Raya and the Last Dragon, keberanian untuk percaya satu sama lain
Meski merupakan film pertama Disney yang mengolaborasikan beberapa negara di Asia Tenggara, namun Disney dapat mengeksekusi cerita bermakna di Raya and the Last Dragon.
Jika kita berbicara mengenai Disney 10 hingga 20 tahun lalu, yang ada di pikiran kita film yang sebagian besar didasarkan dari cerita barat. Mereka menceritakan bahwa sosok putri ideal adalah yang berkulit putih, cantik, dan tinggal di kastil besar nan mewah.
Memang, mereka memiliki beberapa film yang diinspirasi oleh beberapa kebudayaan lain seperti serba serbi Timur tengah yang ada di film Aladin. Begitu juga dengan budaya Tiongkok, yang tercermin pada film Mulan. Tapi, di zaman yang modern ini, Disney tampaknya sudah mulai sadar dengan budaya multikultural yang ada di seluruh dunia.
Salah satu hal yang menjadi perhatian adalah saat ini, di luar sana banyak terjadi perpecahan antara suatu golongan dengan golongan lainnya. Salah satu cara membuat dunia lebih baik adalah dengan cara mendidik anak-anak memiliki kepercayaan satu dengan yang lain.
Disney pun menemukan cara terbaik untuk mengajarkan hal ini ke anak-anak, yakni dengan membuat sebuah film yang memiliki nilai-nilai tersebut. Disinilah Raya and the Last Dragon memiliki peran yang cukup besar.
Film ini menyerap berbagai kebudayaan dari negara di Asia Tenggara. Ya, ini merupakan film multikultural pertama yang dibuat oleh Disney. Mereka menggandeng Qui Nguyen dan Adele Lim sebagai penulis cerita dari film ini.
Qui merupakan salah satu koreografer silat. Sedangkan Adele Lim merupakan penulis skenario dari film hits Crazy Rich Asian. Mereka sukses memberikan cerita yang bisa membuat orang dewasa menangis.
Tapi, meski telah mencoba dengan keras untuk membuat film ini menuai pujian, masih saja banyak orang yang memberikan tamparan keras ke Disney. Hal ini wajar, sebab meski tema film ini adalah Asia Tenggara, hanya ada sedikit orang Asia Tenggara yang terlibat dalam film tersebut.
Selain Qui, yang mendapat peran cukup besar di film ini hanyalah Kelly Marie Tran, yang mengisi suara Raya. Dia adalah satu-satunya keturunan Asia Tenggara (Vietnam lebih tepatnya) yang mengisi suara di film ini.
Meski menuai banyak kritik, namun ada sebuah daya tarik tersendiri dari film ini yang membuat hati kecil saya ingin menyaksikannya. Visual yang ada di dalam film Raya and the Last Dragon menurut saya memiliki percampuran budaya yang cukup berani. Di beberapa kastil kerajaan kita dapat melihat paduan seni dari beberapa negara, yang membuatnya sangat unik.
Begitu juga dengan kostum yang dipakai selama film ini berjalan. Saya dapat melihat beberapa motif kain tulis yang berasal dari negara di Asia Tenggara, seperti dari Thailand, Vietnam, dan batik dari Indonesia (meski hanya tampil sejenak).
Background musik dari film ini pun kental dengan instrumen dari Asia Tenggara. Beberapa kali saya mendengar adanya bunyi gamelan (dan diakhir ada pementasan gamelan) yang tercampur dengan alat musik tradisional dari negara lainnya.
Rasa yang kental akan Asia Tenggara juga tertuang dalam bumbu dan makanan yang hadir selama film ini. Beberapa kali penonton disuguhkan penggunaan cabai dan beberapa bumbu Asia Tenggara lain di dalam film. Makanan yang disajikan di film ini juga sangat kental dengan Asia Tenggara. Beberapa contohnya seperti Tom Yum, Mango Sticky Rice, camilan berbahan dasar ketan dan gula merah, dan yang paling utama adalah hadirnya nasi.
Raya and the Last Dragon juga menjadi film Disney Princess yang tidak bernyanyi selama pertunjukan. Hal ini mungkin akan membuat beberapa dari kalian yang tadinya tidak ingin menyaksikan film Disney menjadi tertarik untuk menontonnya.
Ada beberapa benda yang sering digunakan oleh tokoh utama dari film ini. Namun, yang sering terlihat adalah topi jerami tradisional asal Filipina, yakni Sakalot. Topi ini hampir selalu dikenakan di sepanjang film tersebut Tapi, yang menjadi fokus perhatian saya adalah kenyataan bahwa Keris menjadi senjata andalan Raya. Disney menambahkan kemampuan seperti pedang Zabimaru milik Renji Abarai yang datang dari anime dan manga Bleach.
Ya, Keris ini dapat memanjang yang ditujukan bukan hanya untuk menyerang saja, namun juga untuk memberikan bantuan Raya menjelajah tempat-tempat yang berbahaya. Ya, meski Raya merupakan seorang “princess” namun dia merupakan putri yang sangat kuat.
Memang, Disney mengaku sulit untuk membuat semua orang (terutama masyarakat Asia Tenggara) puas dengan film ini. Mereka terpaksa mengompres banyak informasi dari 11 negara di Asia Tenggara agar tercakup dalam satu film berdurasi hampir 2 jam ini. Mereka harus memangkas banyak hal, dan mereka menyadari hal tersebut.
Berbicara mengenai setting cerita dari film, Raya and the Last Dragon mengadopsi wilayah yang disebut dengan Kumandra. Belum diketahui apa makna dari istilah tersebut. Yang pasti, Kumandra merupakan lokasi fiksi yang dibuat oleh Disney. Negara ini dibagi menjadi lima kawasan, yakni Heart (terinspirasi dari Indonesia, Thailand, dan Vietnam), Tail (daerah gurun), Talon (terinspirasi dari Vietnam dan Thailand), Spine (daerah pegunungan salju), dan Fang (daerah paling modern, terinspirasi dari Thailand, Indonesia, dll).
Kelimanya disatukan oleh sebuah sungai berbentuk naga yang melindungi kelima kerajaan tersebut. Meski bersatu, namun setiap wilayah dipimpin oleh masing-masing ketua yang berbeda.
SELANJUTNYA : SPOILER WARNING>>>
Jika kita berbicara mengenai Disney 10 hingga 20 tahun lalu, yang ada di pikiran kita film yang sebagian besar didasarkan dari cerita barat. Mereka menceritakan bahwa sosok putri ideal adalah yang berkulit putih, cantik, dan tinggal di kastil besar nan mewah.
Memang, mereka memiliki beberapa film yang diinspirasi oleh beberapa kebudayaan lain seperti serba serbi Timur tengah yang ada di film Aladin. Begitu juga dengan budaya Tiongkok, yang tercermin pada film Mulan. Tapi, di zaman yang modern ini, Disney tampaknya sudah mulai sadar dengan budaya multikultural yang ada di seluruh dunia.
Salah satu hal yang menjadi perhatian adalah saat ini, di luar sana banyak terjadi perpecahan antara suatu golongan dengan golongan lainnya. Salah satu cara membuat dunia lebih baik adalah dengan cara mendidik anak-anak memiliki kepercayaan satu dengan yang lain.
Disney pun menemukan cara terbaik untuk mengajarkan hal ini ke anak-anak, yakni dengan membuat sebuah film yang memiliki nilai-nilai tersebut. Disinilah Raya and the Last Dragon memiliki peran yang cukup besar.
Film ini menyerap berbagai kebudayaan dari negara di Asia Tenggara. Ya, ini merupakan film multikultural pertama yang dibuat oleh Disney. Mereka menggandeng Qui Nguyen dan Adele Lim sebagai penulis cerita dari film ini.
Qui merupakan salah satu koreografer silat. Sedangkan Adele Lim merupakan penulis skenario dari film hits Crazy Rich Asian. Mereka sukses memberikan cerita yang bisa membuat orang dewasa menangis.
Tapi, meski telah mencoba dengan keras untuk membuat film ini menuai pujian, masih saja banyak orang yang memberikan tamparan keras ke Disney. Hal ini wajar, sebab meski tema film ini adalah Asia Tenggara, hanya ada sedikit orang Asia Tenggara yang terlibat dalam film tersebut.
Selain Qui, yang mendapat peran cukup besar di film ini hanyalah Kelly Marie Tran, yang mengisi suara Raya. Dia adalah satu-satunya keturunan Asia Tenggara (Vietnam lebih tepatnya) yang mengisi suara di film ini.
Meski menuai banyak kritik, namun ada sebuah daya tarik tersendiri dari film ini yang membuat hati kecil saya ingin menyaksikannya. Visual yang ada di dalam film Raya and the Last Dragon menurut saya memiliki percampuran budaya yang cukup berani. Di beberapa kastil kerajaan kita dapat melihat paduan seni dari beberapa negara, yang membuatnya sangat unik.
Begitu juga dengan kostum yang dipakai selama film ini berjalan. Saya dapat melihat beberapa motif kain tulis yang berasal dari negara di Asia Tenggara, seperti dari Thailand, Vietnam, dan batik dari Indonesia (meski hanya tampil sejenak).
Background musik dari film ini pun kental dengan instrumen dari Asia Tenggara. Beberapa kali saya mendengar adanya bunyi gamelan (dan diakhir ada pementasan gamelan) yang tercampur dengan alat musik tradisional dari negara lainnya.
Rasa yang kental akan Asia Tenggara juga tertuang dalam bumbu dan makanan yang hadir selama film ini. Beberapa kali penonton disuguhkan penggunaan cabai dan beberapa bumbu Asia Tenggara lain di dalam film. Makanan yang disajikan di film ini juga sangat kental dengan Asia Tenggara. Beberapa contohnya seperti Tom Yum, Mango Sticky Rice, camilan berbahan dasar ketan dan gula merah, dan yang paling utama adalah hadirnya nasi.
Raya and the Last Dragon juga menjadi film Disney Princess yang tidak bernyanyi selama pertunjukan. Hal ini mungkin akan membuat beberapa dari kalian yang tadinya tidak ingin menyaksikan film Disney menjadi tertarik untuk menontonnya.
Ada beberapa benda yang sering digunakan oleh tokoh utama dari film ini. Namun, yang sering terlihat adalah topi jerami tradisional asal Filipina, yakni Sakalot. Topi ini hampir selalu dikenakan di sepanjang film tersebut Tapi, yang menjadi fokus perhatian saya adalah kenyataan bahwa Keris menjadi senjata andalan Raya. Disney menambahkan kemampuan seperti pedang Zabimaru milik Renji Abarai yang datang dari anime dan manga Bleach.
Ya, Keris ini dapat memanjang yang ditujukan bukan hanya untuk menyerang saja, namun juga untuk memberikan bantuan Raya menjelajah tempat-tempat yang berbahaya. Ya, meski Raya merupakan seorang “princess” namun dia merupakan putri yang sangat kuat.
Memang, Disney mengaku sulit untuk membuat semua orang (terutama masyarakat Asia Tenggara) puas dengan film ini. Mereka terpaksa mengompres banyak informasi dari 11 negara di Asia Tenggara agar tercakup dalam satu film berdurasi hampir 2 jam ini. Mereka harus memangkas banyak hal, dan mereka menyadari hal tersebut.
Berbicara mengenai setting cerita dari film, Raya and the Last Dragon mengadopsi wilayah yang disebut dengan Kumandra. Belum diketahui apa makna dari istilah tersebut. Yang pasti, Kumandra merupakan lokasi fiksi yang dibuat oleh Disney. Negara ini dibagi menjadi lima kawasan, yakni Heart (terinspirasi dari Indonesia, Thailand, dan Vietnam), Tail (daerah gurun), Talon (terinspirasi dari Vietnam dan Thailand), Spine (daerah pegunungan salju), dan Fang (daerah paling modern, terinspirasi dari Thailand, Indonesia, dll).
Kelimanya disatukan oleh sebuah sungai berbentuk naga yang melindungi kelima kerajaan tersebut. Meski bersatu, namun setiap wilayah dipimpin oleh masing-masing ketua yang berbeda.
SELANJUTNYA : SPOILER WARNING>>>
Cerita mengharukan, jadi pelajaran untuk tetap bersatu dan percaya satu sama lain (ulasan ini mengandung spoiler)
Raya and the Last Dragon memiliki latar belakang cerita yang cukup kompleks. Rating film di Indonesia menegaskan bahwa film ini ada di kategori 13+, yang memang merupakan kategori yang cocok untuk film tersebut.
Cerita dari film ini berpusat di karakter Raya, yang merupakan keturunan wilayah Heart. Dia harus mencari potongan batu ajaib yang diciptakan oleh lima naga terkuat untuk mengalahkan Druun. Druun sendiri merupakan cerminan dari rasa sifat buruk yang selalu ada pada manusia. Mereka memangsa jiwa manusia, dan membuat manusia yang tertelan menjadi batu. Mereka juga dapat menggandakan diri setelah memakan jiwa manusia.
Cerita ini dimulai dari pengkhianatan yang dirasakan oleh Raya semasa kecil oleh Namaari yang berasal dari Fang. Keduanya langsung akrab karena mereka benar-benar menghormati naga-naga yang dahulu melindungi mereka.
Namaari awalnya memberikan Raya sebuah kalung berbentuk naga dan memberitahu bahwa Sisu (salah satu naga pelindung Kumara) menurut legenda masih hidup. Namun pada akhirnya dia membocorkan lokasi penyimpanan batu ajaib dari naga legendaris.
Namun nahas, ketika semua kepala wilayah berebut untuk mendapatkan batu ajaib yang sudah dijaga oleh Heart selama 500 tahun lebih, hancur seketika. Dan untuk membebaskan ayahnya dari batu karena Druun yang terlepas setelah batu itu hancur, dia mencari naga terakhir yang masih hidup.
Selama enam tahun, dia akhirnya menemukan Sisu, naga yang masih hidup setelah memusnahkan Druun dengan batu ajaibnya. Tapi, ternyata Sisu tidak memiliki kemampuan spesial. Dia hanya dapat menerima kekuatan dari saudara-saudari naganya. Oh iya, selama enam tahun perjalanannya, Raya ditemani oleh hewan peliharaannya yang bernama Tuk Tuk. Dia sejenis Armadillo raksasa, yang dapat dikendarai oleh Raya kemanapun dia bepergian.
Setelah bertemu dengan Sisu, Raya menuju ke Tail untuk mendapatkan pecahan batu yang kedua. Disinilah dia bertemu dengan Namaari. Dia berusaha untuk menghentikan Raya untuk mengumpulkan pecahan batu ajaib tersebut.
Di sepanjang perjalanan, Raya akan bertemu dengan tiga karakter lain yang membantunya selama berpetualang tiga hari dua malam. Ya, perjalanan Raya selama enam tahun diselesaikan hanya dalam waktu tiga hari saja. Dia bertemu dengan Boun saat harus kabur dari kerjaan Namaari di Tail. Kemudian, ada si kecil Noi yang bergabung dengan mereka di Talon. Terakhir, mereka bertemu dengan Tong saat berkunjung ke Spine.
Dalam perjalanan ini, Sisu selalu mengajarkan Raya untuk percaya dengan orang. Meski mereka pernah disakiti, tak ada salahnya untuk memberanikan diri untuk percaya kepada orang meski telah merasa dikhianati sebelumnya.
Bagian mengharukan datang di bagian akhir dari cerita ini. Dan jujur saja, film ini berhasil membuat saya meneteskan air mata. Ya, saya mendapatkan perasaan yang mendalam dari cerita Raya and the Last Dragon.
Cerita ini juga mengajarkan kita untuk terus bersatu, membantu satu sama lain tanpa memandang bulu. Meraih impian apa yang kita percaya dan yakini memang bukan hal yang mudah. Tapi, dengan kerja keras dan bantuan orang lain, pasti kita akan mendapatkan hasil yang terbaik.
Jadi, jika kalian punya waktu luang, tak ada salahnya membawa anak atau saudara kalian untuk menonton film ini. Selain ceritanya yang sangat menyentuh, grafis dari film ini juga sangat memukau.
Perlu diingat, saat berencana untuk menonton film ini di bioskop, pastikan kalian menjaga ketat protokol kesehatan. Jangan membuka masker selama menonton, apalagi makan dan minum di sepanjang pertunjukan. Stay safe!









