sun
moon
Premium Partner :
  • partner tek.id realme
  • partner tek.id samsung
  • partner tek.id telkomsel
  • partner tek.id poco
  • partner tek.id acer
Kamis, 17 Okt 2019 16:04 WIB

Perusahaan asal Korea ini punya solusi IoT untuk makanan dan minuman

IoT bukan lagi menjadi barang baru. Sebuah startup asal Korea berniat mengawinkan teknologi dengan produk makanan dan minuman melalui sebuah sensor canggih.

Perusahaan asal Korea ini punya solusi IoT untuk makanan dan minuman
Foto: Istimewa

Makanan sudah menjadi kebutuhan primer. Hampir di semua tempat, penjual makanan dapat ditemukan, kemasannya juga sudah banyak yang menarik. Masalahnya adalah, setiap makanan pasti memiliki masa kadaluarsa. Artinya, setelah sampai tenggat waktunya, makanan tersebut tidak akan dapat dikonsumsi lagi. 

Di beberapa negara, teknologi indikator tingkat kesegaran makanan pun mulai dikembangkan. Teknologi ini digunakan untuk mengetahui seberapa segar sebuah penganan yang sudah dikemas. Terlepas dari adanya tanggal kadaluarsa yang diberikan, teknologi semacam ini diklaim dapat memberikan informasi yang lebih akurat. 

Prinsipnya dengan memindai indikator yang disematkan, calon pembeli bisa dengan mudah mengetahui, apakah sebuah penganan yang hendak dibeli masih layak dikonsumsi. Semuanya tergantung dari aplikasi dan server dari perusahaan penyedia layanan. 

Nah, sebuah startup bernama GreenS Systems memboyong teknologi ini ke Indonesia. Melalui acara pameran startup asal Korea (16/10), Kristopher H. Lee, Chief Marketing Officer Greens Systems memaparkan solusi smart packaging yang dibawanya dari negeri Gingseng itu. 

Pria itu menjelaskan di Eropa, ada sekitar 88 juta ton sampah makanan yang akhirnya berdampak pada tingginya emisi CO2. Ia menyebut bahwa di Eropa, kadar emisi CO2 mencapai 33 giga ton. Karena itu juga, 142,8 miliar Euro terbuang untuk mengatasi masalah tersebut. Di Jerman, metode tanggal kadaluarsa sudah mulai ditinggalkan. Sebagai gantinya, kontrol makanan akan dilakukan dengan sistem indikator kesegaran. Ini dipandang sebagai solusi logistik berbasis IoT. 

Dalam kunjungannya ke Indonesia, Lee membawa beberapa produk andalannya. Perusahaan yang saat ini sudah membangun cabang di Perancis tersebut mengenalkan dua model indikator kesegaran makanan. Satu mengandalkan NFC, sementara yang lainnya cukup menggunakan kamera smartphone saja. 

Ada dua aplikasi yang diberikan untuk masing-masing metode. Pada prinsipnya, ketika dipindai, aplikasi ini akan memberitahu tingkat kesegaran sebuah penganan, terlepas dari tanggal kadaluarsa yang diberikan di sana. Data itu akan dikirim ke server GreenS System untuk dikumpulkan dan dapat diakses kapan saja. Khusus untuk sensor yang menggunakan NFC, tersemat sebuah chip dan antena yang mengelilinginya. 

“Kami menciptakan sistem yang menggunakan chipset dan antena. Kita bisa menaruhnya di pembungkus [makanan] dan menggunakan smartphone untuk mengetahui kondisi kesegaran makanan dan minuman melalui bungkusnya. Produk ini berharga sekitar USD2 (Rp28 ribu).” ujar Kristopher. 

Meski begitu, ada versi indikator yang lebih murah. Versi ini tidak menggunakan chip dan tidak membutuhkan NFC untuk memindai sensornya. Produk ini merupakan pengembangan dari produk sebelumnya. Pengguna nantinya hanya perlu memindai dengan menggunakan kamera smartphone mereka. Dalam indikator itu, terdapat area yang bisa berubah warna. 

Secara teori, lembaran sensor ini akan menyerap gas yang keluar dari penganan dalam kemasan. Perubahan warna akan menunjukkan kondisi kesegaran makanan tersebut. Terdapat pula barcode untuk memperoleh informasi seperti kapan penganan tersebut dikemas. Harganya hanya setengah dari harga sensor NFC.

Kendati begitu, Lee menyatakan ingin memberikan harga yang lebih murah untuk sensor tersebut. Menurutnya, dengan produksi massal, harganya dapat menurun menjadi USD0,1 (Rp1.415) saja. Di Asia Tenggara, Lee menyebut baru Malaysia dan SIngapura saja yang menerapkan teknologi ini. Namun di kedua negara itu, meski memiliki metode serupa, namun hadir dengan bentuk sensor yang berbeda. 

Saat ini, GreenS System sedang mengembangkan sebuah sensor baru. Berbeda dari kedua pendahulunya, sensor ini akan mendeteksi kadar karbondioksida di udara.  Nantinya area sensor akan berubah warna tergantung seberapa tinggi emisi karbon dioksida di sekitar pengguna. Lee menyebut bahwa sensor ini dapat dipasang di saku kemeja pengguna. 

Ketika nantinya mereka berhasil melakukan penetrasi ke Indonesia, perusahaan tempat Lee bernaung ini akan mengubah cara kita dalam berbelanja. Dari konvensional menuju modernitas. Cara ini pun akan memperluas penggunaan teknologi IoT di Indonesia. 

Editor
Share
×
tekid
back to top