sun
moon
Premium Partner :
  • partner tek.id samsung
  • partner tek.id telkomsel
  • partner tek.id realme
  • partner tek.id acer
  • partner tek.id poco
Kamis, 27 Jun 2019 17:14 WIB

Andryanto C. Wijaya, pimpin BenQ Indonesia hingga jadi nomor 1

BenQ memiliki tiga pilar utama dalam produknya: proyektor, monitor dan professional display. Khusus proyektor, mereka menerapkan teknologi DLP dan menjadi nomor satu di dunia.

Andryanto C. Wijaya, pimpin BenQ Indonesia hingga jadi nomor 1

BenQ adalah perusahaan asal Taiwan yang menawarkan aneka macam produk. Beberapa di antaranya adalah proyektor. Dalam hal teknologi, pabrikan tersebut mengandalkan sistem Digital Light Processing (DLP) untuk seluruh jajaran proyektornya. Keunggulan teknologi DLP dibandingkan teknologi proyektor lain adalah menawarkan kontras tinggi dan akurasi warna yang presisi.

Kebetulan baru-baru ini saya memiliki kesempatan untuk berbincang-bincang dengan Andryanto C. Wijaya selaku Managing Director PT BenQ Teknologi Indonesia. Pria yang akrab disapa Andry ini mengatakan BenQ bukan hanya memiliki kekuatan hanya di proyektor, tetapi juga di monitor dan Interaktif Flat Panel (IFP). Dengan demikian, BenQ memiliki 3 produk utama untuk menawarkan solusi dalam berbagai segmen.

“Tiga tahun terakhir ini BenQ hanya fokus di tiga pilar. Pertama adalah proyektor, kedua adalah monitor, dan kemudian yang sekarang trending-nya lagi bagus itu adalah professional display. Salah satu produknya adalah IFP atau Interactive Flat Panel,” ucap Andry.

Mengingat perangkat IFP kebanyakan dapat diakses menggunakan tangan (touch screen) maka professional display buatan BenQ dilengkapi dengan fitur lapisan Anti-Germ atau anti kuman demi kesehatan penggunanya. Andry juga menyatakan bahwa monitor BenQ memiliki penjualan yang sangat kuat.

Dari ketiga pilar tersebut, BenQ lebih berfokus pada perangkat display. “Jadi related ke arah dokumen. (Akses) dokumen itu ada dua cara yaitu dengan cara dicetak dan satu lagi ditampilkan, baik lewat proyektor, monitor atau IFP,” lanjut Andry.

BenQ bukanlah satu-satunya pabrikan yang menganut teknologi DLP pada proyektornya, tetapi mereka berhasil menjadi nomor satu di dunia karena proyektornya bermain di segala segmen, bukan cuma proyektor mainstream.

“Kami tidak hanya main di segmen proyektor mainstream. Kalau kita main di mainstream, persaingan kami hanya bermain di harga.” kata Andry.

“Kenapa kami bisa bertahan, karena kita memiliki istilah POD atau Point of Differentiation. Maksudnya adalah kami membuat suatu produk yang masuknya ke dalam segmen khusus."

Dalam hal penjualan di kawasan Asia-Pasifik, Indonesia cukup memberikan pangsa pasar yang cukup besar dalam produk proyektor dan IFP. Australia merupakan pasar yang besar dalam produk IFP, tetapi sangat lemah untuk bisnis proyektor.

“Indonesia sangat kuat di penjualan proyektor, dan sekarang tumbuh di IFP. Negara yang paling kuat untuk bisnis IFP BenQ pada tahun 2018-2019 adalah Indonesia dengan pangsa pasar sekitar 60 persen, kedua adalah Timur Tengah dan ketiga adalah India,” jelas Andry sambil tersenyum.

Andry menjelaskan mengapa Indonesia kuat dalam penjualan proyektor BenQ karena salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbanyak. Negara ini memiliki sekolah-sekolah yang mulai beralih menggunakan proyektor untuk keperluan belajar-mengajar.

“Kalau tidak salah dari tahun 2010 pemerintah melakukan shift (pergeseran) teknologi dari whiteboard ke proyektor,” kata Andry.

BenQ tidak melakukan setengah-setengah dalam menghadirkan suatu produk. Maksudnya adalah benar-benar membedakan antara segmen untuk bisnis dan untuk edukasi. IFP khusus keperluan edukasi dilengkapi dengan panel anti kuman demi kesehatan murid dan guru serta teknologi Eye-Care eksklusif BenQ mengingat proses belajar-mengajar memerlukan sekitar 8 jam sehari.

Beda lagi dengan IFP untuk keperluan bisnis yang digunakan sekitar 1 jam saat rapat sehingga teknologi Eye-Care tidak terlalu diperlukan. IFP untuk keperluan bisnis juga tidak memerlukan kecerahan yang tinggi mengingat peserta rapat tidak akan terlalu dekat dengan layar seperti guru yang sedang menerangkan pelajaran pada murid-muridnya. Dengan demikian, BenQ sangat membedakan target fungsi antara masing-masing segmen.

Sebagai informasi, IFP BenQ RP654K yang telah dirilis dua tahun lalu mendapatkan respons yang sangat baik di pasar Indonesia. Kondisi ini semakin ditunjang dengan kehadiran RP650IK yang menambah beberapa fitur terdepan seperti Air Quality Sensor, Cloud Whiteboard, Account Management System dan beragam fitur menarik lainnya.

Andry sempat menjelaskan bahwa masa depan proyektor akan menjadi lebih spesifik berdasarkan penggunaannya. Dirinya mengatakan dulu proyektor hanya dibedakan berdasarkan tingkat kecerahannya, yang mana lumen tinggi untuk kebutuhan presentasi di gedung besar; sedangkan lumen rendah untuk keperluan rumahan.

“Pertumbuhan dari proyektor sendiri sekarang sudah makin spesifik. Kalau dulu tidak dibedakan menjadi spesifik untuk kebutuhan rumah, bisnis dan untuk presentasi di aula besar. Secara umum hanya dibedakan pada lumen. Tetapi semakin ke sini sudah benar-benar spesifik ke segmen,” terang Andry.

Meski demikian, saat ini secara umum 80 persen proyektor tergolong mainstream atau belum masuk ke segmen tertentu. 20 persen sisanya masuk ke dalam segmen berbeda seperti proyektor untuk keperluan home theater, bisnis, edukasi, presentasi, dan sebagainya.

Dewasa ini, teknologi pembuatan film semakin mutakhir. Selain dengan biaya yang mahal, ada suatu pesan yang ingin disampaikan oleh sutradara untuk para penonton. Oleh karenanya Andry lebih suka menonton film lewat proyektor lantaran mampu menghasilkan gambar lebih besar jika dibandingkan dengan televisi. Menonton gambar yang lebih besar akan menghadirkan pengalaman lebih optimal sebab menampilkan detil tajam.

Memang, televisi ada yang berukuran besar, tetapi harganya jauh lebih mahal ketimbang proyektor. Selain itu, teknologi DLP dari BenQ mampu menghasilkan warna cerah dengan detil unggulan karena resolusi 4K sesungguhnya, bukan hasil upscaling. Karena proyektor tidak memaparkan cahaya langsung ke mata pengguna, proyektor lebih nyaman dilihat ketimbang televisi.

“Detil aktivitas pada film dapat dilihat pada saat layar itu besar. Sebesar-besarnya TV yang ada itu sekitar ukuran 75 inci, tetapi harganya sangat mahal,” katanya.

Ketika saya tanya adakah tantangan monitor BenQ terhadap Smart TV, Andry menjawab ini dapat dianalogikan seperti kamera smartphone dan kamera sesungguhnya. Smart TV bagaikan kamera smartphone lantaran semua fitur dapat dimasukkan ke dalam satu perangkat.

Ketika bekerja, atau mengakses komputer, mata akan lebih nyaman karena monitor memiliki teknologi khusus kesehatan mata seperti Blue Light Filter dan Anti Flicker. Jadi tantangannya adalah bagaimana cara menyuguhkan optimasi monitor untuk digunakan berlama-lama. Saya sendiri sudah banyak mengulas monitor, ada teknologi singkronisasi frame rate bernama G-Sync dari Nvidia dan FreeSync dari AMD. Keduanya membantu menghadirkan tampilan mulus ketika bermain gim.

Dalam hal proyektor sendiri, pembedanya adalah ada segmen untuk home theater, proyektor berteknologi laser, selanjutnya ada pula proyektor yang lensanya dapat ditukar. Inilah value dari BenQ karena mereka tidak sekadar main di komoditi. Selain bertahan, perusahaan ini juga yakin mereka dapat terus tumbuh.

Beberapa waktu lalu saya sempat mengulas proyektor terbaru BenQ, yaitu W2700. Proyektor ini dikhususkan untuk melengkapi perangkat home theater dengan resolusi 4K. Andry menyatakan kehadiran proyektor anyar ini adalah upaya BenQ untuk mengadirkan pengalaman yang didapatkan di bioskop akan didapatkan pula di rumah. Sekitar 4 atau 5 tahun lalu, menghadirkan pengalaman menonton di rumah layaknya di bioskop akan memerlukan biaya hingga ratusan juta. Tetapi W2700 hadir dengan harga terjangkau untuk kelas proyektor home theatre.

“BenQ selalu melakukan inovasi membuat proyektor lebih kecil dan berukuran lebih ringkas tetapi standar performa tetap sama. Bioskop memiliki beberapa standar rentang warna. Ada Rec.709, DCI P3, REC.2121. Proyektor BenQ juga memiliki standar warna tersebut. Artinya dengan mendukung standar tersebut, kami memindahkan kualitas bioskop ke rumah, tetapi dengan harga terjangkau,” tutup Andry.

Editor
Share
×
tekid
back to top