Pemerintah minta bisnis mesin pencari Google dipecah
Untuk menekan praktik monopoli, Departemen Kehakiman AS (DOJ) minta Google pecah kepemilikan bisnis mesin pencari mereka.

Departemen Kehakiman AS (DOJ) menegaskan kembali bahwa Google harus memecah kepemilikan lini bisnis mesin pencari mereka. Soalnya, DOJ menilai Google telah secara ilegal menyalahgunakan posisinya sebagai monopoli di industri pencarian.
Dalam dokumen pengadilan terbaru yang dilaporkan oleh The Washington Post dan The New York Times, DOJ mendesak agar Google menjual peramban Chrome, salah satu produk kunci yang disebut menjadi "titik akses penting" bagi pencarian online dan dominasi pasar Google.
Langkah tegas ini merupakan kelanjutan dari putusan Hakim Federal Amit Mehta tahun lalu, yang menyatakan Google melanggar hukum anti monopoli untuk mempertahankan monopoli mesin pencari. DOJ berargumen bahwa dengan menjual Chrome, Google akan kehilangan kekuatan besar untuk mengontrol lalu lintas pencarian, membuka ruang bagi mesin pencari pesaing untuk bersaing secara lebih adil, seperti dilansir dari laman Engdaget (10/3).
Selain itu, DOJ juga ingin melarang praktik pembayaran Google kepada perusahaan seperti Apple, Mozilla, dan produsen ponsel pintar lainnya untuk menjadikan Google Search sebagai mesin pencari default di perangkat. Praktik ini dianggap mengunci pasar dan menghalangi pilihan konsumen, yang menjadi bagian penting dari dakwaan monopoli.
Namun, pemerintah menarik kembali permintaan sebelumnya agar Google menjual sahamnya di startup AI seperti Anthropic. Anthropic sendiri dilaporkan mengaku kepada pemerintah bahwa mereka masih sangat membutuhkan dana dari Google untuk melanjutkan operasional.
Sebagai gantinya, DOJ kini mengusulkan agar setiap investasi Google di sektor AI harus dilaporkan terlebih dahulu kepada otoritas federal dan negara bagian, memberikan transparansi atas langkah-langkah bisnisnya di bidang AI.
Perlu dicatat, Google baru-baru ini menyuntikkan tambahan USD1 miliar ke Anthropic, yang menunjukkan besarnya keterlibatan perusahaan di sektor AI. Sementara DOJ menyiapkan langkah hukum tegas ini, Google juga sedang menyusun proposal solusi versi mereka sendiri.
Dalam pengajuan sebelumnya pada Desember, Google menyebut solusi yang diajukan DOJ sebagai "berlebihan" dan "intervensi yang tidak sejalan dengan keputusan pengadilan". Google mengusulkan model distribusi yang lebih fleksibel, di mana mereka masih bisa membayar mitra seperti Apple untuk menawarkan Google Search, tetapi juga memungkinkan mitra memilih alternatif mesin pencari di perangkat mereka.
Misalnya, Apple bisa menentukan mesin pencari berbeda untuk iPhone dan iPad, sementara browser lain dapat mengubah mesin pencari default mereka setiap 12 bulan.
Perkembangan kasus ini juga akan menjadi indikator sikap pemerintahan AS ke depan, termasuk bila pemerintahan Trump yang akan datang mempertahankan atau mengubah pendekatan agresif terhadap raksasa teknologi seperti Google.
Meskipun Google diketahui pernah memberikan kontribusi untuk kampanye Trump dan sempat mengendurkan kebijakan perekrutan inklusifnya, tampaknya tekanan antimonopoli tetap menjadi isu bipartisan.
Hakim Amit Mehta akan memimpin sidang lanjutan terkait solusi akhir kasus ini pada bulan April 2025, yang akan menjadi momen penting bagi masa depan Google, termasuk kemungkinan restrukturisasi atau pelepasan bisnis utama seperti Chrome.
Jika keputusan DOJ ini diterapkan, landskap mesin pencari dan browser dunia bisa berubah drastis, membuka peluang bagi pesaing seperti Bing, DuckDuckGo, atau ekosistem AI baru untuk berkembang. Namun, untuk saat ini, nasib akhir Google masih berada di tangan proses hukum yang sedang berjalan.