Sebagian adegan 28 Years Later direkam menggunakan iPhone
Sutradara 28 Years Later ungkap beberapa adegan film tersebut diambil menggunakan iPhone.

Salah satu keunggulan iPhone yang digadang-gadangkan oleh Apple adalah kemampuan pengambilan video yang disebut setara dengan kamera profesional. Hal ini dikarenakan kehadiran fitur Pro Res, yang menghadirkan hasil video layaknya menggunakan kamera video cinematik.
Nah, bagi tim produksi film “28 Years Later”, keunggulan ini mereka manfaatkan untuk mengambil beberapa adegan menggunakan perangkat tersebut. Sutradara film tersebut, Danny Boyle, membagikan detail menarik seputar penggunaan iPhone dalam proses produksit tersebut.
Bagi kalian yang belum tahu, film pertama dalam waralaba ini, 28 Days Later, direkam menggunakan kamera digital yang memberikan nuansa homemade yang khas. Boyle menjelaskan bahwa ia dan penulis naskah, Alex Garland, mendapatkan ide tersebut karena pada masa itu kamera video rumahan sangat umum digunakan.
Jika benar-benar terjadi kiamat, orang-orang pasti akan merekam peristiwa tersebut dengan kamera yang mereka miliki. Namun, seiring perkembangan zaman, kamera rumahan kini telah digantikan oleh smartphone.
Untuk menciptakan adegan-adegan unik di 28 Years Later, tim produksi menggunakan tiga jenis rig khusus untuk iPhone: satu rig berisi delapan kamera yang bisa dibawa satu orang, satu lagi dengan sepuluh kamera, dan yang paling besar terdiri dari dua puluh kamera.
“Saya jarang mengatakan ini, tapi ada satu adegan luar biasa di paruh kedua film yang menggunakan rig 20 kamera. Kamu pasti akan langsung tahu saat melihatnya,” ungkap Boyle, seperti dikutip dari laman IGN (2/6).
Dia menggambarkan rig 20 iPhone ini sebagai “bullet time versi hemat,” efek visual yang menggunakan banyak kamera untuk membekukan atau memperlambat waktu, mirip dengan adegan ikonik Neo menghindari peluru di film The Matrix.
Rig 20 kamera tersebut dapat dipasang pada crane atau dolly, sehingga memberikan sudut pandang 180 derajat terhadap aksi yang terjadi. Dalam proses editing, tim bisa memilih footage dari kamera mana saja untuk berpindah perspektif atau bahkan melompat maju-mundur dalam satu adegan. Untuk 28 Years Later, rig ini digunakan khusus pada adegan-adegan kekerasan agar dampaknya terasa lebih intens.
“Untuk sesaat, penonton benar-benar berada di dalam adegan, bukan sekadar mengamati dari luar,” jelas Boyle.
Selain iPhone, tim produksi juga memanfaatkan teknologi lain seperti drone, kamera yang dipasang di tubuh aktor, hingga kamera pada hewan ternak untuk menciptakan pengalaman visual yang imersif. Semua teknik ini digunakan untuk mendukung aspek rasio layar ultra-wide 2.76:1 yang dipilih oleh tim kreatif.
Keputusan memilih aspek rasio ini bukan tanpa alasan; tujuannya adalah menciptakan rasa was-was, karena penonton harus terus memindai layar untuk melihat ancaman yang mungkin datang dari sisi mana saja.
Penggunaan smartphone sebagai alat utama perekaman film blockbuster ini menandai perubahan besar dalam industri perfilman. Jika dulu kamera digital atau film konvensional menjadi andalan, kini perangkat yang biasa ada di genggaman sehari-hari pun bisa menghasilkan gambar berkualitas sinematik. Hal ini membuktikan bahwa teknologi semakin memudahkan sineas untuk bereksperimen dan menciptakan karya yang autentik.
Selain memberikan nuansa realistik dan dekat dengan kehidupan sehari-hari, teknik pengambilan gambar dengan iPhone juga memperluas kemungkinan kreatif bagi para pembuat film. Fleksibilitas dan kemudahan penggunaan smartphone membuat tim produksi bisa mengambil gambar dari sudut-sudut yang sebelumnya sulit dijangkau dengan kamera profesional berukuran besar.
Dengan inovasi-inovasi ini, 28 Years Later berhasil menghadirkan pengalaman menonton yang segar dan berbeda. Penonton tidak hanya diajak menyaksikan cerita, tetapi juga merasakan ketegangan seolah-olah berada langsung di tengah-tengah aksi. Penggunaan teknologi kekinian seperti iPhone dan drone menjadi bukti bahwa dunia perfilman terus berkembang, menawarkan cara-cara baru untuk bercerita di layar lebar.