Seaspiracy, dokumenter yang menyayat hati

Oleh: Zhafira Chlistina - Sabtu, 10 Apr 2021 13:10 WIB

Siapkan mental Anda sebelum menonton dokumenter Seaspiracy, menampilkan fakta yang sebenarnya terjadi di laut dan industri perikanan yang menyayat hati.

Secara teori, hidup adalah simbiosis mutualisme, di mana terjalin hubungan yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Ketika salah satu pihak menjadi egois dan serakah, maka pihak lainnya akan dirugikan. Setidaknya, seperti itulah gambaran yang sedang terjadi di muka bumi ini, dan coba disampaikan oleh Kip Andersen, produser film dokumenter. 

Pada 2014 lalu, Andersen merilis Cowspiracy, dokumenter yang mengeksplorasi efek kerusakan dari peternakan hewan terhadap lingkungan. Dan di tahun ini, Andersen kembali meluncurkan proyek bersifat kontroversi lainnya, berjudul Seaspiracy di layanan streaming Netflix.

Dalam beberapa hari terakhir, Seaspiracy menjadi subjek pembicaraan di jejaring sosial, khususnya bagi para pemerhati lingkungan. Saya yang awalnya tidak tahu menahu tentang dokumenter ini, berujung menontonnya selama satu setengah jam. 

Seaspiracy dibuka oleh pengarah dari dokumenter itu sendiri, yakni Ali Tabrizi. Ia hanyalah bocah laki-laki yang sering mengunjungi akuarium raksasa dan pertunjukan hewan laut, untuk melihat hewan kecintaannya, lumba-lumba dan paus. Namun, rasa cinta Tabrizi berujung ketertarikan dan keingintahuan yang mendalam pada ekosistem laut dan industri di dalamnya.

Tidak disangka-sangka, apa yang menjadi kesukaannya itu justru memberikan kekecewaan terbesar di dalam hidupnya. Pencemaran lingkungan, kekerasan pada hewan laut, korupsi sana sini, hingga industri perikanan yang jeblok ditunjukkan dalam Seaspiracy.