sun
moon
Premium Partner :
  • partner tek.id realme
  • partner tek.id samsung
  • partner tek.id acer
  • partner tek.id poco
  • partner tek.id telkomsel
Jumat, 09 Mar 2018 18:01 WIB

Zaki Falimbany dan pasang surut startup Codemi

Peralihan fokus justru mengantarkan Zaki Falimbany membawa nama Codemi semakin populer dan tumbuh signifikan

Zaki Falimbany dan pasang surut startup Codemi
Foto: Lelly Maulida/Tek.id

Codemi (Collaboration Academy Indonesia), startup penyedia sistem learning bagi perusahaan meraup banyak pengguna dalam waktu yang cukup singkat. Melalui layananya bertajuk Codemi Learning, startup Tanah Air ini digunakan oleh lebih dari satu juta user hanya dalam waktu sekitar dua tahun.

Mulanya Codemi tak menyasar perusahaan sebagai kliennya melainkan end-user yang membutuhkan konten e-learning. Namun diakui Founder dan CEO Codemi, Zaki Falimbany, trainer yang dimilikinya merupakan orang-orang yang sibuk sehingga Codemi tak mampu menyajikan konten secara aktif.

Atas hal tersebut Codemi kini memfokuskan diri untuk menyediakan sistem training bagi perusahaan berskala besar. Siapa sangka, peralihan fokus ini justru mengantarkan Zaki membawa nama Codemi semakin populer dan tumbuh signifikan.

Lahirnya Codemi

Zaki Falimbany memberanikan untuk membuat startup dengan mengikuti Founder Institute pada 2013. Dalam program tersebut ia diinkubasi selama empat bulan untuk belajar seluk beluk startup. Zaki diminta untuk mencari tiga ide bisnis apapun.

"Itu diajarin caranya bagaimana bikin startup. Itu mentor-mentornya kelas-kelas mengerikan semua lah. Dari situ disuruh nyari tiga ide bisnis apapun. Salah satunya waktu itu yang saya bawa itu Codemi," kata Zaki mengenang.

Dalam program ini, Zaki membangun startup-nya sendirian. Ia bahkan tak mengira bahwa Founder Institute mengharuskannya mencari ide untuk membangun startup. Zaki justru mengira program tersebut merupakan sebuah kursus.

Setelah Codemi terbentuk, Zaki mengajak rekannya untuk membangun Codemi lebih lanjut pada 2014. Namun Zaki menyebut banyak yang tidak cocok dengan kehidupan startup yang tidak pasti, sehingga ia ditinggal rekan-rekannya tersebut. Meski begitu, Zaki tetap berupaya mengembangkan karyanya.

Tak Lulus Kuliah

Alih-alih membiarkan Codemi, Zaki memilih untuk tetap bertahan meski ia pun menyadari ketidakpastian dalam membangun startup. Keyakinan ini berangkat dari kesalahan Zaki di masa lampau. Diakui Zaki, dirinya tak lulus kuliah. Padahal ketika ia berstatus mahasiswa, ia membantu seniornya mengerjakan skripsi.

"Saya pernah membuat satu kesalahan gede, tidak lulus kuliah. Jadi pada saat itu skripsi enggak saya kerjain, saya malah negrjain skripsi senior saya dua orang, terus dibayar. Dari kuliah udah mulai kerja dan wirausaha. Dan itu keputusan yang salah banget, tidak lulus kuliah," tutur Zaki

"Logikanya paling gampamng adalah pekerjaan saya nggak bisa jauh (dari tingkat SMA). Jadi saya nggak punya exit strategy. Mau nggak mau, suka nggak suka, ini yang harus dikerjain (startup), ya itu. Dan pada akhirnya, oh ternyata enak juga sih, seneng-seneng aja gitu," Zaki menambahkan.

Beruntung Zaki telah terbiasa dengan dunia teknologi dimana ia mampu membuat website, sistem dan lainnya meski tak kuliahnya tak lulus. Alhasil membangun startup Codemi masih bisa ia kendalikan.

Sepintas, kisah pendidikan Zaki Falimbany memang seperti Mark Zuckerberg maupun Bill Gates yang memutuskan untuk drop out dan mengembangkan startup mereka. Namun demikian, Zaki tak ingin hal tersebut ditiru banyak orang. Pasalnya ia menuturkan, ratusan bahkan ribuan orang tak meraup kesuksesan yang sama meski memutuskan untuk DO.

Keinginan membuat layanan yang berfokus pendidikan

Zaki belajar secara otodidak dengan cara mendapatkan informasi yang didapat secara online dan hal inipun dilakukan banyak orang sejak lama. Namun ia merasa kesulitan untuk mencari informasi hanya dalam satu platform.

"Kita itu sebenarnya sudah melakukan online learning. Tapi waktu itu saya sebagai user ngerasa susah banget sih, nyari ini di YouTube, nyari ini di Google, nyari ini disini, kenapa nggak ada satu website aja sih yang kalau mau nyari "how to" itu ada semua. Jadi waktu itu (terinspirasi) kalau bikin, keren juga ya. Jadi mulai dari pengalaman pribadi, saya adalah pelaku online learning," kata pria yang sempat menjadi mahasiswa AMIKOM Yogyakarta itu.

Codemi pada awalnya atau tepatnya pada 2014 memang dirancang untuk menghadirkan berbagai konten e-learning non formal seperti public speaking, writing dan lainnya. Setiap pengguna dikenakan biaya mengikuti kelas siapapun yang mereka inginkan.

Visi Codemi pun terkait dengan pendidikan yakni "Ikut Serta Mencerdaskan Bangsa". Zaki menyayangkan bahwa banyak expert yang hanya tersedia di beberapa kota besar seperti Jakarta, sehingga mereka yang tinggal di wilayah lain harus bertandang ke Jakarta atau kota besar lainnya demi mendapatkan pembelajaran yang mereka inginkan.

"Expert-nya cuma ada di Jakarta, di kota-kota besar. Codemi ingin menjadi ketika orang yang ingin belajar apapun di Codemi. Orang yang mengerti juga mau memberikan materinya di Codemi. Orang mau ngajar apapun dan mau belajar apapun kembali ke Codemi," papar Zaki.

Hadirnya Codemi diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi pendidikan di Indonesia. Bayangkan saja, jika semua tersedia dalam satu platform maka masyarakat di berbagai daerah termasuk di kota kecil mampu mengakses apapun yang ia inginkan secara online.

Zaki juga mengharapkan Codemi mampu mendorong semua orang untuk membagikan apapun keahlian yang mereka miliki bagi mereka yang memiliki minat serupa. Tentunya, Codemi pun akan memberikan royalti untuk pengguna yang bersedia berbagi. Konsep ini diharapkan Zaki mampu mewujudkan visi Codemi.

Mengubah Haluan dan menatap Codemi di masa mendatang

Pada saat kali pertama dirilis, Codemi telah memiliki sekitar 50 konten. Namun Zaki mengungkapkan terjadi kesalahan eksekusi sehingga ia mengubah haluannya.

"Jadi yang kita minta eksekusi itu direktur-direktur perusahaan multi-nasional yang tidak berniat menjual. 'Alah yaudah lah gratisin aja, ngapainn dijual'... Tapi kalau semua gratis, kita dapet uang dari mana," ujar Zaki.

Zaki menyadari startup-nya tak mampu membayar server yang terlalu tinggi, jika layanannnya tak mendulang dana. Alhasil ia menutup Codemi dengan konsep tersebut untuk sementara. Kemudian Codemi beralih fokus seperti saat ini.

Codemi kini menyediakan sistem training yang ditujukan ke perusahaan berskala besar. Bukan tanpa kendala Codemi memutuskan untuk mengalihkan fokusnya.

Zaki mengenang bagaimana perusahaan tak percaya dengan keamanan data karyawan yang disimpan Codemi di cloud. Belum lagi modal yang cukup sulit didapatkan. Namun berkat ketekunannya, Zaki dan timnya mampu membuat Codemi digunakan oleh lebih dari satu juta user.

"Di Indonesia itu enggak percayaan. Jadi pada waktu mereka bertanya ini data disimpan dimana? Ketika disimpan di cloud, mereka itu enggak percaya data karyawannya disimpan di cloud. Itu tahun 2016. 2017 kemarin mereka sudah mulai membuka diri. 2018 ini, setiap calon klien yang kita temui semuanya minta cloud, enggak mau lagi datanya disimpan di server perusahaan karena mereka paham bandwidth-nya gede kalau training online video dan macem-macem," terangnya.

Zaki juga memperkirakan, Codemi akan meraup satu juta pengguna pada tahun 2020. Namun ia sendiri tak menyangka mampu mencapai jumlah user hingga lebih dari satu juta tiga tahun sebelum 2020.

"Saat ini melebihi dari apa yang direncanakan. Waktu saya bikin business plan-nya, harusnya kita mencapai ini itu di tahun 2020. Mencapai angka satu juta. Karena dengan perhitungan ekonomi, matematika dan segala macem, oh kita bisa mencapai satu juta user di tahun 2020. Alhamdulillah, kita bisa mencapai itu tiga tahun lebih cepet," kata Zaki.

Lebih lanjut Zaki berharap Codemi menjadi salah satu platform yang menjadi acuan pengguna dalam mencari berbagai informasi hingga pengetahuan terkait pendidikan khususnya pendidikan non formal. "Menjadi one stop learning solution bagi para profesional," begitulah Zaki menyatakan keinginan besarnya untuk Codemi, startup besutannya sendiri.

Ke depannya Codemi juga akan kembali menghadirkan layanan pendidikan untuk end-user seperti semula. Tak hanya di Indonesia, Zaki berniat untuk membawa Codemi hingga ke Asia Tenggara.

Share
×
tekid
back to top