sun
moon
Premium Partner :
  • partner tek.id poco
  • partner tek.id acer
  • partner tek.id telkomsel
  • partner tek.id samsung
  • partner tek.id realme
Selasa, 04 Jun 2019 14:20 WIB

Ide gila Starlink wujudkan internet berskala global

Meskipun ide dari Starlink untuk meluaskan jangkauan area penyebaran internet, namun kehadiran puluhan bahkan ribuan satelit di orbit Bumi tentu akan menimbulkan masalah baru.

CEO SpaceX, Elon Musk, bisa dibilang seorang visioner yang memiliki otak yang encer. Banyak hal-hal hebat berkat terobosan besar yang ia temukan. Di antara banyak idenya yang brilian, Musk memiliki gagasan untuk menghadirkan jaringan internet dengan memanfaatkan satelit yang mengitari orbit rendah. Musk menyebut ide tersebut sebagai proyek Starlink.

Untuk dapat memenuhinya, SpaceX memerlukan dana lebih dari USD10 miliar guna membangun dan meluncurkan konstelasi satelit itu. Kabarnya satelit tersebut akan mengakomodir jangkauan internet berkecepatan tinggi ke hampir setiap sudut dunia.

Perusahaan tersebut mengklaim jaringan broadband Starlink akan mampu menyaingi kabel yang sudah tersedia atau dikenal dengan sistem serat optik. Lantaran hanya memiliki latensi 25ms, proyek Starlink mampu memberikan kecepatan hingga taraf gigabit. Sebagaimana yang diberitakan Digital Trends, jaringan Starlink juga mampu menjangkau daerah-daerah dengan koneksi internet rendah bahkan di daerah yang belum tersentuh internet.

Meskipun sulit, SpaceX telah mendorong batasan kemampuan teknologi di beberapa area secara bersamaan. Dalam proyek Starlink ini, penggunaan internet nirkabel secara bertahap nantinya digunakan untuk mengarahkan hubungan ke dan dari satelit. Teknik ini akan mendorong batasan dari apa yang pernah dilakukan sebelumnya.

Prakarsa serupa oleh Google dan Facebook

Tidak hanya Elon Musk, inisiatif serupa juga dihadirkan oleh Google melalui Project Loon yang ingin menghadirkan koneksi internet stabil hingga ke wilayah pedesaan dan terpencil di seluruh dunia. Radarbox24 melaporkan proyek ini melibatkan pengiriman balon udara panas ke stratosfer untuk menyediakan koneksi internet. Balon-balon tersebut melayang di ketinggian lebih dari 20 km demi memberikan koneksi internet berkecepatan lebih dari 10 Mbps kepada orang-orang di Bumi.

Proyek ini dimulai pada tahun 2011 setelah banyak diskusi dan beberapa penundaan sejak 2008. Balon pertama terbang di atas wilayah California. Pada 2013, Google melakukan proyek percontohan di Christchurch, Selandia Baru. Sejumlah 30 balon mengudara waktu itu. Pada 2018, Google telah melakukan uji terbang lebih dari 30 juta kilometer, dengan satu balon yang selamat dan memecahan rekor 190 hari perjalanan.

Cara kerja Google Loon adalah dengan mengandalkan menara telekomunikasi di bumi dan menghubungkannya dengan pemancar di balon yang mengambang. Tergantung di mana cakupan koneksi internet diperlukan, sinyal dapat dilewati balon menggunakan laser.

Menurut Google, konektivitas yang disediakan oleh setiap balon memungkinkan cakupan area seluas 40 km. Ini membuat ratusan orang dapat terhubung ke balon pada saat yang bersamaan.

Lain lagi dengan Facebook. Mereka mengandalkan drone bertenaga surya dengan nama Aquila. Science ABC, menginformasikan proyek drone Aquila ini mampu mengirimkan data menggunakan sinar laser saat mengudara. Lantaran Aquila bertenaga surya, artinya drone ini tidak akan memanfaatkan bahan bakar agar tetap berada di udara. Ia dapat tetap di udara selama 3 bulan tanpa harus mendarat.

Facebook Aquila memiliki desain modern dan ramping, serta dilengkapi sayap lebar setara dengan Boeing 737 (42 meter). Meski demikian, bobotnya jauh lebih ringan jika dibandingkan pesawat 737, yaitu kira-kira sama beratnya dengan sebuah mobil.

Ini juga merupakan terobosan dalam dunia komunikasi laser. Tim yang terlibat dalam proyek ini telah menguji laser baru yang mampu mengirimkan data dengan kecepatan 10 Gigabyte per detik.

Drone Aquila dikatakan tidak akan menimbulkan ancaman bagi penerbangan pesawat regular, karena beroperasi antara ketinggian 18-27 km. Artinya, jauh di atas tingkat ruang terbang pesawat komersial. Dengan ketinggian tersebut, Aquila tidak terpengaruh oleh cuaca.

Drone ini pertama kali diterbangkan pada Juni 2016, sayangnya Aquila harus diberhentikan pada Juni 2018. Facebook telah menutup kantor yang bertanggung jawab atas proyek internet yang dikirim Aquila menyusul kesulitan substantif untuk mendapatkan layanan tersebut.

Saingan starlink

Sistem seperti Google Loon dan Facebook Aquila memang sama-sama ingin menghadirkan koneksi internet yang stabil untuk orang-orang yang berada di daerah pelosok. Namun Loon maupun Aquila tidak mengandalkan konstelasi satelit seperti Starlink.

Saingan terberat Starlink adalah OneWeb. Pada Februari lalu, OneWeb telah meluncurkan satelit pertamanya sehingga kini sudah ada 20 satelit sebelum peluncuran penuh.

Mengutip informasi dari Teslarati, konstelasi awal OneWeb berjumlah 648 unit dan berpotensi menjadi 900 kemudian pada akhirnya mencapai sekitar 2000 satelit di beberapa tahun mendatang, sembari menunggu keberhasilan dari sisi komersial dan melihat minat investor.

Saat ini, perusahaan tersebut memiliki rencana untuk memulai kampanye peluncuran pada bulan Agustus atau September 2019, dan kemungkinan menyelesaikan konstelasi satelitnya sekitar tahun 2021.

Satelit OneWeb akan meluncur pada ketinggian 450-500 km, yang berarti lebih tinggi dari Stasiun Luar Angkasa Internasional (Internasional Space Station / ISS) dengan ketinggian 408 km dari Bumi. Dari sana, satelit ini akan naik ke orbit operasional 1,200 km.

OneWeb secara hati-hati mempertimbangkan dan memiliki orbit dengan kerapatan rendah dari benda-benda luar angkasa agar dapat meminimalkan risiko tabrakan. Namun, ini hanya satu dari banyak pertimbangan yang mengharuskan mereka naik ke ketinggian 1.200 km.

Selain OneWeb, Starlink memiliki satu saingan lagi, adalah Project Kuiper. Bulan lalu Amazon berencana meluncurkan konstelasi 3.236 satelit ke orbit Bumi rendah untuk menyediakan internet bagi komunitas yang belum terlayani. The verge memberitakan inisiatif Project Kuiper pertama kali terungkap setelah Kuiper Systems LLC membuat tiga set pengajuan orbit ke International Telecommunication Union (ITU), organisasi internasional yang bertugas mengoordinasikan orbit satelit. Amazon mengkonfirmasi bahwa Kuiper Systems adalah salah satu proyeknya.

Amazon merupakan yang terbaru dalam serangkaian perusahaan dengan rencana untuk menggunakan jaringan satelit, guna menawarkan broadband ke seluruh dunia. Tidak seperti satelit internet tradisional, rencana ini melibatkan penggunaan satelit di orbit Bumi rendah, yang dapat dioperasikan dengan biaya murah dengan minim gangguan latensi.

Project Kuiper akan terdiri dari satelit di tiga ketinggian berbeda. Terdapat 784 satelit di ketinggian 590 km, 1.296 satelit di ketinggian 610 km, dan 1.156 satelit di ketinggian 630 km. Konstelasi satelit ini juga akan membutuhkan jaringan stasiun Bumi untuk berkomunikasi dengan satelit. Tahun lalu, Amazon meluncurkan AWS Ground Station, layanan komputasi cloud yang akan memungkinkan komunikasi dari luar angkasa ke darat.

Dalam kasus Starlink, baru-baru ini SpaceX melakukan 6 roket, yang masing-masing setidaknya membawa 60 satelit pada 2019 ini. Dengan peluncuran tersebut, SpaceX dikabarkan dapat menawarkan layanan internet Starlink kepada konsumen di Amerika Serikat dan Kanada.

SpaceX yakin akan dapat menawarkan cakupan di seluruh dunia setidaknya setelah 24 kali peluncuran. Dengan asumsi rata-rata 60 satelit Starlink setiap peluncuran, SpaceX ingin mulai melayani pelanggan di AS dan Kanada setelah 360 pesawat ruang angkasa berada di orbit. Dengan demikian, hal ini menggambarkan seberapa jauh SpaceX di depan para pesaingnya mengingat tahun ini system seperti itu sudah dapat berjalan.

Berkat form factor datar SpaceX, satelit dapat dikemas ke dalam roket Falcon 9 secara efisien, menjadikan perusahaan tersebut meluncurkan muatan dengan bobot lebih dari 18,5 ton. Sebagai perbandingan, OneWeb berencana untuk meluncurkan sekitar 30 x 150 kg satelit per peluncuran Soyuz 2.1 dengan adaptor silinder tradisional

Kekhawatiran terkait gugusan satelit di orbit Bumi

Meskipun ide dari penempatan satelit untuk meluaskan jangkauan area penyebaran internet seperti Starlink bisa sangat membantu, namun kehadiran puluhan bahkan ribuan satelit di orbit Bumi tentu akan menjadi masalah bagi para astronom.

Jonathan McDowell dari Harvard-Smithsonian Center dan beberapa pengamat lainnya telah mengamati bahwa satelit internet cukup berpotensi menyebabkan masalah bagi astronomi. Terlebih, konstelasi 12.000 satelit, itu akan berjumlah tiga kali lipat dari satelit yang ada di orbit saat ini. Apakah kita masih tetap bisa menikmati keindahan langit malam?

Elon Musk sendiri sampai bersumpah untuk mengurangi dampaknya. Ia meyakinkan bahwa konstelasi Starlink tidak akan terlihat oleh siapa pun.

Awalnya kehadiran konstelasi satelit memang tidak seburuk itu. Namun, ketika satelit mengarahkan panel surya mereka untuk mendapatkan sumber tenaga dari Matahari, ada kemungkinan bahwa paparan cahayanya akan terpantul ke Bumi.

Hal ini dibuktikan setelah peluncuran Starlink, beberapa pengamat termasuk astronom amatir Marco Langbroek menangkap rekaman satelit di orbit. Semua satelit yang berjumlah 60 berjajar rapi seperti kereta dan mengejutkan para astronom karena gugusan satelit itu bersinar sangat terang.

“Apa yang tidak saya perkirakan adalah seberapa terang benda-benda itu dan betapa spektakulernya pemandangan itu,” kata Langbroek.

"Itu benar-benar pemandangan yang luar biasa dan aneh untuk melihat seluruh rangkaian objek dalam garis bergerak melintasi langit." ujarnya lagi.

Sumber: Marco Longbroek

Sumber: Marco Longbroek

Selain kekhawatiran secara visual, konstelasi Starlink juga berpotensi berdampak pada sinyal radio. Setiap satelit akan memancarkan sinyal radio untuk berkomunikasi dengan Bumi. Ini akan mengganggu para astronom yang mengandalkan gelombang radio untuk mempelajari alam semesta

"Astronom radio bahkan lebih khawatir ketika satelit mentransmisikan pada pita 10,7-12,7 GHz, yang mencakup garis spektral," kata arkeolog luar angkasa Alice Gorman.

Astronom radio bertarung setiap hari untuk melindungi pita pengamatan, hadirnya Starlink hanya akan membuat semunya menjadi lebih buruk. Musk, telah menanggapi beberapa kekhawatiran ini di Twitter. Setelah awalnya banyak pengguna yang tampaknya salah paham terkait mengapa Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) terlihat di langit malam, ia menegaskan bahwa SpaceX sedang mencari cara untuk mengurangi efek satelit Starlink pada astronomi.

Ada intruksi kepada tim Starlink minggu lalu yang secara khusus untuk mengurangi albedo katanya.

"Kami ingin memberikan kemajuan yang lebih baik ketika satelit telah mengubah orbit dan array untuk melacak matahari."

Elon juga menyiratkan bahwa tujuan akhir dari Starlink adalah membawa internet ke 3,3 miliar orang di Dunia dan menggunakan uang itu untuk mendanai misi SpaceX ke Mars dan seterusnya. Meskipun dengan pasar yang tidak jelas, tentang berapa banyak dari mereka yang mampu membeli layanan internet Starlink, ia yakin bahwa kehadiran Starlink menawarkan kebaikan yang lebih besar daripada dampak pada astronomi.

"Starlink berpotensi membantu miliaran orang yang kurang beruntung secara ekonomi. Dan itu adalah kebaikan yang lebih besar," katanya. "Karena itu, kami akan memastikan Starlink tidak memiliki efek material pada astronomi. Kami sangat peduli tentang sains. ”

Namun, jelas, bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk menghilangkan kekhawatiran bagi komunitas astronomi. Sementara beberapa lainnya, mungkin melihat pada manfaat dari Starlink yang akan dengan cepat menunjukkan dampak pada budaya manusia.

Share
×
tekid
back to top