sun
moon
Premium Partner :
  • partner tek.id realme
  • partner tek.id samsung
  • partner tek.id poco
  • partner tek.id telkomsel
  • partner tek.id acer
Sabtu, 02 Jun 2018 18:41 WIB

Negara di Asia Tenggara mulai adopsi AI untuk atasi kemacetan

Teknologi kecerdasan buatan dipadukan dengan pemantauan satelit kini sedang digalakkan di berbagai negara Asia Tenggara untuk mengatasi kemacetan

Negara di Asia Tenggara mulai adopsi AI untuk atasi kemacetan

Negara-negara berkembang di Asia akan beralih mengadopsi Internet of Things (IoT), kecerdasan buatan (AI) dan satelit untuk mengurangi kemacetan di kota-kota setempat. Teknologi itu sedang diadopsi mengingat kekhawatiran terhadap kemacetan lalu lintas yang bisa menghambat pertumbuhan ekonomi. Pasalnya junlah mobil terus meningkat lebih cepat dibanding kapasitas jalan yang tengah dibangun.

Menurut prediksi, jumlah total kerugian ekonomi tahunan akibat kemacetan lalu lintas di negara berkembang di Asia dan tempat lain akan mencapai hampir USD36,6 miliar pada 2030. 

Di ibukota Thailand, rumah perdagangan umum Jepang Toyota Tsusho, Chulalongkorn Unibersity dan beberapa pihak lainnya meluncurkan demonstrasi sistem navigasi dengan akurasi tinggi pada Maret lalu. Sistem ini menggunakan teknologi Satelit Quasi-Zenith Jepang bernama Michibiki yang juga digunakan di layanan GPS yang dirilis Amerika Serikat (AS).

Satelit Michibiki mengorbit di atas wilayah antara Jepang dan Australia. Sistem ini diharapkan mampu membantu mempromosikan layanan navigasi di negara-negara Asia Tenggara. Pengoperasian layanan ini secara penuh bisa dimulai pada November mendatang.

Dalam demonstrasinya informasi terkait lokasi pada sekitar 150.000 GPS yang melengkapi taksi, truk dan kendaraan lainnya dianalisa oleh AI. Jalur yang padat kemudian muncul berwarna merah pada monitor, sementara jalur yang lancar ditunjukkan dengan warna hijau. Oleh karenanya, kendaraan akan diarahkan melalui jalur berwarna hijau.

Toyota Tsusho mengatakan akan melakukan uji coba komersil sistem itu dalam dua tahun. Lain dengan di Thailand, Singapura telah menggunakan sistem Electronic Road Pricing selama beberapa dekade terakhir. Semua mobil diwajibkan memiliki unit yang terhubung dengan sensor yang terpasang di gantries di sepanjang jalan. Hal ini memungkinkan sistem untuk mengumpulkan kondisi tol dari pengendara. 

Namun demikian Singapura berencana untuk mengganti sistem tersebut dengan sistem satelit navigasi global (GNSS). Peralihan ini kemungkinan terjadi pada 2020. Sistem baru ini pun tak akan lagi bergantung pada ganteris maupun sensor.

Negara kecil memang memiliki sedikit ruang untuk memperbanyak maupun memperluas jalan. Satu-satunya cara yang bisa ditempuh guna mengurangi kemacetan lalu lintas dengan menggunakan teknologi.

Disisi lain Indonesia juga berupaya mengatasi kemacetan dengan teknologi. Mitsubishi Fuso Truck and Bus telah melengkapi truknya yang dirilis tahun ini dengan sistem navigasi dengan tingkat akurasi yang sangat akurat. 

Sistem itu akan mencatat rute yang sebelumnya dilalui oleh truk, menentukan rute terbaik serta memandu pengemudi pada di sepanjang rute. Hal ini akan membantu kendaraan lebih efisien dalam mengkonsumsi bahan bakar.

Sementara itu di Malaysia, organisasi yang berafiliasi dengan pemerintah Januari lalu mengumumkan rencana untuk menghubungkan sinyal lalu lintas di bagian tengah Kuala Lumpur ke cloud. Kondisi lalu lintas akan dianalisis berdasarkan data dari 281 sinyal lalu lintas serta 382 kamera. Kemacetan kemudian akan diurai oleh sistem dengan mengalihkan sinyal lalu lintas pada jalur yang lebih baik.

"Negara-negara berkembang di Asia sedang mempertimbangkan pengenalan teknologi canggih guna mengatasi kemacetan dengan kecepatan yang melampaui negara-negara maju," kata Fumihiko Nakamura, profesor di Universitas Nasional Yokohama Jepang.

Kemacetan seiring waktu memang terus meningkat. Penjualan mobil baru di enam negara di Asia Tenggara bahkan meningkat 5 persen pada 2017, sebagaimana tahun 2016. Sayangnya pembangunan jalan tak bisa mengimbangi peningkatan tersebut. Demikian dilansir Nikkei Asian Review.

Share
×
tekid
back to top