Perang pasar GPU : tidak ada inovasi, harga meningkat drastis
Pertarungan antara NVIDIA dan AMD tampaknya sudah mencapai akhir, dengan mundurnya AMD dari GPU kelas high-end serta matinya inovasi NVIDIA. Gamer yang menjadi korbannya.

Perang antara NVIDIA dan AMD (dulu ATI) telah terjadi selama beberapa dekade terakhir. Kedua perusahaan tersebut telah berebut posisi pertama dalam persaingan GPU, terutama untuk industri gaming.
Namun, belakangan ini, nama AMD semakin tenggelam dalam pertarungan tersebut. NVIDIA terus mendominasi industri tersebut, meski sesekali AMD berhasil bersaing dengan ketat. Tapi sayangnya, belakangan ini industri GPU gaming sedang dalam palung kesengsaraan.
AMD saat ini seakan mundur teratur dari persaingan GPU gaming. Dan menurut kami, NVIDIA saat ini merilis salah satu GPU yang paling mengecewakan dalam satu dekade terakhir, yakni RTX 5080. Banyak hal yang bisa kita bahas, namun kita akan membahas sejarah pertarungan kedua perusahaan tersebut terlebih dahulu.
Persaingan antara AMD dan NVIDIA sendiri sudah berlangsung lama. Persaingan ini dimulai pada awal 2000-an, ATI (yang diakuisisi AMD pada 2006) bersaing ketat dengan NVIDIA. Tetapi setelah AMD menghapus nama ATI pada 2010, momentum AMD di pasar GPU kelas atas mulai menurun.
Tahun 2013 menjadi titik balik ketika NVIDIA meluncurkan GPU Titan series, dimana langsung mengukuhkan dominasinya di segmen performa tertinggi. Meskipun AMD sempat bangkit dengan arsitektur RDNA pada 2019 dan RDNA 2 pada 2020 yang mampu menyaingi performa RTX 3090 melalui RX 6900 XT.
Namun, NVIDIA kembali berhasil mempertahankan keunggulannya melalui peluncuran RTX 3090 Ti dan teknologi seperti DLSS serta ray tracing yang sulit ditandingi AMD. Ketika AMD memutuskan untuk mundur dari persaingan di segmen high-end, harapan sepenuhnya tertuju pada NVIDIA untuk terus menghadirkan inovasi. Sayangnya, RTX 5080 hadir dengan performa yang mengecewakan.
Meskipun dibanderol dengan harga setengah dari RTX 5090, performa GPU ini hanya 70% dari RTX 5090. Lebih buruk lagi, RTX 5080 hanya sekitar 18% lebih cepat dibandingkan RTX 4080 Super, yang jauh dari peningkatan signifikan yang biasanya diharapkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Sebagai perbandingan, RTX 4080 menawarkan peningkatan sekitar 30% dibandingkan RTX 3090, dan RTX 3080 juga memiliki lompatan performa serupa dibandingkan RTX 2080 Ti. Performa yang tidak seimbang dengan harga ini menunjukkan kurangnya insentif bagi NVIDIA untuk mendorong batas inovasi mereka, karena absennya kompetisi ketat dari AMD.
NVIDIA tampaknya lebih nyaman bermain aman tanpa adanya tekanan untuk menawarkan produk yang benar-benar revolusioner atau memberikan nilai lebih bagi konsumen. Akibatnya, tidak hanya inovasi yang stagnan, tetapi juga terjadi peningkatan harga yang tidak diimbangi dengan lompatan performa yang signifikan.
Ironisnya, jika Anda memiliki dana sekitar USD1.000 atau sekitar Rp16.457.000 untuk membeli GPU 4K, RTX 5080 adalah pilihan terbaik saat ini. Bukan karena memiliki performa luar biasa, tetapi karena tidak ada alternatif lain yang setara di kelasnya.
Meskipun AMD tidak lagi bersaing di lini GPU kelas atas, ada harapan bahwa persaingan di segmen menengah dapat kembali memanas. Pertarungan antara NVIDIA RTX 5070 dan AMD RX 9070 XT diprediksi akan menjadi ajang pembuktian baru di mana AMD mungkin sekali lagi menawarkan price-to-value yang lebih baik, sementara NVIDIA tetap mengandalkan fitur eksklusif seperti DLSS 4 dan ray tracing canggih.
Namun, jika pola yang sama terus berlanjut seperti generasi sebelumnya, kemungkinan besar AMD hanya akan menjadi alternatif yang lebih ekonomis, sementara NVIDIA tetap mendominasi segmen premium.
Jika hal ini terus terjadi, maka bisa saja gamer yang menjadi korban. Bukannya merasa semangat untuk melakukan upgrade, melihat peningkatan performa yang tidak signifikan namun harganya terus melambung, mereka akan menunggu dua atau tiga generasi baru memikirkan untuk melakukan upgrade.
Selain itu, masalah ketersediaan juga menjadi masalah sendiri. Para tengkulak pun melihat harga GPU yang tinggi sebagai ladang mencari uang. Mereka membeli GPU dalam jumlah banyak, menimbunnya, lalu menjualnya dengan harga yang lebih tinggi.
Di sisi lain, Intel sedang mengembangkan GPU untuk pasar low-end yang menyasar gamer yang ingin bermain di resolusi 1080p atau 1440p. Belum diketahui apakah di masa depan, Intel akan percaya diri untuk masuk ke pasar middle atau high-end.