Ancaman siber AI meningkat: Tantangan & solusi
Ancaman siber AI meningkat: Tantangan & solusi
Lanskap siber di Indonesia dan kawasan Asia Pasifik semakin berubah drastis. Survei terbaru IDC yang ditugaskan oleh Fortinet mengungkap peningkatan tajam baik pada volume maupun kecanggihan ancaman siber. Dalam kondisi yang semakin kompleks, para pelaku kejahatan siber dengan cepat mengintegrasikan kecerdasan buatan (AI) ke dalam metode serangan mereka. Hal ini menyebabkan tim keamanan kewalahan dalam mendeteksi serta merespons insiden secara tepat waktu, mengungkapkan pergeseran dari ancaman yang tampak ke ancaman yang lebih tersembunyi.
Data menunjukkan bahwa hampir 54% organisasi di Indonesia pernah mengalami serangan siber berbasis AI dalam satu tahun terakhir. Beberapa organisasi melaporkan peningkatan serangan hingga dua kali lipat hingga tiga kali lipat.
Kelas baru ancaman ini tidak hanya memanfaatkan teknologi canggih, tetapi juga mengeksploitasi kelemahan internal seperti kesalahan konfigurasi, penyalahgunaan identitas, serta manipulasi perilaku manusia melalui deepfake dalam penipuan email bisnis, credential stuffing, dan serangan brute force. Ancaman seperti malware polymorphic dan teknik AI adversarial semakin sulit dideteksi oleh sistem tradisional, sehingga menimbulkan celah besar dalam visibilitas dan tata kelola keamanan.
Di sisi lain, meski ancaman berbasis AI semakin meluas, hanya sekitar 13% organisasi yang merasa sangat percaya diri dalam kemampuan pertahanannya. Lebih mengkhawatirkan lagi, 18% organisasi mengaku tidak memiliki sistem yang memadai untuk melacak serangan berbasis AI.
Sementara itu, serangan tradisional seperti ransomware, serangan rantai pasokan perangkat lunak, serta eksploitasi zero-day juga terus mengancam, dengan risiko pencurian data, pelanggaran privasi, bahkan kerugian finansial yang signifikan dengan sebagian kasus mencapai lebih dari 500.000 Dolar AS.