sun
moon
Premium Partner :
  • partner tek.id poco
  • partner tek.id telkomsel
  • partner tek.id realme
  • partner tek.id acer
  • partner tek.id samsung
Sabtu, 27 Jan 2018 12:00 WIB

Rade Tampubolon, jeli melihat peluang di industri Selebgram

Konten dan media sosial telah mengubah nasib Rade Tampubolon dari pegawai ke pendiri startup

Rade Tampubolon, mengawali karirnya sebagai marketer di Orang Tua Group. Tidak disangka-sangka, aktivitas pekerjaannya sebagai marketer membuatnya menemukan perusahaannya sendiri, SociaBuzz. Ini adalah platform digital baru sekaligus pelopor dalam memperkenalkan sektor digital influencer marketing di Indonesia.

Jakarta waktu itu dirundung gerimis. Saya ingat, janji bertemu dengan Rade hampir gagal kalau tidak nekat menerjang gerimis. Akhirnya saya bertemu dengannya secara langsung di bilangan Plaza Senayan. Kesan pertama saya terhadapnya adalah, orangnya sederhana dan bersahaja. Tapi ketika saya mulai mengobrol dengannya, baru saya sadari bahwa ia memang seorang marketer sejati.

Rade mulai bercerita, bagaimana ia mengawali SociaBuzz di 2012. Tahun itu, platform Twitter sudah mulai memicu lahirnya aktivitas influencer marketing. Kalau masih ingat istilah Buzzer di zaman itu?

SociaBuzz sendiri Rade akui sebagai proyek iseng pada awalnya. Tahun itu pun ia masih berstatus sebagai marketer di Orang Tua Group. Memang kedengarannya agak curang, tapi di dunia startup, cerita seperti Rade ini sudah lumrah.

Rade mengingat-ingat awal mula ia memperjuangkan SociaBuzz. “Waktu itu kendalanya kalau menghubungi Buzzer satu-satu kan repot, harus manual. Jadi kepikiran Bagaimana ya otomatisasinya biar lebih sederhana. Akhirnya cobalah bikin (SociaBuzz) 2012. Sudah launching, tapi waktu itu belum fokus,” kisah Rade.

Perlahan tapi persisten, Rade melihat peluang membesar di 2014. Apa yang ia tekuni tampaknya punya pasar yang besar. Tahun itu pula Rade fokus untuk total berkecimpung.

Waktu itu ekosistem influencer marketing di Indonesia sudah mulai diadopsi brand. Bahkan brand juga sudah mulai megalokasikan dana untuk aktivitas influencer marketing ini.

Pengamatannya pun tidak salah. Influencer marketing mulai meledak 2015. Pasarnya tumbuh dan sekarang sudah jadi umum di kalangan pemasar. Bagi orang awam, istilah Selebgram dan YouTuber pun tidak asing lagi di telinga mereka. Maret 2015, SociaBuzz beroperasional secara penuh.

Menatap masa depan

Menurut Rade, Influencer Marketing ini punya masa depan yang panjang. Dasar pemikirannya adalah kebutuhan manusia akan konten. “Orang akan tetap terpengaruh dengan orang lain. Bahkan orang mulai ingin mengikuti idolanya. Contohnya seperti anak-anak zaman dulu, ketika melihat band idolanya ingin menjadi Rockstar. Kalau sekarang malah beralih menjadi YouTuber,” kata Rade.

Untuk mengakomodasi kebutuhan pasar, SociaBuzz pun bertransformasi. Ia bukan sekedar platform penghubung antara influencer dengan brand, mereka juga memayungi platform-nya dengan perusahaan agensi sendiri. Ini demi mengakomodasi kebutuhan khusus dari brand, serta mempermudah layanan dan platform mereka terintegrasi dengan baik.

Uniknya, semua orang yang memiliki akun media sosial, punya kesempatan untuk ambil bagian. Untuk menjadi influencer di SociaBuzz, kita tinggal mendaftar dan menunggu persetujuan. Biasanya, seseorang dengan jumlah pengikut diatas 1000 bisa langsung terdaftar. Apalagi bila influencer memiliki konten yang jelas, seperti penyuka fashion misalnya.

Proses approval-nya sendiri singkat. Hanya butuh 1-2 hari untuk disetuji SociaBuzz. “Tapi kita tidak bisa menggaransi influencer akan cepat mendapatkan job dari klien,” terang Rade.

Karakteristik Influencer

Umumnya influencer dengan jumlah followers yang tinggi akan lebih mudah mendapatkan klien. Pasalnya masih banyak merek dagang yang ingin menjalankan aktivitas pemasaran, menggandeng influencer yang sudah familiar. Basis penggemar atau follower besar pun jadi tolak ukur.

“Tapi tren micro influencer kita lihat mulai bertumbuh. Mulai banyak brand yang melihat influencer besar sudah overexposure. Setiap 10 menit endorse, kalau kita lihat itu tidak sehat. Jadi mereka (brand) masih terus mencari yang fresh, biasanya yang punya 10-20 ribu follower,” terang Rade.

Hal lain yang klien suka adalah, influencer yang otentik. Pasalnya pengikut influencer seperti ini tidak akan memiliki pemikiran, bahwa mereka tengah dihadapkan pada aktivitas pemasaran.

Posisi SociaBuzz

Aktivitas pemasaran ini cukup unik dan berbeda dengan cara-cara tradisional. Influencer punya ruang untuk berkreasi mempromosikan produk atau layanan, sesuai karakter mereka. Di sinilah SociaBuzz berperan sebagai konsultan penghubung antara klien dan influencer.

“Kita selalu memberi sugesti yang bisa diterima oleh kedua belah pihak. Biasanya brand tetap memegang kontrol dalam aktivitas influencer marketing ini. Namun soal kreativitas, kita bisa berkomunikasi lebih lanjut,” terang Rade.

Menurut Rade, Instagram merupakan platform terbesar bagi aktivitas semacam ini. Sisanya sekitar 10-15 persen ada di YouTube. Industri yang berinvestasi di aktivitas ini biasa industri yang produk atau jasanya mempengaruhi keputusan emosional pengguna.

“Misalnya baju. Kenapa Anda memutuskan membeli baju, dengan warna dan harga seperti ini? Itu keputusan emosional, bukan keputusan yang rasional. Makanan juga sekarang sudah menjadi keinginan daripada kebutuhan. Tapi kalau Anda misalnya menjual asuransi itu susah untuk divisualisasikan di Instagram,” ujar Rade.

Tantangan Industri

Kadang-kadang brand juga datang kepada SociaBuzz dengan solusi yang belum terpecahkan.

“Oleh karena itu kita mencari solusi terbaik. Kita lihat dari target pasarnya. Bahkan yang datang tidak hanya membutuhkan solusi influencer marketing. Kadang mereka butuh solusi digital advertising atau SEO. Marketing plan tidak bisa dijalankan dengan saklek. senjatanya harus beragam agar tepat sasaran,” ujar Rade.

Kedua, aktivitas Influencer Marketing ini bisa jadi susah untuk diukur. Pasalnya, tidak semua kampanye pemasaran berujung ke pembelian. Raden mengakui ada link yang hilang di sini.

“Agak susah untuk mengukurnya. Biasanya yang bisa diukur adalah engagement. Soal reach, kita bisa estimasikan itu di awal. Misalnya kita pakai beberapa influencer untuk mencapai target 10 juta reach. Tolak ukurnya dari engagement. Ada persentase dalam engagement yang kita bisa estimasikan menjadi reach,” ujar Rade.

Bicara soal marketing yang terukur, sebenarnya Facebook Ads dan iklan programatik lainnya jauh lebih terukur daripada influencer marketing. Tapi fungsi influencer marketing ini berbeda di mata Rade. Ia beranggapan, human marketing itu cuma manusia saja yang bisa menyampaikannya.

Klien

Sejauh ini SociaBuzz sudah bekerja sama dengan Oppo, Advan, CDR, Tiki (aplikasi), Uber, Mataharistore.com. Elevenia, Tokopedia, sampai Tiket.com.

Industri sebenarnya sudah familiar menggunakan strategi ini. Hanya saja strategi ini belum menjadi strategi utama. Rade berani menjamin, para pemasar sudah mulai mengadopsi strategi ini sekitar 70 persen di industri.

Justru yang menarik dari pengalaman Rade adalah, klien dari pemilik took online di media sosial. Rade mengatakan, mereka bisa habiskan Rp20 juta sebulan untuk aktivitas influencer marketing ini. Mereka mengenal aktivitas ini sebagai aktivitas endorse.

Jumlah akun yang terdaftar di SociaBuzz pun kini mencapai 15 ribu. Rade mengakui, mereka juga memiliki akun resmi para artis. Kebanyakan mereka lebih banyak influencer mikro sampai yang level Selebgram. Selebgram sendiri menurut Rade adalah orang-orang dengan pengikut di atas 100 ribu.

2018 memang baru masuk lingkaran awal bulan. Tapi Rade, founder SociaBuzz mulai bergegas menelurkan ide-ide barunya. Ada dua platform baru yang tengah ia siapkan, Servolia dan Pixamola.

“Kita tidak mau berhenti hanya di influencer marketing ini, karena sebenarnya kita melihat how to connect with more creative talent,” pungkasnya.

Share
×
tekid
back to top