1 dari 4 professional TI butuh peningkatan sistem keamanan siber

Oleh: Nur Chandra Laksana - Senin, 28 Juli 2025 14:04

1 dari 4 professional TI butuh peningkatan sistem keamanan siber.

Meningkatnya tren adopsi perangkat digital dan percepatan digitalisasi mendorong perusahaan untuk terus memperkuat keamanan siber agar tetap tangguh menghadapi ancaman yang semakin canggih. Berdasarkan studi Kaspersky bertajuk "Improving resilience: cybersecurity through system immunity," sebanyak 850 profesional TI dari kawasan Eropa, Amerika, Asia Pasifik, Rusia, hingga Timur Tengah disurvei untuk memetakan tantangan dan peluang seputar keamanan siber di lingkungan perusahaan modern.

Temuan riset ini menyoroti kebutuhan nyata akan pembaruan sistem proteksi, sekaligus menggambarkan betapa pentingnya adaptasi proaktif di tengah lanskap ancaman yang dinamis. Mayoritas profesional TI yang ikut serta dalam survei memang menyampaikan tingkat kepuasan yang tinggi terhadap perlindungan siber yang saat ini diterapkan di perusahaan mereka. Namun, kepuasan tidak selalu linier dengan kondisi ideal.

Dari total responden, hanya 6% yang menyatakan secara terbuka tidak puas, sedangkan 94% lainnya puas hingga sangat puas, tetapi tetap mengakui adanya berbagai area yang masih bisa dioptimalkan. Menariknya, 76% peserta survei percaya hanya terdapat "sedikit" atau "beberapa" bidang yang perlu diperbaiki. Namun, angka 22% profesional yang menilai perlunya peningkatan "signifikan" menjadi alarm penting, khususnya saat membahas isu-isu krusial seperti serangan siber tingkat lanjut atau kelengahan prosedural di jaringan perusahaan.

Lebih dalam lagi, survei Kaspersky mengangkat berbagai aspek paling rentan dalam sistem keamanan siber korporat. Di antaranya, risiko terjadinya kegagalan sistemik setelah kebocoran data menjadi salah satu perhatian utama, disampaikan oleh 22% profesional TI. Ancaman ini tak hanya berpotensi merugikan bisnis secara material, namun juga dapat menguras kepercayaan publik dan mitra strategis. Selain itu, kompleksitas infrastruktur IT/OT yang meningkat (21%) kerap membuat tim keamanan harus bekerja ekstra keras, terutama saat integrasi sistem lama dan baru belum berjalan mulus.

Lingkungan digital yang semakin heterogen dan dinamis juga membuat pembaruan intelijen ancaman menjadi sangat vital. Sebanyak 20% responden menyebut intelijen ancaman yang ketinggalan zaman sebagai celah rawan yang perlu segera dibenahi. Ketika data dan informasi ancaman tidak diupdate secara berkala, perusahaan berisiko bertahan dengan sistem pertahanan lama yang sudah diketahui metode penembusannya oleh pelaku kejahatan siber.