Kaspersky sarankan lembaga keuangan tingkatkan intelijen ancaman

Oleh: Lely Maulida - Sabtu, 25 Sep 2021 15:22 WIB

Pembatasan sosial serta peningkatan pengaturan kerja jarak jauh selama pandemi membuat bank mungkin tidak siap menangani ancaman siber.

Pembatasan sosial serta peningkatan pengaturan kerja jarak jauh selama pandemi membuat bank mungkin tidak siap menangani ancaman siber. Padahal peningkatan transaksi selama pandemi terus meningkat karena mengandalkan layanan berbasis teknologi untuk meminimalisir kontak fisik. 

Meskipun kecepatan implementasi teknologi digital dianggap serius oleh lembaga keuangan, namun mengamankan platform dan pengguna juga memiliki nilai yang sama besarnya dengan inovasi. Salah satu lembaga resmi keuangan Indonesia bahkan menyarankan dan memberikan kebijakan dasar bagi perbankan di Indonesia untuk mengutamakan keamanan siber guna melindungi konsumen di dalam negeri.

Dengan hampir separuh organisasi mengalami kesulitan menemukan perbedaan antara ancaman nyata dan positif palsu, tim keamanan justru dibiarkan “buta” alih-alih memprioritaskan ancaman yang dapat ditindaklanjuti dengan benar. Ini akan membuka celah untuk serangan tak terduga bagi organisasi.

“Transformasi digital selalu menghadirkan tantangan baru, terutama bagi sektor keuangan. Indonesia berada di tengah revolusi digital di mana penggunaan gateway pembayaran online dan e-wallet diperkirakan akan terus berkembang. Meskipun merupakan tanggung jawab besar bagi bank dan penyedia layanan keuangan untuk mengamankan sistem virtual mereka, berinvestasi dalam solusi paling cerdas sangat penting karena mereka membangun pertahanan siber untuk melindungi pelanggan dan bisnis secara lebih baik. Dari sudut pandang keamanan siber, intelijen ancaman adalah kerangka kerja khusus yang canggih yang dapat memberikan manfaat bagi sektor keuangan secara signifikan,” kata Yeo Siang Tiong, General Manager untuk Asia Tenggara di Kaspersky.

Dalam Laporan IT Security Economics Kaspersky baru-baru ini, ditemukan bahwa intelijen ancaman dianggap sebagai area investasi untuk 41% perusahaan dan 39% UMKM dalam menanggapi insiden pelanggaran data.