dihimpun oleh salah satu instansi pemerintahan. Meskipun belum terbukti dan menemukan sedikit kejanggalan, Pratama mengatakan data kemungkinan besar memang berasal dari BPJS Kesehatan.